Siapa yang tidak bangga menjadi seorang atlet berprestasi hingga tingkat internasional?. Demikian pula pengakuan dari Marita Ariani (20) warga Lingkungan Mujahidin Kelurahan Giyanti Kecamatan/Kabupaten Temanggung ini. Namun tak disangka meskipun telah membawa nama Indonesia hingga dunia internasional, nasib Marita juga belum terangkat, bahkan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari Marita harus rela menjadi buruh cuci di salah satu warung makan. Sekilas jika melihat Marita Ariani tidak akan pernah percaya bahwa penyandang disabilitas intelektual ini memiliki segudang prestasi di dunia olah raga. Tidak hanya sebagai atlet dalam tim sepak bola nasional kelimaan yang diikutinya, bahkan Mareta menjadi kapten timnya. Mulai dari kejuaraan tingkat nasional dan internasional pernah di ikutinya. Dari sejumlah kejuaraan itu, medali perak, perunggu hingga emas berhasil digondol oleh tim yang dipimpinnya dan dipersembahkan untuk nama baik negeri. “Awalnya saya ikut futsal di Semarang, kemudian saya mengikuti seleksi tim sepak bola kelimaan tingkat nasional dan alhamdulillah saya satu-satunya dari Temanggung yang masuk ke tim nasional,” tutur Marita saat ditemui di rumahnya, Kamis (17/10). Ia bercerita, dari sejumlah kejuaraan sepak bola kelimaan internasional yang diikutinya, ada dua kenangan yang tidak bisa terlupakan dan sangat membekas dibenaknya, yakni saat melawan Ukraina di Abu Dabi dan India. Saat melawan tim Ukraina ini kata Marita, permainan sepak bola sangat seru, sebab bertemu dengan Ukraina selalu memperebutkan juara 1 dan 2 di setiap kejuaraan. “Di Abudabi kita memang kalah 2-1 oleh Ukraina, namun saat bertemu di India Indonesia menang 3-1 atas Ukraina. Kedua pertandingan ini sangat membekas dan tidak terlupakan bagi saya,” tuturnya. Tidak hanya di India saja tim bisa menggondol medali emas, saat mengikuti kejuaraan Internasional di Malaysia timnya juga berhasil mengalahkan semua negara yang ikut dalam kejuaraan. “Yang menjadi juara satu dan mendapatkan mendali emas di India dan Malaysia, lainnya Perak dan Perunggu. Tapi yang mendapatkan bonus cukup banyak yakni sebanyak Rp10 juta cuma di Abudabi padahal saat itu cuma juara 2, selain itu belum pernah mendapat bonus, hanya sekali itu saja,” ucap Marita. Meskipun sudah dengan segudang prestasi, namun hingga saat ini kepedulian pemerintah terhadap Marita belum jelas. Saat ini Marita bekerja membantu tetangganya untuk memenuhi kebutuhan ekonominya. “Ayah saya Andre sudah meninggal dunia, ibu saya Kanik Rosminah juga sedah meninggal dunia, saya yatim piatu sejak saya masih balita dan saat ini saya hanya tinggal bersama nenek dan pak de saya,” ucapnya sedih. Namun demikian Marita tidak pernah merasa sedih dan menyesal, bahkan dirinya merasa sangat bangga. Hanya saja untuk saat ini dirinya sangat butuh pekerjaan yang pasti demi memenuhi kebutuhan dirinya bersama nenek Sutinah. “Saya sangat ingin bertemu dengan pak Bupati, mau menyampaikan terima kasih dan kalau ada lowongan pekerjaan saya akan sangat berterima kasih,” ucap lulusan BBRSPDI Kartini Temanggung 2016 ini. Subandrio (54) salah satu keluarga Marita menceritakan, sejak masih balita Marita ini sudah menjadi anak yatim piatu. Saat umur dua tahun ayah dari Marita meninggal dunia dan kemudian ibu Marita meninggal dunia sebelum Marita genap berusia lima tahun. “Jadi sudah sejak kecil memang sudah tidak punya bapak dan ibu, selama ini tinggal bersama saya dan Ibu saya,” tuturnya. Sebelum masuk dan menempuh pendidikan di BBRSPDI Kartini Temanggung, Marita juga pernah sekolah di SD, namun hanya sampai dengan kelas 3 saja. Sebab ternyata Marita mengalami disabilitas intelektual. “Tapi Marita memang memiliki bakat lari dan olah raga, dan alhamdulilah selama ini sudah berprestasi di lari dan sepak bola,” tuturnya. (*)
Berprestasi Tingkat Internasional, Tak Merubah Nasib Marita
Jumat 18-10-2019,07:06 WIB
Editor : ME
Kategori :