JAKARTA - Masyarakat harus mewaspadai peredaran gula pasir oplosan yang dilakukan orang tak bertanggung jawab. Sebab gula tersebut sangat berbahaya bagi kesehatan. Direktorat Tindak Pidana Umum (Dittipidum) Bareskrim Polri atau tim Satgas Pangan berhasil menangkap lima pelaku peredaran gula oplosan, yaitu gula rafinasi dengan gula konsumsi. Dari penangkapan polisi ini, sebanyak 30 ton gula rafinasi yang diperuntukkan bagi industri, justru dijual untuk konsumsi masyarakat. Direktur Dittipidum Bareskrim yang juga Ketua Satgas Pangan, Brigjen Nico Afinta mengatakan, pihaknya berhasil mengungkap praktik penjualan gula rafinasi ini setelah mendapatkan informasi masyarakat. \"Kita awalnya dapat informasi masyarakat, dari sana kami melakukan penyelidikan selama hampir tiga pekan di wilayah Jawa Tengah dan Yogyakarta. Hingga akhirnya berhasil menangkap para pelaku ini, pada 18 Juli 2019 lalu,\" kata Nico kepada wartawan di Bareskrim Polri, Senin (5/7). Menurut Nico, para penjual ini melakukan aksi ilegalnya dengan cara mengoplos gula konsumsi dengan gula rafinasi. Selanjutnya dijual ke masyarakat demi mendapat keuntungan lebih. Selain itu, para pelaku punya modus lainnya, yakni mengolah gula rafinasi yang berwarna jernih dengan cara disangrai, agar terlihat kecokelatan mirip gula konsumsi. \"Jadi antara harga gula rafinasi dan gula konsumsi punya perbedaan harga, dan perbedaan inilah yang membuat pelaku melakukan pengoplosan atau mengolah kembali dan dibungkus ulang, kemudian dijual ke konsumen,\" ujarnya. \"Kita tangkap mereka. Dari hasil penyelidikan beberapa TKP (tempat kejadian perkara) di Jawa Tengah dan DIY. Dan kita pun berhasil mengamankan juga, sebanyak 600 karung, dengan masing-masing 50 kg per kilogram, atau setara 30 ton,\" sambungnya. Nico mengatakan pihaknya total menangkap lima pelaku yang saat ini juga telah ditetapkan sebagai tersangka. Kelimanya ini masing-masing, memiliki peran berbeda dari hulu ke hilir yang terdiri dari pemasok dan pengedar. \"Kelima tersangka, antara lain E selaku Direktur PT BMM yang memasukan, H selaku Direktur PT MWP yang memperdagangkan, W alias S selaku pembeli di wilayah Kutoarjo, S selaku pembuat gula konsumsi palsu, dan A yang berperan mendistribusikan gula konsumsi palsu itu,\" ujarnya. Modus operandinya, awalnya PT MWP memasukkan gula rafinasi, kemudian PT BMM yang memperdagangkan, lalu setelahnya ada yang mencampur sampai kepada penjualnya hingga ke konsumen. \"Jadi, dari penelusuran kami juga ada beberapa TKP pengiriman 7.800 karung atau setara 360 ton gula rafinasi ini. Dan hasil penyelidikan diketahui, tersangka A memasarkan produk gula palsu merek PTPN X, sementara PTPN X tidak pernah memasarkan. Dan tersangka pakai bungkus PTPN X dengan kemasan dan berat, 50 kg, 5 kg, 2 kg, dan 1 kg,\" urai Nico. Sementara itu Nico menyampaikan, untuk peran tersangka W, selaku pembeli dia telah menerima sebanyak 60 ton dari PT BMM. Selanjutnya, W langsung mengerjakan karung-karung itu untuk diserahkan kepada beberapa industri UKM, salah satunya tersangka S. Nico memaparkan, terkait tersangka H, pihaknya memastikan yang bersangkutan terbukti menjalani industri fiktif dengan beberapa kali melakukan perdagangan gula kristal rafinasi ilegal. Hal ini, sesuai dengan dokumen yang disita penyidik di PT MWP terkait pengiriman gula kristal rafinasi sebanyak 13 kali. \"Dia telah mengirim sebanyak 30 ton sekali kirim atau 350 ton untuk periode Juli 2019. Dan kita menangkap yang bersangkutan saat mengirim 1 truk gula rafinasi untuk konsumsi denga barang buktinya di tepi jalan Kutoarjo, Jawa Tengah,\" ungkapnya. Kini atas perbuatanya, para tersangka dijerat Pasal 62 juncto Pasal 8 ayat 1 UU Nomor 18/2012 tentang Perlindungan Konsumen dan Pasal 139 juncto 144 UU Nomor 18/2012 tentang Pangan. Selain itu, Pasal 110 36 ayat 2 Undang-Undang Nomor 7/2014 tentang Perdagangan dan Pasal 120 ayat 1 huruf b Undang-undang Nomor 3/2015 tentang Perindustrian. \"Dan tidak hanya itu mereka juga bakal dijerat pasal pencucian uang. Tapi saat ini, kami masih coba merangkai aliran uangnya untuk kenakan Pasal 3 Undang-undang Nomor 8/2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) juncto Pasal 55 dan/atau Pasal 56 KUHP,\" terangnya. Di tempat yang sama, Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Dedi Prasetyo menyampaikan, gula rafinasi yang dijual oleh para tersangka ini sangat berbahaya bagi kesehatan. Sebab bisa mengakibatkan kenaikan kadar gula darah. \"Gula rafinasi ini bisa menyebabkan gula darah naik dalam waktu yang cepat, sehingga untuk risiko diabetes dan masalah penyakit berbahaya lainnya sangat tinggi, termasuk menimbulkan berbagai masalah kolesterol,\" kata Dedi. Dedi memaparkan, aksi kejahatan peredaran gula rafinasi ini sendiri juga jelas menekan harga gula konsumsi yang dihasilkan petani tebu, karena perbandingan harga gula rafinasi itu lebih rendah dari gula konsumsi. \"Kejahatan ini berdampak pada petani-petani tebu, kasihan. Kalah saing harganya, dan khawatir para petani-petani tebu jadi enggan menanam tebu. Imbasnya, program swasembada pangan pemerintah akan jauh dari kata bisa tercapai,\" tandasnya. (Mhf/gw/fin)
Waspada Gula Pasir Oplosan
Selasa 06-08-2019,03:12 WIB
Editor : ME
Kategori :