MAGELANGEKSPRES.COM, KOTA MAGELANG - Akulturasi budaya yang sekarang terjadi ternyata tak melunturkan tradisi nyadran yang dipopulerkan masyarakat Jawa. Tak hanya di desa, masyarakat Jawa di perkotaan pun masih rutin menggelar tradisi nyadran ini. Seperti yang baru saja digelar masyarakat Kampung Jagoan, Jurangomo Utara, Magelang Selatan, kemarin. Mereka melakukan nyadran di Makam Kiai Sawunggalih yang dilanjutkan dengan grebeg gunungan palawija dan makanan. ”Tahun lalu, grebeg gunungannya hanya palawija yaitu hasil pertanian dan buah-buahan di Kampung Jagoan. Tetapi karena kemudian melihat masyarakat yang ikut grebeg kebanyakan adalah anak-anak, maka kita buatkan grebeg gunungan makanan untuk anak-anak,” kata Ketua Panitia Ridar Umar. Setidaknya ada sembilan gunungan yang diarak keliling Kampung Jagoan. Arak-arakan didahului dengan kesenian tradisional berupa reog, disusul kesenian gedrug, yeksodewo, dan topeng ireng. Sawunggalih sendiri, lanjutnya, dikenal sebagai salah satu penglima saat Perang Diponegoro (1825-1830) yang kemudian menetap di Kampung Jagoan. Sejumlah pahlawan lain juga dari Magelang di antaranya Kiai Langgeng di Kelurahan Kemirirejo, Kiai Selobranti di Kampung Malangan Kelurahan Rejowinangun Selatan, Kiai Dudo di Kampung Dudan (Tidar Utara) dan lainnya. ”Legenda Sawunggalih sendiri mirip dengan cerita Sawunggaling di Jawa Timur. Yakni seseorang yang memiliki ayam aduan atau jago yang tidak terkalahkan. Kata ‘jago’ ini, yang kemudian membuat kampung ini dinamakan Jagoan,” kata Tokoh Masyarakat Abdul Azis. Lurah Jurangombo Utara, Sumidjan mengaku bangga melihat respon dan antusiasme warga. Hal itu ditunjukkan dengan banyaknya gunungan dan makanan yang disumbangkan masyarakat, juga kesenian yang ditampilkan. Hanya saja, kegiatan tersebut terkendala dengan kondisi makam Kiai Sawunggaling yang berada di belakang bangunan Kantor KUA Magelang Selatan. ”Semoga semangat untuk berdoa, bersih kampung dan bermasyarakat ini bisa semakin ditingkatkan pada tahun-tahun mendatang,” ujarnya. Tokoh Masyarakat Jagoan lainnya, Joko Mei Budi Utomo meminta Pemkot Magelang untuk lebih peduli dengan makam Kiai Sawunggalih yang semakin kurang nyaman untuk diziarahi maupun untuk berdoa. Dia berharap bisa ditata ulang dan diperluas agar masyarakat yang singgah bisa lebih mudah. Sisi lain, ekonomi masyarakat bakal semakin bisa ditingkatkan kalau makam tokoh Islam tersebut semakin ramai dikunjungi orang. ”Meski berada di belakang bangunan Kantor KUA, tetapi makam tersebut sekarang banyak dikunjungi orang. Kebanyakan dari Jawa Timur. Tetapi ada juga dari sekitaran Magelang sini. Ini jelas potensi wisata religi. Pemkot Magelang harus meresponnya,” ungkap mantan Anggota DPRD Kota Magelang itu. (wid)
Grebeg Palawija Tandai Nyadran di Jagoan
Senin 22-04-2019,06:17 WIB
Editor : ME
Kategori :