MAGELANGEKSPRES.COM, JAKARTA - Usulan Komisi Pemilihan Umum (KPU) melarang mantan koruptor maju dalam Pilkada Serentak 2020 mendapat angin segar. Sejumlah politisi mulai angkat bicara. Semua setuju. Bahkan mengapresiasi lembaga penyelenggara pemilu untuk segera menuntaskannya. Komisi II DPR RI mengusulkan aturan larangan tersebut diatur di Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu). Alasannya, Perppu memiliki dasar hukum yang lebih kuat dibandingkan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU).\"Kalau melihat waktu memang yang memungkinkan, menurut saya terbutkan Perppu. Namun, Perppu juga harus diusulkan dan baru disetujui pada masa sidang selanjutnya. Akan tetapi waktu Perppu ini diturunkan oleh presiden, tentu itu akan segera berlaku,\" kata Wakil Ketua Komisi II DPR Herman Khaeron di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (1/8). Menurutnya, Perppu juga lebih mudah dan tidak memakan waktu lama. Hal itu berbeda dengan revisi UU yang harus melalui pembahasan yang sangat panjang. Aturan teknis yang tidak bertentangan dengan UU, bisa diatur di dalam PKPU. Namun, aturan tersebut tetap harus dibahas terlebih dahulu dengan Komisi II DPR RI sebelum disahkan. \"Nanti tanggapan di DPR itu seperti apa. Tentu kita melihat terhadap urgensi yang diusulkan. Selama tidak bertentangan dengan peraturan perundang undangan yang ada. Jadi silakan, ruangnya ada di KPU. Kecuali jika akan di revisi pada masa periode yang akan datang. Jika kemudian pilkada serentak akan berlangsung pada tanggal 23 September 2020 dan ditarik mundur, tentu batas waktu pendaftaran di bulan Maret. Rasanya tidak akan cukup. Karena prolegnas dan prioritas juga baru akan ditetapkan pada tahun 2020,\" jelas Herman. Sementara, Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Wasisto Raharjo Jati menilai, pelarangan mantan koruptor maju dalam Pilkada harus mutlak dilakukan. Dia mengusulkan sebaiknya juga diakomodir dalam UU Pemerintah Daerah. \"Namanya pemimpin itu harus punya rekam jejak yang bersih. Karena dia akan menjadi panutan bagi rakyat yang dipimpinnya,\" kata Wasisto kepada Fajar Indonesia Network (FIN), Kamis (1/8). Menurut Wasisto, pemerintah perlu segera ambil kontrol lewat UU. Karena maraknya kasus korupsi yang melibatkan kepala daerah jadi alasan mendesak kenapa pelarangan ini dilakukan. Terpisah, pakar Komunikasi Politik Emrus Sihombing mengatakan sebaikanya mantan koruptor tidak perlu mencalonkan diri sebagai pemimpin. Menurutnya, masih banyak kader lain yang memiliki track record bagus yang bisa diusung. \"Saya pikir sejatinya presiden bisa mengeluarkan Perppu untuk melarang mantan koruptor tidak maju dalam pemilu. Bahkan parpol juga harus pro aktif. Parpol juga harus memerankan pendidikan politik termasuk memberikan kader yang berkualitas dalam Pilkada 2020,\" kata Emrus. Terpisah, Ketua DPP PKB Abdul Kadir Karding setuju ada larangan mantan koruptor maju sebagai calon kepala daerah. Menurutnya, aturan tersebut perlu diatur dalam Undang-undang. \"Saya setuju secara moral, secara prinsip. Problem kita undang-undang membolehkan atau tidak? Ini negara hukum. Apalagi sebenarnya orang dihukum itu filosofinya supaya lebih baik. Kalau ada satu atau dua yang mengulang-ulang, itu soal lain. Tetapi itu kan hak politik,\" ucap Karding. Dia mengatakan revisi Undang-Undang Tentang Pemilihan Kepala Daerah (UU Pilkada) diperlukan mewadahi rencana itu. Jangan sampai larangan itu bertentangan dengan UU dan merampas hak dasar politik seseorang. \"Jadi saya normatif melihat itu. Secara prinsip moral saya kira kejadian di Kudus itu bisa menjadi pemicu,\" imbuhnya. Karding mengapresiasi semangat KPU dalam mencegah tindak pidana korupsi kepala daerah. Namun, larangan itu tak cukup dituangkan dalam Peraturan KPU saja. \"Negara berdasarkan hukum. KPU harus sesuai dengan kaidah-kaidah hukum yang ada, tidak boleh berbeda,\" terangnya. (yah/khf/fin/rh)
DPR Setuju Perppu
Jumat 02-08-2019,03:45 WIB
Editor : ME
Kategori :