Kopi Magelang Punya Banyak Keunggulan, Penggiat Kopi Mulai Memperkenalkannya

Sabtu 06-03-2021,02:04 WIB
Editor : ME

MAGELANGEKSPRES.COM,MAGELANG -Para penggiat kopi Magelang mengaku jika kualitas kopi Magelang tidak kalah dari daerah lain. Bahkan memiliki cita rasa yang berbeda dan berbeda dengan daerah lain. Salah satunya kopi jenis arabika yang bercita rasa sayur-sayuran. Kopi varian baru ini dikembangkan petani kopi asal Kecamatan Pakis, Kabupaten Magelang sejak tahun 2013 lalu. Tidak hanya di Pakis tapi juga di daerah lain seperti Kajoran, Windusari dan lereng Merapi. Penggiat kopi dan juga Penguji Rasa Kopi, Maya Suci Arumi mengutarakan, kopi Magelang punya banyak keunggulan dan layak dipasarkan di kelas coffee shop. Seperti kopi di daerah Pakis, bercita rasa tomat, beri, dan pinus. “Kalau kopi yang dihasilkan petani Kaliangkrik bercita rasa pinus, dan kacang almond. Semuanya memiliki aroma yang kuat. Sementara jenis robusta, kopinya berasa cokelat, gula aren, juga rempah-rempah,” jelasnya ditemui di sela acara bincang kopi dan pameran uji rasa Kopi Magelangan di Museum BPK RI, Kamis (4/3). Di tengah berkembangnya kopi Magelang ini, ia justru menyoroti pemerintah yang kurang mendukung dalam pemasaran kopi lokal. Ia menilai pemerintah belum menerapkan kebijakan pakai kopi lokal. “Kopinya masih impor. Padahal, di Magelang banyak berdiri hotel-hotel. Tamu-tamu turis juga kerap mampir berwisata di kawasan Borobudur. Setidaknya, kopi Magelang dipajang di lobi hotel itulah,” ungkapnya. Hal yang sama juga diungkapkan Nur Rahmad yang juga sebagao penggiat kopi. Ia mengaku melakukan pendampingan kepada petani supaya petani Magelang percaya diri dan mampu menanam kopi dengan kualitas yang baik. Muhammad Amin, salah satu petani kopi asal Pakis mengatakan, petani mulanya menanam kopi untuk tujuan konservasi. Namun, ternyata memiliki dampak yang bernilai ekonomi cukup tinggi. Sejak tahun 2013 sampai sekarang setidaknya sudah empat kali panen dengan hasil terus meningkat. “Ini yang unik, kami menanam bibit kopi di galengan atau pematang sawah dengan tujuan menahan erosi. Ada juga yang ditanam di tengah sawah guna menahan air agar tidak langsung ke sungai,” ujarnya saat Bapak yang juga Ketua Kelompok Tani Mekar Sari ini menuturkan, dipilihnya tanaman kopi agar tidak mengganggu masuknya cahaya matahari yang dibutuhkan tanaman utama petani, yakni sayuran. Mengingat, tinggi pohon kopi maksimal sekitar 1,5 meter. Baca Juga TMMD di Magelang Utara Tumbuhkan Kembali Semangat Gotong Royong “Seandainya pakai tanaman keras lain, bisa menghalangi sinar matahari dan menghambat tanaman utama kami berupa sayuran. Nah, karena ditanam di area lahan sayuran ini maka muncul cita rasa sayurannya,” katanya. Amin yang tinggal di Dusun Jerukan, Desa Jambewangi, Kecamatan Pakis ini mengaku, percobaan model tanaman tumpang sari ini dikatakan berhasil. Ribuan kopi yang ditanaman pada ketinggian 1.200-1.400 mdpl ini terus berbuah, setelah tiga sampai empat tahun masa tanam. Ia menyebutkan, pada panen perdana tahun 2016 lalu menghasilkan 45 kilogram biji kopi. Kemudian panen kedua tahun 2017 meningkat jadi 250 kilogram. Selanjutnya di tahun 2018 sebanyak 750 kilogram, dan tahun 2019 mencapai 1,5 ton. “Pohon kopi yang berbuah sampai sekarang ada sekitar 2.250 pohon kopi,” tutur petani kubis dan wortel itu seraya menambahkan, kopi di daerahnya ini sudah mampu menembus pasar nasional, seperti di Jakarta, meski di masa pandemi Covid-19 mengalami sedikit penurunan. (hen)

Tags :
Kategori :

Terkait