Harapan Perajin APE Setelah PTM dan Tempat Wisata Dibuka Kembali
Senin 25-10-2021,16:18 WIB
Editor : ME
Kampung Tangguh Kota Magelang
KOTA MAGELANG, MAGELANGEKSPRES.COM - MEMANFAATKAN kursi kecil di depan rumah kerajinan miliknya, Ahmad (68) warga Kemirirejo, Rt 08 Rw 07, Magelang Tengah itu terlihat cekatan menghaluskan satu per satu kayu yang sudah berbentuk papan. Ia memolesnya dengan amplas lalu dibentuk menjadi sebuah alat permainan edukatif (APE).
Sudah puluhan tahun, Ahmad bergelut membuat mainan anak, yang semuanya berasal dari bahan kayu. Sayangnya, pensiunan ASN itu terpaksa menghentikan produksi harian karena pandemi Covid-19.
Kakek pemilik rumah perajin ”Kesuma Toys” itu hanya membuat kerajinan mainan anak ketika ada pesanan saja. Rata-rata pesanan datang dari Taman Kanak-kanak dan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) dari berbagai daerah. Walaupun tak sebanyak dulu, tapi hal itu membuatnya mampu bertahan menjadi seorang perajin hingga kini.
”Apalagi sekarang pembelajaran tatap muka (PTM) sudah dimulai kembali. Saya harap, pembelian dan pemesanan normal kembali,” kata Ahmad.
Dia mengaku, harga APE yang ia jual memang sedikit lebih mahal ketimbang yang lainnya. Hal itu karena kualitas dan standard keamanannya lebih terjamin.
”Hasil kerajinan saya sudah ber-SNI sehingga orangtua tidak perlu khawatir dengan kandungan bahannya. Semuanya aman dan terjangkau,” tuturnya.
Hasil produksi milik Ahmad pun cukup beragam. Dari mulai peralatan belajar sederhana, mobil-mobilan, puzzle, kuda-kudaan, dan lainnya semua dibuat dengan cara dilem dan dicat menggunakan cat yang aman.
”Kami tidak pernah pakai paku, apalagi sampai cat berbahaya. Pemkot Magelang sudah cukup rajin membina, agar kami menjaga kualitas, terutama soal standardisasi produksi mainan anak ini,” ucapnya.
Ahmad mengaku, kerajinan mainan anak yang ia buat itu adalah satu-satunya memiliki sertifikat SNI di Kota Magelang. Ada beberapa item yang menjadi syarat label SNI, seperti keamanan mainan, bahan cat yang ramah, kayu-kayu tidak tajam, tidak menggunakan paku, dan lain sebagainya.
[caption id=\"attachment_62857\" align=\"alignnone\" width=\"675\"] KUALITAS. Berbagai produksi alat permainan edukatif karya Ahmad sudah pernah dilabeli SNI, dan masih terus dipertahankan kualitasnya sampai sekarang.( foto-foto : prokompim kota magelang)[/caption]
”Tentu saja bahan-bahan yang dipakai membuat harganya sudah tinggi, sehingga harga jualnya pun lebih mahal ketimbang yang biasa,” ungkapnya.
Sayangnya, sertifikat SNI yang jadi kebanggaannya itu, kini dibiarkan kedaluwarsa. Pasalnya dia mengaku tidak sanggup untuk membiayai perpanjangan label SNI setiap enam bulan sekali.
”Masa berlaku SNI ini ternyata hanya 6 bulan. Tahun 2015 saya dapat label SNI itu biayanya sekitar Rp15 juta. Jujur kami tidak mampu memperpanjang sertifikat SNI,” ujarnya.
Walau tidak lagi mendapat pengakuan keabsahan SNI, dia tidak ingin mengurangi kualitas serta bahan bakunya. Ia berprinsip lebih baik penjualannya turun, tetapi kualitasnya tetap, dibandingkan dia harus mengorbankan sisi kualitasnya.
”Produk saya terkenal karena kualitasnya tetap bertahan, walaupun penjualan turun. Tapi saya tidak berani, banting harga dengan kualitas yang tidak SNI. Khawatir langganan kecewa,” tuturnya.
Sebelum pandemi melanda, ia biasa memproduksi 10 unit mainan anak edukasi. Ia mengaku butuh waktu yang relatif lama untuk membuat satu produk mainan anak dengan kualitas yang bagus.
”Tapi sejak pandemi dan PTM tidak ada, saya hanya membuat ketika dipesan saja. Jumlahnya sangat sedikit. Kadang satu bulan itu hanya sekali produksi saja,” akunya.
Sebenarnya harga yang ditawarkan pun cukup terjangkau. Untuk mendapatkan satu unit mainan anak yang sudah berlabel SNI ini, harganya mulai dari Rp30 ribu hingga Rp500 ribuan saja.
”Tergantung ukuran, bahan baku, dan tingkat kerumitan pembuatan. Kalau yang sederhana seperti puzzle itu tidak sampai Rp50 ribu, tapi kalau yang rumit bisa sampai Rp500 ribu,” ujarnya. (prokompim/kotamgl)
Tags :
Kategori :