Corona Diperkirakan Berakhir April

Sabtu 21-03-2020,03:03 WIB
Editor : ME

MAGELANGEKSPRES.COM,JAKARTA - Pakar dari Institut Teknologi Bandung (ITB) memprediksi, bahwa wabah virus Corona atau coronavirus disease (Covid-19) di Indonesia akan mencapai puncaknya pada akhir maret dan berakhir pada pertengahan April 2020. Tim peneliti Pusat Pemodelan Matematika dan Simulasi (P2MS) ITB, Nuning Nuraini mengatakan, bahwa data hasil ini diprediksi dengan menggunakan pemodelan sederhana matematika yang dilakukan ITB. \"Tentu perlu dicatat, ini adalah hasil pemodelan dengan satu model yang saya rasa ‘cukup sederhana’ dan sama sekali tidak mengikutkan faktor-faktor yang kompleksitasnya tinggi,\" kata Nuning dalam keterangannya, Jumat (20/3). Nuning menjelaskan, dalam data dan simulasi covid-19 dari pendekatan model matematika ini pihaknya juga melihat puncak penyebaran pandemi. Setidaknya puncak penyebaran corona terjadi pada akhir Maret ini. \"Puncak jumlah kasus harian covid-19 pada akhir Maret 2020. Dengan kasus harian baru terbesar berada di angka sekitar 600,\" ujarnya. Nuning menyatakan, bahwa bersama timnya tengah berupaya menekan angka kesimpangsiuran informasi di tengah masyarakat. Sebab, kesimpangsiuran informasi dikhawatirkan dapat mengganggu usaha nyata untuk menanggulangi bencana yang sebenarnya. \"Kami berusaha menjawab pertanyaan mendasar tentang epidemi yang sedang terjadi saat ini di Indonesia melalui suatu model matematika sederhana,\" imbuhnya. Dalam membangun model representasi jumlah kasus covid-19 ini, Nuning mengaku bersama dengan timnya menggunakan model Richard’s Curve. Menurutnya, model tersebut terbukti berhasil memprediksi awal, akhir, serta puncak endemi dari penyakit SARS di Hong Kong di 2003. Model Richard’s Curve mereka uji pada berbagai data kasus covid-19 dari berbagai macam negara. Seperti Tiongkok, Iran, Italia, Korea Selatan, Amerika Serikat hingga data akumulatif seluruh dunia. \"Ternyata, secara matematik, ditemukan bahwa model Richard’s Curve Korea Selatan adalah yang paling cocok (kesalahannya kecil) untuk disandingkan dengan data kasus terlapor covid-19 di Indonesia jika dibandingkan dengan model yang dibangun dari data negara lain,\" terangnya. Menurut Nuning, prediksi timnya tidak akan meleset jika Indonesia punya penanganan yang sama dengan Korea Selatan. Namun kata dia, hal tersebut bukan merupakan perkara mudah. \"Korea Selatan itu kan salah satu dari beberapa negara di dunia yang paling baik penanganan kasus covid-19-nya. Ini waktu terus berjalan, tentu sulit untuk bisa persis seperti mereka, tetapi, setidaknya, dari tulisan ini kita bisa mengetahui bahwa Indonesia perlu melakukan sesuatu untuk tetap berada dalam tren yang baik,\" tuturnya. Untuk itu, lanjut Nuning, karena belum ditemukannya vaksin covid-19, maka bentuk pencegahan satu-satunya ialah memutus rantai penularannya. Salah satu metodenya ialah dengan melakukan pembatasan sosial (social distancing). \"Dengan adanya pembatasan sosial, harapannya, setiap masyarakat tidak akan menjadi penular maupun tertular karena tidak melakukan kontak dengan siapapun sehingga laju penyebaran dapat menurun atau setidaknya terjaga konstan,\" jelasnya. Sementara itu, peneliti sekaligus epidemiolog Universitas Indonesia (UI), Syahrizal Syarif memprediksi wabah virus yang disebut-sebut berasal dari kelelawar ini akan usai pada Mei 2020 mendatang. Perhitungan dilakukan Syarif sejak otoritas Cina mengkarantina kota Wuhan, Provinsi Hubei, sejak 25 Januari 2020 lalu. Sejak itu Syarif menghitung waktu karantina 1 kali masa inkubasi, yakni 14 hari, atau paling lama 2 kali masa inkubasi yaitu 28 hari. \"Jadi perhitungan saya, apa yang dilakukan Cina mengurangi travel, mengurangi perkumpulan orang, tidak boleh keluar dengan karantina, kan berdampak. Dan kelihatan pada 1 kali masa inkubasi, itu 14 hari setelah kebijakan itu dilakukan,\" katanya. Menurut Syarif, jika dihitung 14 hari setelah 25 Januari, artinya jatuh pada 8 Februari, yang seharusnya mulai terlihat angka penurunan kasus baru yang bertambah setiap harinya. \"Jadi, kalau tanggal 25 (Januari), berarti sekitar tanggal 8 (Februari), itu akan mulai terlihat penuruanan. Jadi ukurannya apa wabah itu terkendali atau tidak terkendali, ukurannya jumlah kasus baru yang ditemui per hari,\" jelasnya. Artinya, kata Syarif, apabila pada tanggal 10, 11, dan 12 Februari angka kasus baru per hari terus menurun, seperti 3000, 2600, hingga 2400, maka pada hari ketika Syarif berbicara, yakni 13 Februari 2020, kasus baru berada di angka 2200. \"Dugaan saya hari ini harusnya kalau sesuai angkanya, kalau sesuai akan turun menjadi 2200 jumlah kasus baru per hari, itu akan terus turun. Tapi secara signifikan itu akan turun 1 kali masa inkubasi, artinya sekitar 22 Februari akan sangat tajam penurunannya, mungkin akan mencapai 500 (kasus baru) dari angka sekarang yang masih 2400 (berdasarkan data 12 Februari),\" paparnya. Syarif juga menyebut, bahwa perhitungannya berdasarkan angka kematian dari jumlah kasus infeksi. Misalnya dari 100 orang yang dirawat ada 2 di antaranya yang meninggal. \"Mereka yang berada di rumah sakit, dari 100, cuma 2 yang mati, berarti mereka cuma duga, kalau mereka rawat 100 orang 2 orang akan mati. Siapa mereka? Mereka yang punya penyakit bawaan ada hepatitis, hipertensi, ada kanker nggak tahan biasanya,\" imbuhnya. Alasan Syarif mengatakan bulan Mei, juga karena otoritas Cina yang menyebut wabah usai pada April. Tapi di sisi lain, katanya, tidak semudah itu, karena yang menentukan wabah usai adalah organisasi kesehatan dunia atau WHO, bukan Cina. \"Mei itu, sekarang otoritas China berdasarkan data kasus baru per hari, berani bilang April wabah selesai. Saya sebelum mereka berdasarkan kurva, saya udah sebut wabah akan berakhir Mei, paling telat awal Juni,\" pungkasnya. (der/fin)

Tags :
Kategori :

Terkait