JAKARTA - Presiden Jokowi menyampaikan ketidaksetujuannya terhadap beberapa substansi RUU inisiatif DPR ini yang berpotensi mengurangi efektivitas tugas KPK. Secara tegas orang nomor wahid di negeri ini berharap KPK harus tetap menjadi lembaga yang kuat dan didukung dengan instrumen terkait dalam tugas dan penindakannnya. \"Yang pertama, saya tidak setuju jika KPK harus memperoleh izin dari pihak eksternal untuk melakukan penyadapan, misalnya harus izin ke pengadilan, tidak,\" tegas Presiden Jokowi dalam konperensi pers di Istana Negara, Jakarta, kemarin (13/9). KPK, menurut dia, cukup memperoleh izin internal dari Dewan Pengawas untuk menjaga kerahasiaan. \"Yang kedua, Presiden juga tidak setuju penyelidik dan penyidik KPK hanya berasal dari kepolisian dan kejaksaan saja,\" imbuhnya. Menurut Presiden, penyelidik dan penyidik KPK bisa juga berasal dari unsur ASN (Aparatur Sipil Negara) yang diangkat dari pegawai KPK maupun instansi pemerintah lainnya. \"Tentu saja harus melalui prosedur rekrutmen yang benar,\" ujarnya. Yang ketiga, Presiden Jokowi juga tidak setuju bahwa KPK wajib berkoordinasi dengan Kejaksaan Agung dalam penuntutan, karena sistem penuntutan yang berjalan saat ini sudah baik sehingga tidak perlu diubah lagi. keempat, Presiden Jokoi juga tidak setuju perihal pengelolaan LHKPN (Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara) yang dikeluarkan dari KPK diberikan kepada kementerian atau lembaga lain. \"Tidak, saya tidak setuju. Saya minta LHKPN tetap diurus oleh KPK sebagaimana yang telah berjalan selama ini,\" tegas Presiden Jokowi. Presiden juga menegaskan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK telah berusia 17 tahun. Karena itu, perlu adanya penyempurnaan secara terbatas sehingga pemberantasan korupsi bisa makin efektif. \"Sekali lagi, kita jaga agar KPK tetap lebih kuat dibandingkan lembaga lain dalam pemberantasan korupsi,\" tegas. Ia juga telah mempelajari dan mengikuti secara serius seluruh masukan-masukan yang diberikan dari masyarakat, pegiat antikorupsi, dosen, dan mahasiswa, dan juga masukan dari para tokoh-tokoh bangsa yang menemuinya terkait usul inisiatif DPR untuk merevisi UU KPK. \"Ketika ada inisiatif DPR untuk mengajukan RUU (Rancangan Undang-Undang) KPK maka tugas pemerintah adalah merespons, menyiapkan DIM (Daftar Isian Masalah), dan menugaskan menteri untuk mewakili Presiden dalam pembahasan dengan DPR,\" terangnya. Presiden juga mengutarakan dirinya telah memberikan arahan kepada Menteri Hukum dan HAM dan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) agar menyampaikan sikap dan pandangan pemerintah terkait substansi-substansi di revisi Undang-Undang KPK yang merupakan inisiatif DPR ini. \"Intinya, KPK harus tetap memegang peran sentral dalam pemberantasan korupsi. Karena itu, KPK harus didukung dengan kewenangan dan kekuatan yang memadai, dan harus lebih kuat dibandingkan dengan lembaga-lembaga lain dalam pemberantasan korupsi,\" tegas Presiden. Terpisah, Jaksa Agung RI HM Prasetyo mengaku tidak mempersoalkan tidak masuknya jaksa menjadi calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode 2019-2023. \"Oh, itu ya ndak apa-apa. Di KPK kami punya 90 jaksa lebih di situ. Mereka yang nanti bekerja di sana untuk kasus-kasus yang ditangani oleh KPK,\" ujar Prasetyo di Kompleks Kejaksaan Agung, Jakarta, kemarin (13/9). Terkait kemungkinan tidak terpilihnya Johanis Tanak karena menyebut adanya intervensi dari Jaksa Agung dalam kasus yang melibatkan kader Partai NasDem H Bandjela Paliudju, Prasetyo menampik hal itu. Bahkan, ia menekankan untuk mengikuti seleksi capim KPK, Jaksa Agung yang mengusulkan kepada pansel. \"Ndak ada, konflik apa, yang mengatakan konflik kan kalian, ndak ada konflik. Saya usulkan Tanak untuk ikut seleksi capim KPK, konflik apa,\" ujar Prasetyo. Sementara itu, Mahkamah Agung (MA) meminta Nawawi Pomolango selaku pimpinan KPK terpilih periode 2019-2023, untuk melepaskan jabatannya sebagai hakim. \"Sesuai peraturan perundang-perundangan yang berlaku, Nawawi harus mundur dan melepaskan jabatan sebagai hakim,\" ujar juru bicara MA Andi Samsan Nganro melalui pesan singkat yang diterima kemarin. Samsan mengatakan ketika Nawawi sudah purna tugas sebagai pimpinan lembaga anti rasuah tersebut, Nawawi juga tidak bisa kembali bertugas sebagai hakim karier. \"Hal ini sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku,\" katanya. Lebih lanjut dia mengatakan MA tetap berharap supaya Nawawi dapat bekerja secara baik dan memberikan kontribusi dalam upaya pemberantasan korupsi di Indonesia. \"Kami mengucapkan selamat kepada Pak Nawawi Pomolango atas terpilihnya menjadi pimpinan KPK periode 2019-2023,\" ujar dia. Nawawi adalah satu dari lima orang yang dipilih Komisi III DPR untuk menjabat sebagai pimpinan KPK baru untuk periode 2019-2023. Ia dipilih menjadi pimpinan KPK setelah mengantongi 50 suara Komisi III DPR. Pria yang lahir pada 28 Februari 1962 di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara, Sulawesi Utara, itu merupakan hakim karier pertama yang berhasil mejabat sebagai pimpinan lembaga anti rasuah. Sejak akhir 2017 hingga terpilih sebagai pimpinan KPK, Nawawi menjabat sebagai hakim tinggi pada Pengadilan Tinggi Denpasar. Ketika Nawawi menjabat sebagai ketua Pengadilan Negeri Jakarta Timur, dia diperbantukan sebagai hakim Pengadilan Tipikor Jakarta. Nama Nawawi sempat mencuat setelah memutus kasus suap yang melibatkan mantan hakim Mahkamah Konstitusi, Patrialis Akbar terkait dengan uji materi UU Peternakan dan Kesehatan Hewan. Nawawi juga menjadi salah satu hakim yang memutus kasus suap dengan terpidana mantan Ketua DPD Irman Gusman, terkait dengan suap kuota gula impor. Seperti diketahui, Komisi III DPR RI memilih lima orang menjadi calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode 2019-2023, setelah melakukan pemungutan suara atau voting yang berlangsung pada Jumat dini hari. Kelima orang itu adalah Nawawi Pamolango (50 suara), Lili Pintouli Siregar (44 suara), Nurul Ghufron (51 suara), Alexander Marwata (53 suara), dan Firli Bahuri dengan 56 suara. (tim/ful/fin)
Jokowi Tolak Empat Poin
Sabtu 14-09-2019,02:22 WIB
Editor : ME
Kategori :