MAGELANGEKSPRES.COM,JAKARTA - Deputi Bidang SDM Aparatur Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi-Birokrasi (Kemenpan RB) Setiawan Wangsaatmaja menegaskan larangan perekrutan tenaga honorer oleh instansi pemerintah baik pusat maupun daerah. Hal ini sejalan dengan kebijakan pemerintah yang menghapus tenaga honorer. Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 49 Tahun 2018 tentang Manajemen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja, terdapat masa transisi selama lima tahun bagi tenaga honorer. Penghapusan tenaga honorer dilakukan bertahap hingga tahun 2023. Pemerintah akan menerapkan sanksi bagi instansi pemerintahan yang tetap melakukan perekrutan tenaga honorer pada pada masa transisi. Saksi sesuai pasal 96 PP No. 49 Tahun 2018 yakni ayat 1 bahwa PPK dilarang mengangkat pegawai non-PNS dan/atau non-PPPK untuk mengisi jabatan ASN. Pada ayat 2 tentang larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku juga bagi pejabat lain di lingkungan instansi pemerintah yang melakukan pengangkatan pegawai non-PNS dan/atau non-PPPK. Sedangkan ayat 3 tertera bahwa PPK dan pejabat lain yang mengangkat pegawai non-PNS dan/atau non-PPPK untuk mengisi jabatan ASN dikenakan sanksi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. ”Instansi tersebut akan mendapat sanksi. Pasal 96 PP 49 Tahun 2018 menyebutkan, yang masih mekukan perekrutan akan diberikan sanksi sesuai ketentun peraturan perundang-undangan,” ujar Setiawan dalam konferensi pers di Kantor KemenPAN-RB, Jakarta, Senin (27/1). Kendati ia tidak menjelaskan secara detail sanksi yang akan diberikan kepada para pelanggar perekrutan selama masa transisi. \"Sanksinya diputuskan dengan kementerian terkait,\" ucap Setiawan. Dia menambahkan, meski ada larangan perekrutan pegawai honorer, instansi pemerintah bisa menambah pekerja, seperti tenaga ahli atau dengan skema pihak ketiga untuk mengisi posisi yang dibutuhkan. Pemerintah menyarankan kepada pegawai honorer mengikuti seleksi CPNS dan PPPK sesuai dengan prosedur yang berlaku dalam masa transisi hingga tahun 2023. ”Ada transisi lima tahun, jadi diharapkan silakan tenaga honorer untuk mengikuti seleksi CPNS dan PPPK sesuai dengan prosedur yang ada. Masa transisi lima tahun ini untuk merapikan, kalau tidak akan terus ada masalah,” kata Setiawan. Saat ini pemerintah sedang mengkalkulasi kebutuhan tenaga kerja. Sebenarnya hal ini bisa saja dilakukan dalam waktu satu sampai dua tahun. Hanya saja terganjal kemampuan anggaran dari masing-masing instansi pemerintah. Meski begitu, tiap instansi tetap diperbolehkan mengajukan jabatan yang dibutuhkan. Untuk mekanisme PPPK sudah seperti yang ditetapkan seperti melaporkan kepada Kemenpan-RB. Memang tiap tahun akan ada evaluasi. Dari berbagai permintaan tersebut akan dipertimbangkan dari segi kebutuhan dan melihat skala prioritas. Jika sudah disetujui Menteri PANRB, maka dilanjutkan diskusi dengan Kementerian Keuangan dan meminta pertimbangan teknis dari Badan Kepegawaian Negara dan melibatkan juga Kementerian terkait. ”Jadi Kementerian PANRB tidak sendiri tapi kita pertimbangkan teknis dari sisi jumlah maupun keuangan,” kata Setiawan. Sementara itu, terkait tenaga pendukung di lingkungan instansi pemerintah seperti tenaga ahli, satuan keamanan, petugas kebersihan, juri masak dan pengemudi perekrutannya melalui pihak ketiga. Saat ini, ada 438.590 tenaga honorer K2 yang tidak lolos seleksi tahun 2013. Secara bertahap para tenaga honorer ini didorong untuk mengikuti seleksi menjadi ASN baik lewat jalus CPNS maupun PPPK. Lebih lanjut Setiawan menerangkan ada tiga jabatan tenaga honorer yang diprioritaskan untuk ditangani selama masa transisi hingga 2023. Jabatan tersebut antara lain tenaga pendidikan dan tenaga kesehatan. ”Kebijakan pemerintah untuk penanganan tenaga honorer KII sebagaimana komposisi aparatur sipil negara diprioritaskan kepada tenaga pendidikan dan tenaga kesehatan,” ujar Setiawan. Skala prioritas, menurut Setiawan, diambil lantaran pemerintah saat ini tengah memperbaiki komposisi aparatur sipil negara, yang saat ini paling banyak diisi tenaga administrasi. Persentase tenaga administrasi saat ini adalah 39,1 persen dari total formasi PNS. Padahal, pemerintah lebih membutuhkan pegawai teknis untuk bisa berlari kencang. Tenaga administrasi juga mendominasi jumlah tenaga honorer KII yang belum diangkat oleh pemerintah. Hingga 2013, jumlah tersebut adalah sebesar 249.400 tenaga administrasi honorer. Sementara itu, dari data yang sama hingga 2013 soal tenaga honorer KII, ada 157.210 guru, 86 dosen, dan 6.091 tenaga kesehatan yang belum diangkat sebagai pegawai pelat merah. Dari jumlah tersebut, 12.883 orang guru dan 464 orang tenaga kesehatan berpotensi mengikuti seleksi Calon Pegawai Negeri Sipil. Bagi yang gagal atau tidak bisa seleksi lantaran tidak memenuhi persyaratan, mereka bisa mengikuti rekrutmen (PPPK). Sementara bagi yang tak bisa masuk ke skema tersebut, mereka masih diberi kesempatan bekerja sesuai kebutuhan instansi dan peraturan yang berlaku, dengan bayaran sesuai upah minimum regional. Dari potensi tersebut, 6.638 guru honorer telah lolos seleksi CPNS 2018 dan 2.115 orang tidak lulus. Sementara 4.328 tidak mendaftar CPNS 2018. Berikutnya, ada 55.937 orang yang mengikuti seleksi PPPK 2019. Sebanyak 34.954 orang memenuhi nilai ambang batas seleksi, namun belum diangkat. Pada formasi tenaga kesehatan, 173 orang lolos seleksi CPNS 2018 dan 38 orang tidak lolos. Sementara, yang lolos ambang batas seleksi PPPK 2019 ada sebanyak 1.792 orang. Pada formasi tenaga penyuluh pertanian, 11.670 orang telah memenuhi ambang batas seleksi PPPK 2019. Langkah yang bakal diambil terhadap para tenaga honorer setelah masa transisi selesai, tutur Setiawan, Kementeriannya akan melakukan evaluasi serta berkoordinasi dengan kementerian terkait, misalnya Kemendikbud, Kemenkeu, dan Kemendagri. Menyusul dengan kebijakan yang ada, Badan Kepegawaian Negara (BKN) kembali menekankan tidak ada pengangkatan secara otomatis pegawai honorer menjadi Pegawai Negeri Sipil atau Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja menyusul wacana penghapusan istilah tenaga honorer di instansi pemerintah. ”Sebenarnya tidak ada kesepakatan antara Komisi II, BKN dan Menteri PAN-RB untuk mengangkat secara otomatis tenaga honorer menjadi PNS/PPPK,” ujar Pelaksana tugas Kepala Biro Humas BKN Paryono. Dia mengatakan isu penghapusan tenaga honorer berawal dari kesimpulan rapat Komisi II DPR RI dengan pemerintah yang diwakili BKN dan Menpan pada Senin, 20 Januari 2020. Nah dalam rapat tersebut Komisi II DPR RI, Kementerian PAN-RB dan BKN menyepakati tidak ada lagi status pegawai di instansi pemerintah selain PNS dan PPPK sesuai yang diatur pasal 6 UU No. 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara. Dengan demikian, sambung dia, ke depan secara bertahap tidak ada lagi istilah atau status pegawai tetap, pegawai tidak tetap, pegawai honorer dan sebagainya dalam instansi pemerintah. Yang ada hanya lah pegawai dengan status PNS atau PPPK. Terpisah Wakil Ketua Komisi II DPR RI Arwani Thomafi mengatakan pemerintah perlu melanjutkan seleksi formasi khusus tenaga honorer K-II yang sudah dijalankan pada tahun 2013 dan 2018 agar tenaga honorer bisa beralih status menjadi PNS atau PPPK. ”Kami minta seleksi honorer dilanjutkan secara lebih serius sehingga semuanya nanti bisa beralih status baik sebagai PNS atau PPPK,” ujar Arwani. Sementara itu Anggota Komisi II DPR RI Sodik Mudjahid sebelumnya menyampaikan agar pemerintah memprioritaskan tenaga honorer yang sudah bekerja lama di kementerian/lembaga untuk diangkat menjadi PNS. ”Komisi II DPR RI memang meminta agar sisa tenaga honorer lama yang memenuhi syarat, diprioritaskan untuk diangkat menjadi PNS,” kata Sodik. (dim/fin/ful)
Penghapusan Tenaga Honorer Sampai 2023
Selasa 28-01-2020,04:14 WIB
Editor : ME
Kategori :