Diskusi Film 'Silat Petani', 40 Tahun Lagi Profesi Petani Diprediksi Hilang

Selasa 06-09-2022,06:00 WIB
Reporter : Agus Supriyadi
Editor : Malik Salman

WONOSOBO, MAGELANGEKSPRES.DISWAY.ID- Diprediksi 40 tahun lagi pekerjaan sebagai petani akan hilang. Hal tersebut lantaran profesi petani dianggap sebagai pekerjaan rendah, tidak menguntungkan, serta tidak dukung kebijakan yang memadai.

Hal itu terungkap dalam acara nonton bareng dan diskusi film Silat Tani yang digelar oleh Komunitas Jurnalis Wonosobo ( KJW) di ruang multimedia Dinas Arpusda Wonosobo, kemarin. Hadir sebagai narasumber diskusi, Kepala Diskominfo Wonosobo, Fahmi Hidayat, Kabid IKP Diskominfo Wonosobo, Ketua KJW Wonosobo, dan Ketua Gusdurian Wonosobo.

Film dokumenter Silat Tani, dengan durasi 70 menit, merupakan film pertama dari ekspedisi Indonesia baru,  yang salah satu pengambilan gambarnya berada di Kabupaten Wonosobo. Film tersebut menceritakan kondisi petani yang ditekan berbagai kebijakan negara yang belum mendukung.

Harga pertanian yang rendah dan tidak menentu, menjadi bemper inflasi, dan dikalahkan oleh perebutan ruang dengan penguasa dan pengusaha. Hal ini digambarkan dalam penolakan warga wadas Purworejo terhadap penambangan, penolakan pengeboran sumur geo dipa oleh warga bakal Karangtengah Banjarnegara dan juga pembuatan jalan tol di Mlati Sleman.

Akibatnya jumlah rumah tangga petani dari tahun ke tahun mengalami penurunan secara signifikan. Disis lain, generasi muda juga enggan untuk melanjutkan profesi orang tuanya sebagai petani, karena tidak menguntungkan. Tidak ada petani muda, akibatnya produktivitas dan inovasi petani juga menurun. Diprediksi 40 tahun profesi sebagai petani akan lenyap.

Dalam film yang digawangi dua jurnalis senior Farid Gaban dan Dandhy Laksono itu juga ditampilkan upaya kelompok tani membangun koperasi produsen dan konsumen, untuk menjawab rendahnya harga pertanian dan melawan praktek tengkulak isme.

Kepala Diskominfo Wonosobo, Fahmi Hidayat mengatakan film dokumenter Silat Tani secara terbuka menceritakan kondisi pertanian secara umum di Indonesia, termasuk di Kabupaten Wonosobo. Hal ini penting sebagai masukan bagi pemerintah agar bisa melihat kondisi petani dari perspektif yang lain.

“Saya kira film ini bisa menjadi masukan bagi pemerintah daerah, bisa menampilkan kondisi petani dari sisi yang lain,“ katanya.

Menurutnya, film tersebut juga memberikan inspirasi bagi kalangan muda di Wonosobo untuk semakin kreatif. Sebab tehnik pengambilan gambar dan kedalaman cerita yang disajikan sangat menarik. Materi tersebut banyak tersaji di kabupaten yang berada di pegunungan ini.

Budayawan Wonosobo dari Gusdurian, Haqqi El Anshary mengatakan, secara keseluruhan film tersebut sangat menarik dan menjadi pembelajaran bagaimana mengeksplorasi spot di Wonosobo.

“Film ini mengajari bagaimana pengambilan spot yang bagus, setting latarnya juga pas serta mampu meramu sajian dengan menarik,” tambahnya.

Pihaknya berharap, melalui film ini mampu meninggalkan pesan positif bagi generasi masa kini, dalam menyelesaikan segala permasalahan yang berkembang di masyarakat.

Ketua Komunitas Jurnalis Wonosobo (JKW) Muharno Zarka menilai, karya ini sangat luar biasa. Isi kontennya memiliki perspektif yang kuat, dalam menguak soal pertanian dan perikanan  masyarakat agraris.

“Dari sisi jurnalis, film dokumenter ini luar biasa, mampu memberikan gambaran yang cukup luas terhadap kondisi petani sekarang dan ancaman kedepan,” katanya.

Sementara itu, Kepala Bidang Informasi Komunikasi Publik Diskominfo Aldhiana Kusumawati menegaskan, Indonesia patut bersyukur mempunyai dua orang hebat yang mampu mengulik dengan perspektif yang berbeda dan mendalam dari hal-hal yang sederhana.

Kategori :