Presiden Dibuat Galau

Rabu 02-10-2019,03:38 WIB
Editor : ME

Akademisi: Tjahjo Kumolo Harus Bisa Beri Masukan Terbaik JAKARTA -Gelombang desakan publik yang meminta Presiden Joko Widodo segera menerbitkan peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) makin gencar. Sementara, para pembantu Presiden terkesan pasrah melihat kondisi ini. Terlebih, muncul pernyataan Wakil Presiden Jusuf Kalla yang berharap Presiden tidak perlu penerbitkan Perppu. JK beralasan, hasil revisi UU KPK baru saja disahkan. Praktiknya belum dilaksanakan. Dan langkah menganulir keputusannya sendiri lewat surat presiden (surpres) membuat frame, hilangnya kewibawaan pemerintah. Melihat dinamika yang muncul, Pengamat Hukum dan Tata Negara Yusdiyanto Alam mengatakan, sejak awal draf revisi UU KPK memang manjadi bahan perdebatan. Celah-celah yang memunculkan protes, sangat terbuka lebar. Sayangnya Pemerintah, khususnya Kementerian Hukum dan HAM, tidak responsif terhadap kondisi ini. \"Sudah banyak perdebatan. Sehingga saat ini masuk dalam gugatan atau uji materil di MK. Anda bisa bayangkan dalam kurun waktu 13 hari, tiba-tiba draf revisi UU KPK itu kelar. Sementara publik, nyaris tidak memahami poin-poin yang ada. Silahkan tanya saja ke akademisi hukum lainnya, apa benar pernyataan saya ini,\" tandas Yusdiyanto kepada Fajar Indonesia Network (FIN). Yusdiyanto menilai, revisi UU KPK lebih mengedepankan kepentingan oligarki dibandingkan mematapkan posisi KPK. \"Kalau pun ini memantapkan posisi KPK, sejak awal saya sampaikan, konsep menguatkan itu seperti apa. Lalu skema dewan pengawas pola kerjanya seperti apa, dan tatanan kerjanya seperti apa,\" tandasnya. Atas kondisi ini, Yusdianto berharap Presiden harus berada di pihak rakyat. \"Semua harus clear. Tinggalkan dulu kepentingan politik. Tak apa-apa dibilang tak berwibawa untuk sebuah keputusan yang baik. Kalau pun itu terjadi, poin-poinnya terang-benerang. Pelaku korupsi yas sikat! tandasnya. Yusdiyanto juga menyingung peran pembantu presiden yang dinilai minim dalam memebrikan pemahaman ke publik. \"Harus ada pendekatan, bukan pada tataran elit saja. Jujur, dengan kondisi ini saya kasihan dengan Presiden, beliau di tengah persimpangan jalan, dibuat galau,\" timpal Dosen Fakultas Hukum, Universitas Lampung itu. Terpisah, Wakil Presiden Jusuf Kalla menegaskan rencana perppu tentang KPK justru akan menunjukkan lemahnya kewibawaan Presiden Joko Widodo karena menganulir keputusannya sendiri lewat surpres. \"Baru saja Presiden teken berlaku (revisi UU KPK), masa langsung Presiden sendiri menarik itu. Dimana kita mau tempatkan kewibawaan Pemerintah? Baru meneken berlaku lalu satu minggu kemudian ditarik lagi. Logikanya dimana?\" kata Wapres JK kepada wartawan, kemarin (1/10). Penerbitan perppu juga tidak serta merta menjamin emosi masyarakat mereda sehingga unjuk rasa di Jakarta dan sejumlah daerah akan terhenti, tambah Wapres. \"Belum tentu juga. Siapa yang menjamin?\" tambahnya. Wapres pun berpendapat agar polemik UU KPK yang sudah direvisi itu diselesaikan di Mahkamah Konsitusi melalui uji materi, meskipun UU baru tersebut belum dinomori. \"Saya tidak ingin memberikan komentar tentang perppu karena sudah berjalan di MK. Lebih baik kita tunggu apa yang di MK, kan sudah berjalan proses di MK,\" katanya. Sebelumnya, Presiden Joko Widodo mengatakan akan mempertimbangkan menerbitkan Perppu KPK untuk mengganti UU tentang KPK yang telah disepakati DPR dan Pemerintah untuk direvisi. Pada saat pembahasan revisi UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK, Presiden telah mengirimkan surpres ke DPR. Surpres itu berisi bahwa Presiden Jokowi memerintahkan Menteri Hukum dan HAM (Menkumham), yang saat itu dijabat Yasonna Laoly, dan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Syafruddin sebagai wakil Pemerintah dalam pembahasan revisi. Terpisah Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo yang baru saja ditunjuk oleh Presiden Presiden Joko Widodo sebagai Pelaksana Tugas (Plt) Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Memkumham) belum dapat memberikan penjelasan terkait masukan-masukan yang digulirkan publik. Menindaklanjuti hal ini, politisi dari PDI Perjuangan itu, akan segera bergerak, melakukan langkah-langkah dalam menguatkan koordinasi dengan jajaran Kemenkumham. \"Besok pagi (2/10) saya akan menggelar rapat dengan jajaran eselon I Kemenkumham,\" singkat Tjahjo membalas pesan singkat dari Fajar Indonesia Network (FIN), kemarin (1/10). \"Saya sebagai pembantu Presiden siap melaksanakan tugas sebagaimana keputusan Presiden tersebut dengan penuh tanggung jawab. Terima kasih perhatiannya,\" papar Tjahjo. Tjahjo mengisi posisi Yasona Laoly yang mengundurkan diri sebagai Menkumham karena dilantik sebagai Angggota DPR RI periode 2019-2024. Meski dalam waktu singkat menduduki posisi seksi ini, tentu tidak mudah bagi Tjahjo dalam mengurai persoalan yang muncul dewasa ini Terlebih, dengan doroangan berupa aspirasi publik yang berharap, Kemenkumham mampu mendegradasi desakan publik, dengan mengimplementasikan tuntutan yang muncul. Masih berkaitan dengan desakan terhadap terbitnya Perppu, Gabungan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Jakarta melakukan aksi damai di depan Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, menuntut percepatan pelantikan pimpinan KPK. Mereka memulai aksi demo pada pukul 14.50 WIB. Peserta aksi menggunakan almamater berwarna krem, hijau, merah dan kuning. Ada juga peserta yang hanya menggunakan kaos biasa tanpa identitas kampus meski mengaku bagian dari BEM Jakarta.\"Kami sudah tidak percaya dengan Agus Raharjo sebagai pimpinan KPK saat ini. Mereka yang saat ini menduduki pucuk pimpinan KPK sudah penuh dengan kepentingan politik,\" kata Koordinator Lapangan BEM Jakarta Pegi Aurora di depan Gedung KPK. Mereka menyampaikan tiga imbauan lainnya kepada masyarakat yang menolak RKUHP dan UU KPK yang dirancang oleh DPR RI. Pertama, mereka mengajak masyarakat agar tidak mengintervensi dan menekan Presiden Joko Widodo untuk mengeluarkan Peraturan Pemerintah menganulir UU KPK yang telah disahkan. Kedua, mereka mendesak pelantikan pimpinan KPK yang baru untuk periode 2019- 2024. Ketiga, mereka berharap KPK bersih dari kepentingan politik praktis. Mereka juga mengecam tindakan anarkis terhadap para pendemo yang menolak RKUHP dalam seminggu terakhir di Gedung DPR RI. \"Kami tolak dan kecam aksi anarkis di depan DPR RI, kalau perlu Pak Polisi kami siap bantu tangkap-tangkapin yang rusuh-rusuh itu,\" kata Pegi. Untuk diketahui, BEM Jakarta merupakan gabungan dari 14 kampus di wilayah DKI Jakarta, yaitu Universitas Azzahra, Universitas Islam Jakarta, STIE Swadaya, Teknik YAI, Univeritas Bung Karno dan Universitas Nahdlaltul Ulama Indonesia. Univetsitas Yarji, Universitas Al-Aqidah, Univeristas Mpu Tantular, Universitas UKI, Unindra, STMIK Jayabaya dan Universitas 17 Agustus 1945. (fin/ful)

Tags :
Kategori :

Terkait