JAKARTA - Komisi Pemilihan Umum (KPU) menilai pemungutan suara secara elektronik atau e-voting belum diperlukan dalam waktu dekat. Dibanding e-voting, yang lebih dibutuhkan adalah e-rekap atau rekapitulasi suara secara elektronik. Tinggal bagaimana penyelenggara pemilu meyakinkan kepada publik bahwa sistem yang digunakan aman dan dapat dipercaya. \"Terkait dengan gagasan e-voting, tampaknya belum menjadi agenda dalam waktu dekat terutama dalam Pilkada Serentak 2020,\" ujar Komisioner KPU, Wahyu Setiawan, di Jakarta, Rabu (7/8). Dia mengatakan, penggunaan e-voting belum relevan diterapkan di Indonesia. Sebab, prosedur tersebut otomatis akan meniadakan surat suara secara fisik. Padahal, surat suara adalah komponen yang amat penting sebagai arsip pemilu. \"Kami sedang mengagas tentang e-rekap. Jadi rekapitulasi yang berbasis teknologi informasi tetapi pemungutan suaranya tetap menggunakan cara manual. Jadi bukan e-voting. Tetapi e-rekap yang mendesak dan lebih dibutuhkan dalam Pilkada 2020,\" tegas Wahyu. Menurut Wahyu, dokumen voting secara manual memiliki beberapa keuntungan. Menurutnya, dokumen secara fisik nantinya dapat berguna untuk mengajukan sengketa dalam Mahkamah Konstitusi (MK). \"Kami menginginkan bahwa dokumen saat pemilih menggunakan hak pilihnya, dapat diakses setiap saat. Secara teknis, jika ada surat suara itu dicoblos, maka dokumen itu bisa dipergunakan setiap saat. Contoh apabila terjadi sengketa di Mahkamah Konstitusi,\" tukasnya. Terpisah, Wakil Ketua Komisi II DPR Herman Khaeron mengatakan sistem e-rekap yang menurut rencana akan diterapkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) akan meningkatkan kepercayaan publik terhadap hasil pemilu di masa datang. Menurutnya, sistem e-Rekap di Pilkada 2020 mendatang juga akan membuat pemilu lebih jujur dan transparan. \"E-rekap itu sebetulnya mempercepat perhitungan di tingkat kabupaten. Karena rekapitulasi hasil C1 yang di TPS dan di rekap di tingkat kecamatan itu bisa langsung terupdate. Selain itu, juga bisa langsung perhitungan di tingkat KPU kabupaten kota,\" tutur Herman di Jakarta, Rabu (7/8). Dari segi sistem pelaksanaan, lanjut Herman, e-rekap memungkinkan dilaksanakan di Pilkada 2020. Namun, perlu dilakukan simulasi dan uji coba terlebih dahulu sebelum dilaksanakan. \"Untuk itu perlu simulasi dan uji coba terlebih dahulu,\" lanjutnya. Dia menilai penggunaan e-rekap memungkinkan digunakan di Pilkada 2020. Karena dari sisi aturan hukum tidak melanggar UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada. \"Dalam UU Pilkada, bukan saja rekap elektronik. Pemilihan secara elektronik memungkinkan dilaksanakan. Namun harus didukung sistem teknologi dan informasi yang handal, aman, dan mendapat kepercayaan publik,\" pungkasnya. Komisioner KPU lainnya, Ilham Saputra mengatakan, pihaknya masih berdiskusi terkait landasan hukum e-Rekap. KPU mengklaim telah menggelar focus group discussion (FGD) bersama para pakar hukum. KPU meminta masukan para pakar apakah lembaga penyelenggara pemilu bisa menerapkan e-Rekap meski tak diatur dalam Undang-undang. Ilham menyebut KPU ingin menerapkan e-Rekap untuk memudahkan proses rekapitulasi di tingkat daerah. Berkaca dari Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) di MK, kebanyakan pemohon menggugat hasil rekap di tingkat kecamatan. \"Kita berharap e-Rekap ini bisa langsung kita rekap di Kecamatan. Sebenarnya banyak sekali pilihannya. Bisa e-Rekap di Kecamatan kemudian di kabupaten. Atau bisa langsung di kabupaten tanpa rekap di kecamatan,\" tukas Ilham. Sudah Digunakan Banyak Negara Akademisi Universitas Islam Al Azhar Indonesia Ujang Komarudin mengatakan, penerapan e-Rekap bisa dilakukan jika ada kemauan politik dari penyelenggara pemilu. Selain itu, KPU juga harus meyakinkan jika sistem yang digunakan aman. Dengan kata lain e-Rekap tidak mudah diretas orang yang tidak bertanggung jawab. Hal ini berkaca dari sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pilpres 2019 yang banyak mempermasalahkan sistem informasi penghitungan (Situng) milik KPU. \"Sistem tersebut sudah banyak digunakan di negara maju. Bahkan di beberapa negara, sudah menggunakan e-voting. Jadi hasilnya bisa diketahui secara realtime,\" terang Direktur Indonesia Political Review tersebut. Sebelumnya, Kementerian Dalam Negeri mendorong ide sistem e-voting dan e-rekap pemilu di pilpres mendatang.Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo menekankan sistem e-voting akan diminta ke KPU untuk bisa diadakan. Tjahjo optimistis, sistem e-rekap dan e-voting dapat berjalan. Hanya saja memerlukan payung hukum yang tetap untuk mengatur sistem berbasis elektronik itu. \"Saya kira diperkuat saja di dalam Undang-Undang. India bisa kok dengan jumlah penduduk yang banyak, hampir semua negara bisa,\" kata Tjahjo. Ia menambahkan sistem e-voting dan e-rekap sangat efisien. Tinggal menunggu penerapan dan keinginan politik negara.\"Tinggal political will kita bagaimana. Respon DPR bagus. Saya kira setuju. Tinggal bagaimana penyelenggaranya KPU,\" tandasnya. (yah/khf/fin/rh)
e-Rekap Dibutuhkan di Pilkada 2020
Kamis 08-08-2019,03:09 WIB
Editor : ME
Kategori :