MAGELANGEKSPRES.COM, MAGELANG SELATAN - Masalah keterbatasan tenaga kerja masih menjadi persoalan sejumlah usaha batik, terutama yang termasuk kategori usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) di Kota Magelang. Selain tenaga kerja, persoalan lain yakni kurangnya modal yang kuat, sehingga membuat hasil produksi batik di Kota Magelang, sulit untuk bersaing dengan pengusaha batik di luar daerah. Pemilik Naris Batik, Kelurahan Jurangombo Selatan, Magelang Selatan, Naris Pradjoko mengaku, kerap kewalahan menerima pesanan dari pelanggan, terutama membuat batik yang cukup beragam, baik dari motif maupun bahan. “Masalah yang kerap saya rasakan adalah kurangnya tenaga kerja dan juga modal. Apalagi kami juga belum punya mesin yang memudahkan proses. Rata-rata tidak tertarik bekerja membuat batik, apalagi dari kalangan anak muda,” kata Naris, Jumat (25/1). Kendati diimpit berbagai persoalan, dia mengaku tetap bersemangat memproduksi batik khas Kota Magelang. Banyak motif yang ia buat seperti motif Jagoan, Bayeman, Kanthil, Sekar Jagad, Magelang Sejuta Bunga, dan sebagainya, serta yang menjadi ikon Kota Magelang adalah Water Torn. “Kami tetap bekerja keras membuat batik dan makin mempopulerkannya ke masyarakat luas. Tidak hanya warga lokal Magelang saja, tapi juga luar kota bahkan luar negeri,” ujarnya. Ia mengatakan, untuk mencegah persaingan tidak sehat, Naris yang sudah memiliki 6 orang karyawan itu mengaku, kerap berkomunikasi dengan para perajin lainnya melalui wadah paguyuban. Apalagi, ia yang bertindak sebagai ketua paguyuban tersebut dinilai makin memudahkan komunikasi. “Anggota paguyuban ada sekitar 16 perajin batik di seluruh Kota Magelang. Kami sering kumpul dan komunikasi, terkadang juga sharing tentang banyak hal seputar batik serta pemasarannya. Kami juga sering ikut pameran bersama yang hasilnya lumayan,” jelasnya. Kendala serupa dirasakan rumah produksi Batik nAnom di wilayah Kelurahan Kramat Selatan. Marni, salah satu pekerja di Batik nAnom mengutarakan, kekurangan tenaga kerap dirasakan saat menerima banyak pesanan dari pelanggan. “Kita susah mencari tenaga kerja pas pesanan sangat banyak. Apalagi, pesanan memiliki kerumitan sendiri dari motif, warna, bahan, dan lainnya. Terkadang kami sampai kewalahan menerima pesanan,” paparnya. Sama halnya dengan Naris, meski kendala sering menghampiri, Marni tetap menatap optimis ke depan usaha batik yang dimiliki Agus Nur Asikin ini terus berkembang dan maju. Hal ini mengingat potensi pasar yang ada juga masih bagus baik untuk pasar lokal Magelang maupun luar daerah, bahkan mancanegara. “Beberapa kali batik kami dibeli pelanggan dan dibawa ke luar negeri sebagai oleh-oleh. Sejauh ini memang kami belum mengirim sendiri batiknya ke luar negeri, tapi optimis ke depan pasti bisa,” ucapnya. (wid)
Pengusaha Batik Keluhkan Minimnya Tenaga Kerja
Sabtu 26-01-2019,08:02 WIB
Editor : ME
Kategori :