MAGELANGEKSPRES.COM,JAKARTA - Direktur Eksekutif Lokataru Foundation Haris Azhar mempertanyakan langkah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang memasukkan tersangka kasus dugaan suap dan gratifikasi terkait penanganan perkara di MA 2011-2016 Nurhadi ke dalam Daftar Pencarian Orang (DPO). Nurhadi, bersama dua tersangka lain yakni menantunya Rezky Herbiono dan Direktur PT Multicon Indrajaya Terminal (MIT) Hiendra Soenjoto hingga kini berstatus buron. Haris mengatakan, terduga koruptor kini dengan mudahnya masuk DPO. KPK pun, kata dia, seakan tak berupaya mencari keberadaan Nurhadi cs. Ia menduga, ini merupakan sebuah modus kejahatan baru agar terduga koruptor dapat terbebas dari jeratan hukum. \"Semua orang yang dituduh korupsi jadi kayak DPO semua ini. Ini kayaknya ada modus baru, orang dituduh korupsi yang ditersangkakan sebagai koruptor itu dengan enak-enaknya atau gampangnya mereka menjadi DPO, tapi juga enggak dicari sama KPK,\" ujar Haris di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta, Selasa (18/2). Nurhadi diketahui merupakan tersangka kedua di era kepemimpinan Ketua KPK Firli Bahuri yang masuk daftar buron setelah eks Calon Legislatif PDIP Harun Masiku. Harun sendiri adalah tersangka penyuap dalam perkara terkait penetapan Pergantian Antarwaktu (PAW) anggota DPR. Haris pun meminjam pernyataan Maqdir Ismail, Kuasa Hukum Nurhadi, yang menyebutkan kliennya berada di Jakarta. Sehingga, Haris mempertanyakan langkah KPK menerbitkan DPO. \"Kenapa dengan gampangnya (menetapkan DPO). Artinya memang syaratnya sudah terpenuhi untuk di-DPO-kan. Tapi kenapa enggak dicari? Karena ada informasinya cukup jelas bahwa pengacaranya bilang dia (Nurhadi cs) ada di Jakarta,\" kata Haris. Haris mengaku mendapat informasi bahwa Nurhadi kini tengah berada di salah satu apartemen mewah di kawasan Jakarta bersama menantunya Rezky, yang turut menjadi tersangka dalam perkara ini. Ia menambahkan, keduanya bahkan mendapat perlindungan ketat dari suatu pihak tertentu. Lantaran perlindungan ini pula, berdasarkan informasi yang diterima Haris, KPK tak berani mencokok Nurhadi di lokasi persembunyiannya. Ia pun meyakini, KPK sejatinya telah mengantongi lokasi keberadaan Nurhadi tersebut. \"Tetapi juga KPK enggak berani datang untuk ngambil Nurhadi, karena cek lapangan ternyata dapat proteksi yang cukup serius, sangat mewah proteksinya. Artinya apartemen itu enggak gampang diakses oleh publik, lalu ada juga tambahannya dilindungi oleh apa namanya pasukan yang sangat luar biasa itu,\" tandas Haris. Haris pun menuding, dimasukkannya Nurhadi dan Rezky ke DPO hanya sebatas formalitas penegakan hukum. Padahal, menurutnya, KPK tak memiliki keberanian untuk menangkap Nurhadi cs. Ia pun menyatakan, ini merupakan bukti bahwa KPK semakin lemah oleh kehadiran UU versi revisi dan jajaran komisioner baru. \"DPO formalitas, karena KPK enggak berani tangkap Nurhadi dan menantunya. Jadi status itu. Jadi kan lucu. Ini lah bukti bahwa KPK tambah hari tambah keropos ya, dengan UU baru dan pimpinan baru,\" tegas Haris. Dikonfirmasi terpisah, Pelaksana Tugas Juru Bicara bidang Penindakan KPK Ali Fikri mengaku belum bisa mengonfirmasi kebenaran informasi yang disampaikan Haris Azhar terkait keberadaan kedua tersangka. Kendati demikian, ia mengapresiasi inisiatif Haris tersebut. \"Kami menyarankan Saudara Haris Azhar untuk membeberkan secara terbuka di mana lokasi persembunyian tersangka NH (Nurhadi) dan menantunya tersangka RH (Rezky Herbiyono) serta menyebutkan siapa yang menjaganya secara ketat,\" kata Ali Fikri. Ali Fikri menjelaskan, keputusan penyidik untuk memasukkan Nurhadi ke dalam DPO tak lain agar mempercepat upaya pencarian serta penangkapan buronan tersebut. Ia pun turut menyarankan agar Maqdir beritikad baik untuk menyampaikan informasi keberadaan para tersangka kepada KPK. \"Jika benar Saudara Maqdir adalah penasihat hukum yang ditunjuk para tersangka maka Saudara Maqdir diminta agar menyampaikan kepada kliennya supaya menyerahkan diri kepada penyidik KPK dan hadapi proses hukum. Silakan penasihat hukum buat pembelaan secara profesional,\" kata Ali Fikri. Ia menyampaikan, KPK bakal melakukan upaya penindakan secara tegas kepada pihak-pihak yang sengaja merintangi atau menghalangi penyidikan. Dalam perkara mafia kasus ini, KPK telah menetapkan tiga orang sebagai tersangka. Ketiganya ialah eks Sekretaris MA Nurhadi, menantu Nurhadi, Rezky Herbiyanto, dan Direktur PT Multicon Indrajaya Terminal (MIT) Hiendra Soenjoto. Mafia kasus ini terdiri dari dua perkara, yakni suap dan gratifikasi. Dalam perkara suap, Nurhadi diduga menerima suap Rp 33,1 miliar dari Hiendra melalui menantunya Rezky. Suap itu diduga untuk memenangkan Hiendra dalam perkara perdata kepemilikan saham PT MIT. Nurhadi melalui Rezky juga diduga menerima janji 9 lembar cek dari Hiendra dalam perkara Peninjauan Kembali (PK) di MA. Sementara dalam kasus gratifikasi, Nurhadi diduga menerima Rp 12,9 miliar selama kurun waktu Oktober 2014 sampai Agustus 2016. Uang itu untuk pengurusan perkara sengketa tanah di tingkat kasasi dan PK di MA serta Permohonan Perwalian. Nurhadi dan Rezky disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b subsider Pasal 5 ayat (2) subsider Pasal 11 dan/atau Pasal 12B Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Kemudian Hiendra disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b subsider Pasal 13 Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP. (riz/gw/fin)
DPO Jadi Modus KPK, Pengacara Nurhadi Di-Warning
Rabu 19-02-2020,03:34 WIB
Editor : ME
Kategori :