MAGELANGEKSPRES.COM,JAKARTA - Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) mencatat, hingga September 2020 realisasi bantuan paket data internet telah disalurkan kepada 27,3 juta guru, siswa, mahasiswa dan dosen. Jumlah tersebut belum sampai separuh dari target penerima bantuan yang totalnya mencapai sekitar 59 juta penerima. Plt. Kepala Pusat Data dan Informasi (Pusdatin) Kemendikbud, Hasan Chabibie mengatakan bahwa dari total paket bantuan yang sudah diberikan, tertinggi diterima oleh siswa jenjang SD yaitu sebanyak 11,3 juta siswa. Menurutnya, jumlah ini akan terus bertambah sesuai dengan masukan data dari sekolah. kata dia, Setiap bulannya, akan ada dua periode pengiriman bantuan yaitu pada tanggal 22-24 dan 28-30. \"Buat teman-teman yang mungkin belum masuk, masih diberikan kesempatan untuk memperbaiki di Dapodik. Kemudian nanti kita inject lagi ke 22 Oktober,\" kata Hasan, dalam diskusi daring, Selasa (29/9). Hasan menjelaskan, salah satu faktor yang menyebabkan belum terdaftarnya para penerima bantuan internet dalam Dapodik dan PDDikti karena Surat Pernyataan Tanggung Jawab Mutlak (SPTJM) belum sesuai ketentuan, sehingga belum diterima. \"Bisa juga, sekolah atau masyarakat tidak mendaftar karena merasa tidak membutuhkan. Jika memang masyarakat menilai tidak membutuhkan bantuan, Hasan mengatakan dirinya memahami keputusan tersebut,\" terangnya. Selain itu, kata Hasan, terkait jumlah anggaran bantuan paket data internet yang mencapai Rp7,2 triliun ini, jika ternyata kuota internet yang dibutuhkan kurang dari anggaran, maka akan dikembalikan ke Kementerian Keuangan. \"Misalnya September ini kami 27,3 juta itu, ya segitu yang kami ambil. Kalau Oktober naik jadi 30 juta, ya itu yang kita ambil. Sisanya tidak akan kita ambil, sisanya akan kembali ke negara,\" tuturnya. Di sisi lain, pihaknya juga membuka masukan dari masyarakat mengenai daftar aplikasi yang bisa dibuka di dalam kuota belajar. Artinya, jika masyarakat menemukan aplikasi atau laman belajar yang baik, tapi belum masuk ke kuota belajar maka bisa mengirimkan masukan Pusat data dan Informasi (Pusdatin). \"Kalau ada sekolah atau kampus atau lembaga yang selama ini mengelola start up pembelajaran, ingin memasukan sebagai kuota belajar. Kami sangat senang hati. Silakan informasikan kepada kami, dalam bentuk surat ke Pusadtin,\" ujarnya. \"Karena yang pasti, daftar aplikasi yang ada sekarang ini bukan harga mati. Kami akan terus mengupdate,\" imbuhnya Dapat disampaikan, Kemendikbud telah menentukan 19 aplikasi pembelajaran yang telah bekerja sama dan dapat diakses menggunakan subsidi kuota belajar. Menanggapi hal itu, Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) mengkritisi adanya sejumlah aplikasi yang terdaftar di kuota belajar tidak populer digunakan dalam melaksanakan pembelajaran daring selama ini. Pihaknya meragukan kredibilitas lima di antara 19 aplikasi tersebut. \"Kami telah menelusuri aplikasi tersebut. Setidaknya kata Fahriza, dari 19 aplikasi yang ditawarkan, terdapat lima aplikasi yang diragukan kemampuannya,\" kata Wakil Sekretaris Jenderal FSGI, Fahriza Tanjung. Kecurigaan pertamanya tertuju pada aplikasi Aminin yang berfokus pada materi pembelajaran agama Islam. Berdasarkan data Google Playstore per tanggal 26 September 2020, aplikasi itu baru diunduh sebanyak 1.000 kali. Aplikasi yang berikutnya ialah AyoBelajar. Fahriza mengaku heran, karena aplikasi tersebut baru diunduh 5.000 kali, namun telah dipercaya oleh Kemendikbud untuk memfasilitasi pembelajaran daring. \"Lalu, Birru ini tidak jelas ya, baru 100 kali di-download, artinya ketika penentuan aplikasi ini menjadi aplikasi yang ada dalam kuota belajar, aplikasi ini baru dibangun, patut dipertanyakan kenapa aplikasi yang baru dibangun itu bisa masuk dalam kuota belajar,\" terangnya. Kemudian, lanjut Fahriza, ada Eduka yang baru diunduh 1.000 kali. Parahnya, aplikasi berbasis soal ujian itu terakhir diperbaharui pada 19 Oktober 2019. \"Hampir setahun yang lalu (di-update), Ganeca Digital juga begitu yang hanya di-download 1.000 kali. Dari 19 aplikasi yang ada itu, kami melihat ada beberapa aplikasi yang kapasitas dan kredibilitasnya patut diragukan, ini kan berpotensi sia-sia jika aplikasi ini dimasukkan dalam kuota belajar,\" tuturnya. Pihaknya semakin heran, ketika aplikasi sekelas Kelas Pintar dan Brainlymalah tidak masuk daftar fasilitas untuk dapat diakses melalui kuota belajar. Pasalnya dua aplikasi itu sudah diunduh hingga satu juta kali. \"Kami juga menelusuri dan membandingkan, Kelas Pintar sudah satu juta kali di-download, ini sudah masuk aplikasi pembelajaran Kemendikbud, tapi pada kuota belajar tidak dimasukkan. Lalu brainly juga, kenapa enggak dimasukkan,\" pungkasnya. Seperti diketahui, Di dalam petunjuk teknis yang dikeluarkan Kemendikbud beberapa waktu lalu, seluruh siswa, guru, mahasiswa, dan dosen yang terdaftar di Data Pokok Pendidikan (Dapodik) akan mendapatkan bantuan paket data internet dengan dibagi ke dalam dua jenis kuota yakni umum dan belajar. Kuota umum adalah kuota yang dapat digunakan untuk mengakses seluruh laman dan aplikasi. Sementara kuota belajar adalah kuota yang hanya dapat digunakan untuk mengakses laman dan aplikasi pembelajaran, dengan daftar yang tercantum pada http:kuota-belajar.kemdikbud.go.id. Paket kuota internet untuk peserta didik PAUD mendapatkan 20 GB per bulan dengan rincian 5 GB untuk kuota umum dan kuota belajar 15 GB. Peserta didik jenjang pendidikan dasar dan menengah mendapatkan 35 GB per bulan dengan rincian 5 GB untuk kuota umum dan kuota belajar 30 GB. Sementara itu paket kuota internet untuk pendidik pada PAUD dan jenjang pendidikan dasar dan menengah mendapatkan 42 GB per bulan dengan rincian 5 GB kuota umum dan 37 GB kuota belajar. Paket kuota internet untuk mahasiswa dan dosen mendapatkan 50 GB per bulan dengan rincian 5 GB kuota umum dan 45 GB kuota belajar. (der/fin)
Penyaluran Subsidi Internal Belum Capai Target
Rabu 30-09-2020,06:20 WIB
Editor : ME
Kategori :