Sikap BPJS Bikin Panas!

Sabtu 04-04-2020,03:26 WIB
Editor : ME

MAGELANGEKSPRES.COM,JAKARTA - Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS Kesehatan) belum juga memberlakukan tarif baru pasca diterimanya salinan keputusan Mahkamah Agung (MA) terkait pembatalan kenaikan iuran BPJS Kesehatan. Alasannya masih mempelajari isi dari putusan tersebut. Sontak saja, apa yang disampaikan pihak BPJS menuai reaksi. Ketua Koordinator Nasional Masyarakat Peduli Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (Kornas MP BPJS) Hery Susanto menegaskan keputusan MA yang membatalkan suatu ketentuan tidak langsung berlaku sejak putusan itu dibacakan, yang mana tercermin dari ketentuan dalam Perma yang mengatur hukum acara pengujian peraturan perundang-undangan. Dalam putusannya, MA menyatakan peraturan perundang-undangan yang dimohonkan keberatan tersebut sebagai tidak sah atau tidak berlaku untuk umum serta memerintahkan kepada instansi yang bersangkutan segera mencabutnya. Itu sudah jelas. Problem yang ada sekarang, tarif baru masih juga berlaku. ”Sampai sekarang tidak dibekukan, apalagi direvisi,” terang Hery Susanto, kepada Fajar Indonesia Network (FIN). Problem yang ada, peserta tetap bayar sesuai dengan ketentuan saat ini. ”Pertanyaannya, bagaimana dengan mereka yang sudah bayar. Misalnya dari Maret sampai dengan sekarang, yang secara jelas mahal, dan membebani rakyat. Tolong BPJS, kami berharap kerja cepat,” tegasnya. Dari hasil klarifikasi, sampai saat ini belum jelas kapan tarif itu direvisi. ”Kalau harus menunggu 90 hari sejak salinan putusan MA diterima, jelas saja memberatkan masyarakat karena mahal. Tolong dipahami, saat ini masyarakat sedang susah dengan mewabahnya Virus Corona. Kalau dikembalikan juga formatnya tidak jelas itu, di lapangan bingungkan warga. Ingat lho iuran BPJS Kesehatan itu bersifat wajib setiap bulan, itu uang hangus,” paparnya. Dalam praktiknya, sambung Hary, terkadang Pejabat yang bersangkutan tidak melaksanakan kewajibannya, namun demi hukum peraturan peraturan perundang-undangan yang bersangkutan tidak mempunyai kekuatan hukum. Skema pelaksanaan putusan hasil pengujian peraturan perundang-undangan oleh Mahkamah Agung berpotensi tidak menunjukkan asas kepastian, karena membutuhkan tindakan dari Pejabat lain, dalam hal ini Presiden RI dan BPJS Kesehatan . Putusan pengadilan seharusnya berlaku sejak diputuskan, dan mengikat para pihak sejak saat itu juga. Adanya jeda 90 hari berlakunya putusan MA berpotensi menimbulkan penyalahgunaan wewenang oleh Pejabat yang terkait, dan mengurangi tingkat kepercayaan masyarakat kepada institusi peradilan. ”Disamping itu dalam keterangan pers nya BPJS Kesehatan terkesan bias, apakah sudah menerima putusan MA atau belum menerimanya,” tandasnya. Hery menilai pernyataan pers BPJS Kesehatan tersebut tidak memberikan asas kepastian pelayanan. ”Penjelasan bias dan membingungkan, itu ciri BPJS Kesehatan memang tidak sehat, harus terus diawasi kinerjanya, terutama pasca putusan MA soal pembatalan kenaikan iuran BPJS Kesehatan sebab ada potensi penyalahgunaan wewenang bahkan korupsi,” kata Hery Susanto. Hery Susanto menegaskan BPJS Kesehatan harus mengembalikan iuran seluruh pekerja, tidak saja Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) melainkan juga Pekerja Penerima Upah (PPU). ”Dalam pernyataan persnya sebelumnya, justeru BPJS Kesehatan hanya bahas pengembalian iuran peserta PBPU atau peserta mandiri sebesar 5 persen dari gaji atau upah per bulan dengan ketentuan 4 persen dibayar oleh pemberi kerja dan 1 satu persen dibayar oleh Peserta,” jelas Hery Menanggapi polemik yang muncul, Kepala Humas BPJS Kesehatan M Iqbal Anas Ma\\\'ruf mengatakan BPJS Kesehatan siap melaksanakan putusan Mahkamah Agung terkait pembatalan iuran Jaminan Kesehatan Nasional segmen peserta Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) sesuai putusan uji materi Perpres 75 Tahun 2019. ”BPJS Kesehatan telah mempelajari dan siap menjalankan putusan MA tersebut. Saat ini pemerintah dan Kementerian terkait dalam proses menindaklanjuti putusan MA tersebut dan sedang disusun Perpres pengganti,” terangnya. Iqbal juga menyebutkan putusan MA terkait pembatalan iuran peserta program JKN segmen peserta PBPU yang ditayangkan di laman resmi MA per 31 Maret 2020 dan telah dipelajari oleh BPJS Kesehatan maupun kementerian-lembaga terkait. Iqbal menambahkan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2011 Pasal 8 Ayat (1) bahwa Panitera MA mencantumkan petikan putusan dalam Berita Negara dan dipublikasikan atas biaya Negara. Sementara di ayat 2 menyebutkan dalam 90 hari setelah putusan MA tersebut dikirim kepada Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang mengeluarkan Peraturan Perundang-undangan tersebut, ternyata pejabat yang bersangkutan tidak melaksanakan kewajibannya, demi hukum Peraturan Perundang-undangan yang bersangkutan tidak mempunyai kekuatan hukum. Artinya, itu memberikan waktu hingga 90 hari kepada BPJS Kesehatan untuk mengeksekusi putusan tersebut. ”Melihat aturan di atas, tindak lanjut Putusan MA dapat dieksekusi oleh tergugat dalam kurun waktu 90 hari melalui aturan baru, atau apabila jika tidak terdapat aturan baru dalam kurun waktu tersebut, Pepres 75/2019 pasal 34 dianggap tidak memiliki kekuatan hukum atau dibatalkan,” jawab Iqbal. Intinya dalam waktu 90 hari ke depan setelah salinan keputusan diumumkan resmi, BPJS Kesehatan menunggu terbitnya Perpres pengganti. ”Saat ini sedang berproses,” ucapnya. BPJS Kesehatan juga telah bersurat kepada Pemerintah dalam hal ini Sekretaris Negara untuk menetapkan langkah-langkah yang dapat dilakukan BPJS Kesehatan selanjutnya, dalam mengeksekusi putusan tersebut. BPJS Kesehatan juga akan menetapkan iuran kembali seperti semula sebelum ada kenaikan besaran iuran apabila ada revisi Perpres yang mengatur mengenai jumlah iuran tersebut. Namun, jika dalam waktu 90 hari Perpres pengganti untuk iuran sesuai putusan MA belum juga diterbitkan, BPJS Kesehatan secara otomatis akan menetapkan besaran iuran menjadi seperti sebelumnya atau tidak jadi naik. ”Bisa diterbitkan Perpres pengganti, atau dalam masa paling lama 90 hari, otomatis Perpres 75 tahun 2019 klausul segmen mandiri kembali ke besaran sebelum Perpres 75 tahun 2019,” kata Iqbal. Masyarakat sambung Iqbal, tidak perlu khawatir meskipun hingga saat ini masih membayar iuran Program JKN dengan besaran Rp160 ribu untuk kelas I, Rp120 ribu untuk kelas II, dan Rp42 ribu untuk kelas III. Karena apabila iuran program JKN kembali menjadi Rp80 ribu untuk kelas I, Rp51 ribu untuk kelas II, dan Rp25 ribu untuk kelas III, kelebihan bayar peserta akan dikembalikan dan tetap menjadi hak peserta. ”Sekali lagi, masyarakat juga diharapkan tidak perlu khawatir, BPJS Kesehatan telah menghitung selisih kelebihan pembayaran iuran peserta segmen PBPU atau mandiri dan akan dikembalikan segera setelah ada aturan baru tersebut, atau disesuaikan dengan arahan dari Pemerintah. Teknis pengembaliannya akan diatur lebih lanjut, antara lain kelebihan iuran tersebut akan menjadi iuran pada bulan berikutnya untuk peserta,” tambah Iqbal. (fin/ful)

Tags :
Kategori :

Terkait