MAGELANGEKSPRES.COM,JAKARTA - Ombudsman RI kembali mengingatkan BPJS Kesehatan untuk segera merealisasikan nilai nominal iuran yang hingga kemarin (17/4) belum juga diturunkan setelah terbit Putusan Mahkamah Agung (MA) Nomor 7 P/HUM/2020. Ombudsman menilai akan mucul potensi maladministrasi jika tidak segera diberlakukan penyesuaian. Sementara pihak BPJS Kesehatan telah menghitung selisih kelebihan pembayaran iuran peserta segmen PBPU atau mandiri dan akan dikembalikan. Anggota Ombudsman RI Alamsyah mengatakan setelah mencermati dan menemukan bahwa pada penarikan iuran di bulan April 2020, BPJS Kesehatan masih menerapkan nilai nominal iuran berdasarkan Pasal 34 ayat (1) dan ayat (2) Perpres No. 75 tahun 2019 tentang perubahan atas Perpres No. 82 tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan yang sudah dibatalkan dan dinyatakan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat berdasarkan putusan MA yang mengabulkan sebagian gugatan Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI) tersebut. ”Kami berpendapat bahwa penarikan iuran oleh BPJS Kesehatan dengan tetap menerapkan angka nominal yang mengacu pada ketentuan yang telah dibatalkan sebagaimana dijelaskan di atas berpotensi maladministrasi berupa perbuatan melawan hukum (pungutan ilegal, Red),” papar Alamsyah dalam pernyataan tertulis yang diterima Jumat (17/4). Menurut aturan perundang-undangan, Ombudsman RI berwenang menyampaikan saran kepada Penyelenggara Pemerintahan di pusat dan daerah agar mengadakan perubahan terhadap undang-undang dan peraturan perundang-undangan lainnya dalam rangka mencegah maladministrasi. Aturan itu terdapat di dalam Pasal 8 ayat (2) huruf b Undang-Undang Nomor 37 tahun 2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia (selengkapnya lihat grafis). Sementara itu, Ketua Koordinator Nasional Masyarakat Peduli Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (KORNAS MP BPJS) Hery Susanto dalam pernyataan persnya menegaskan Keputusan MA yang membatalkan suatu ketentuan tidak langsung berlaku sejak putusan itu dibacakan, yang mana tercermin dari ketentuan dalam Perma yang mengatur hukum acara pengujian peraturan perundang-undangan. Dalam putusannya, MA menyatakan peraturan perundang-undangan yang dimohonkan keberatan tersebut sebagai tidak sah atau tidak berlaku untuk umum serta memerintahkan kepada instansi yang bersangkutan segera mencabutnya. Kemudian, MA mengirimkan salinan putusan kepada para pihak, dan dalam waktu 90 hari setelah salinan Putusan dikirim kepada Pejabat Tata Usaha Negara yang mengeluarkan peraturan perundang-undangan. ”Dalam praktik terkadang Pejabat yang bersangkutan tidak melaksanakan kewajibannya, namun demi hukum peraturan peraturan perundang-undangan yang bersangkutan tidak mempunyai kekuatan hukum,” terang Hery Susanto. Skema pelaksanaan putusan hasil pengujian peraturan perundang-undangan oleh Mahkamah Agung berpotensi tidak menunjukkan asas kepastian, karena membutuhkan tindakan dari Pejabat lain, dalam hal ini Presiden RI dan BPJS Kesehatan. Putusan pengadilan seharusnya berlaku sejak diputuskan, dan mengikat para pihak sejak saat itu juga. Adanya jeda 90 hari berlakunya putusan MA berpotensi menimbulkan penyalahgunaan wewenang oleh Pejabat yang terkait, dan mengurangi tingkat kepercayaan masyarakat kepada institusi peradilan. ”Intinya dalam waktu 90 hari ke depan setelah salinan keputusan diumumkan resmi, BPJS Kesehatan menunggu terbitnya Perpres pengganti. Saat ini sedang berproses,” imbuhnya. Hery Susanto pun menilai pernyataan pers BPJS Kesehatan tidak memberikan asas kepastian pelayanan. ”Pasca putusan MA, BPJS Kesehatan harus segera mengembalikan selisih iuran tersebut yang sudah dibayarkan peserta, jika tidak jelas kapan itu dilakukan tentu memberatkan peserta apalagi wabah Covid-19 ekonomi warga macet,” terang Hery Susanto. Menanggapi pernyataan yang disampaikan Ombudsman dan KORNAS MP BPJS, Kepala Humas BPJS Kesehatan M. Iqbal Anas Ma’ruf, mengatakan Putusan MA terkait pembatalan iuran peserta Program Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS) untuk segmen PBPU sudah ditayangkan melalui website resmi Mahkamah Agung pada 31 Maret 2020. ”BPJS Kesehatan telah mempelajari dan siap menjalankan Putusan MA tersebut. Saat ini Pemerintah dan Kementerian terkait dalam proses menindaklanjuti Putusan MA tersebut dan sedang disusun Perpres pengganti,” terang Kepala Humas BPJS Kesehatan, M. Iqbal Anas Ma’ruf kepada Fajar Indonesia Network (FIN). Iqbal menambahkan, hal ini dilakukan mengingat sesuai dengan Peraturan MA Nomor 1 Tahun 2011 Pasal 8 ayat (1) Panitera Mahkamah Agung mencantumkan petikan putusan dalam Berita Negara dan dipublikasikan atas biaya Negara, dan ayat (2). Dalam hal 90 (Sembilan puluh) hari setelah putusan Mahkamah Agung tersebut dikirim kepada Badan atau Pejabat Tata Usaha negara yang mengeluarkan Peraturan Perundang-undangan tersebut, ternyata pejabat yang bersangkutan tidak melaksanakan kewajibannya, demi hukum Peraturan Perundangundangan yang bersangkutan tidak mempunyai kekuatan hukum. ”Melihat aturan di atas, tindak lanjut Putusan MA dapat dieksekusi oleh tergugat dalam kurun waktu 90 hari melalui aturan baru, atau apabila jika tidak terdapat aturan baru dalam kurun waktu tersebut, maka Pepres 75/2019 pasal 34 dianggap tidak memiliki kekuatan hukum atau dibatalkan. Intinya dalam waktu 90 hari ke depan setelah salinan keputusan diumumkan resmi, BPJS Kesehatan menunggu terbitnya Perpres pengganti. Saat ini sedang berproses,” terang Iqbal. BPJS Kesehatan juga telah bersurat kepada Pemerintah dalam hal ini Sekretaris Negara untuk menetapkan langkah-langkah yang dapat dilakukan BPJS Kesehatan selanjutnya, dalam mengeksekusi putusan tersebut. ”Masyarakat juga diharapkan tidak perlu khawatir, BPJS Kesehatan telah menghitung selisih kelebihan pembayaran iuran peserta segmen PBPU atau mandiri dan akan dikembalikan segera setelah ada aturan baru tersebut atau disesuaikan dengan arahan dari Pemerintah. Teknis pengembaliannya akan diatur lebih lanjut, antara lain kelebihan iuran tersebut akan menjadi iuran pada bulan berikutnya untuk peserta” tambah Iqbal. (fin/ful) REKOMENDASI OMBUDSMAN UNTUK BPJS Ini poin-poin yang direkomendasikan Ombudsman RI untuk BPJS Kesehatan terkait nominal iuran dan dalam rangka mencegah maladministrasi: 1. Presiden segera membentuk Peraturan Presiden pengganti Perpres No. 75 tahun 2019 tentang perubahan atas Perpres No. 82 tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan untuk mencegah terjadi kakacauan sistem Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). 2. BPJS Kesehatan kembali melakukan penagihan dengan nilai nominal sebagaimana dinyatakan pada Pasal 34 ayat (1) dan ayat (2) Perpres No. 82 tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan sebelum Peraturan Presiden pengganti diterbitkan. 3. BPJS Kesehatan tetap memberikan pelayanan dan tidak mengenakan sanksi administratif apabila ada peserta yang menolak membayar iuran BPJS dengan nilai nominal yang didasarkan atas ketentuan hukum yang tak lagi mengikat sampai dengan diterbitkannya Peraturan Presiden sebagaimana dimaksud. Sumber: Ombudsman RI
BPJS Janji Kembalikan Iuran
Sabtu 18-04-2020,03:23 WIB
Editor : ME
Kategori :