Peringati HTTS, MTCC UM Magelang Bagian Masker dan Stiker

Selasa 02-06-2020,02:33 WIB
Editor : ME

MAGELANGEKSPRES.COM,MAGELANG -Setiap  31 Mei diperingati sebagai World No Tobacco Day atau Hari Tanpa Tembakau Sedunia (HTTS).  Dalam rangka HTTS, MTCC UM Magelang membagikan masker, stiker Lawan Covid-19 dengan Stop Rokok, dan snack kepada masyarakat  di 8 titik di Kota dan Kabupaten Magelang, Sabtu (30/5). Retno Rusdjijati, Ketua MTCC UMMagelang mengatakan upaya menekan jumlah perokok anak (generasi muda) harus menjadi agenda bersama, baik pemerintah dan masyarakat secara komprehensif. Karena itu, semua program kerja kementerian harusnya sinkron dengan upaya penurunan jumlah perokok anak.  Jadi, bukan hanya melakukan edukasi dan meningkatkan kesadaran masyarakat saja, namun juga diperlukan peraturan yang kuat dan penegakan hukum yang tegas.  \"Komitmen lain dari  MTCC UMMagelang adalah  terus mendorong kepala daerah untuk menetapkan dan menegakkan regulasi Kawasan Tanpa Rokok (Perda KTR).  Apalagi di masa pandemic Covid 19 ini, Perda menjadi kampanye kepada masyarakat , akan bahaya asap rokok dan akibat buruknya pada penurunan ketahanan tubuh dalam antisipasi virus,\"kata Retno. Dijelaskan Retno, HTTS tahun 2020 ini dengan tema global menyoroti Perlindungan Anak dari manipulasi Industri dan Penggunaan Rokok serta Nikotin. Selanjutnya, MTCC UMMagelang mempertajam topik HTTS dengan  “Lawan Covid 19 dan Intervensi Industri Rokok Melalui Budaya Tanpa Tembakau di Kalangan Generasi Muda”.   Mengapa generasi muda? Beberapa kajian MTCC UMMagelang menunjukkan fakta parahnya capaian pembangunan SDM di Indonesia.   Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018, prevalensi perokok anak-anak mencapai 9,1%. Angka itu naik dari angka pada 2013 yang hanya 7,2%.   Hasil penelitian menunjukkan sebanyak 32,1% siswa Indonesia di rentang usia 10-18 tahun pernah mengonsumsi rokok (PKGR, 2019).  Selanjutnya sebanyak 43,4% di antaranya mulai merokok pada usia 12-13 tahun (saat mengikuti pendidikan SMP).  \"Tingginya perokok anak ini tidak lepas  dari lemahnya penegakan hukum. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 109 tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan, penjual dilarang menjual kepada anak. Praktiknya, tidak pernah ada sanksi bagi mereka yang menjual rokok kepada anak-anak,\"jelas Retno. Selanjutnya, MTCC UMMagelang menyatakan bahwa perlu sikap tegas Pemerintah Indonesia pada  industri rokok.  Fakta menunjukkan bahwa industri rokok leluasa merayu generasi muda melalui iklan dan sponsor. Penurunan angka prevalensi rokok anak saat ini hanya bisa diatasi jika akses anak-anak terhadap rokok dijauhkan.  Indonesia juga satu-satunya negara di Asia Tenggara yang masih mengizinkan iklan tembakau langsung di televisi dengan hanya pembatasan larangan iklan radio dan televisi pada siang hari. Generasi muda negara ini terpapar iklan rokok di toko, papan iklan, dan internet, serta melalui sponsor untuk konser musik, liga olahraga, dan acara. Fakta ironis lainnya adalah Indonesia menjadi satu dari delapan negara di dunia yang belum menandatangani Konvensi Kerangka Kerja Organisasi Kesehatan Dunia tentang Pengendalian Tembakau, yang mencakup pembatasan pada perusahaan tembakau kelompok lobi dan penjualan kepada anak-anak . Belum lagi kebijakan Pemerintah Indonesia yang melakukan pendekatan berbeda terhadap rokok elektronik (e-rokok atau vape). Vaping telah menjadi alternatif populer bagi warga muda Indonesia, dengan menerapkan pajak 57 persen lebih tinggi untuk tembakau cair (semestinya sama juga perlakuan  untuk industri rokok biasa). Data Balitbang Kesehatan Kementerian Kesehatan pada 2019, juga menjadi perhatian MTCC UMMagelang.  Kebijakan kenaikan cukai rokok diperkirakan bakal mendatangkan pemasukan hingga Rp173 triliun ke kas negara pada 2020. Meski begitu, kenaikan cukai ini sebenarnya kontras dengan kerugian ditanggung negara akibat penyakit yang disebabkan rokok. Kerugian akibat penyakit yang berkaitan dengan rokok mencapai Rp4.180,27 triliun. Kerugian itu dihitung dari nilai produktivitas yang hilang karena penyakit.  Kenaikan biaya cukai rokok  yang kerap kali dilakukan pemerintah dinilai tidak akan efektif apabila rokok masih bisa diperjualbelikan secara eceran. \"Kenaikan cukai rokok semestinya dibarengi dengan pembatasan penjualan untuk anak-anak dibawah 18 tahun. Salah satu hal yang semestinya dilakukan pemerintah untuk dapat menekan jumlah perokok di Indonesia, yakni dengan tidak melakukan penjualan rokok secara yakni dengan tidak melakukan penjualan rokok secara eceran atau per batang,\"tandasnya.(hen)

Tags :
Kategori :

Terkait