MAGELANG, MAGELANGEKSPRES.DISWAY.ID - Hari Batik Nasional yang diperingati setiap tanggal 2 Oktober merupakan salah satu wujud usaha pelestarian kekayaan budaya Indonesia.
Tidak terkecuali di Kota Magelang. Salah satu wujud partisipasi pelestarian budaya batik di Kota Magelang adalah Batik Soemirah yang beralamat di Jalan Beringin No 23 Tidar Utara, Kecamatan Magelang Selatan.
Berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, pada peringatan hari batik tahun ini, tidak ada gebyar khusus yang diselenggarakan baik dari pemerintah, komunitas batik Magelang maupun partisipasi dari industri lokal.
“Untuk tahun ini tidak ada. Mungkin ini masih pascapandemi kemarin. Biasanya sebelum pandemi ada event, aepeeri fashion show dan lain-lain,” kata pemilik Batik Soemirah, Kelik Subarjo (50) saat ditemui di galeri batiknya, Senin, 3 Oktober 2022.
Batik Soemirah sendiri merupakan pengrajin batik pertama di Kota Magelang yang berdiri sejak tahun 2010 dan bermula dari sebuah ketidaksengajaan.
“Saya dulu kan guru les privat matematika untuk SD dan SMP, secara tidak sengaja dari kelurahan saya dapat undangan workshop batik, saya tertarik, ikut seleksi dan lolos pelatihan batik di Bandung,” ucap Kelik.
Meskipun dimulai dengan sebuah ketidaksengajaan, namun batik Soemirah mampu berkembang dan berinovasi secara terus menerus. Berkat inovasi ini pula, batik khas Magelang itu dapat bertahan sampai sekarang meski dihadang berbagai hambatan dan pandemi Covid-19.
Pencetus ‘Batik Kauman’ itu menuturkan bahwa motif itu terinspirasi dari kampung Kauman di Kota Magelang. Rupanya masyarakat merespons dengan positif.
Menurutnya, produk Batik Kauman justru lebih banyak diminati warga lokal Magelang.
"Pertama kali batik Magelang itu muncul karena motif-motif kampung itu kan. Kebetulan itu saya buat (batik) tulis dan pernah dipesan oleh Bapak Bibit Waluyo, Gubernur Jawa Tengah pada masa itu,” jelas Kelik.
Batik Soemirah memang lebih terfokus pada batik tulis dengan inspirasi motif yang kebanyakan dari flora serta penggunaan pewarna alami seperti mahoni, daun mangga, tingi, kersen, dan lainnya.
“Omset sekitar Rp5 juta hingga Rp10 juta per bulan. Kita sistemnya tidak banyak ready stock dan lebih fokus ke batik tulis, karena permintaan lebih banyak,” paparnya.
Untuk saat ini, dalam hal produksi, pengerjaan batik Soemirah dilakukan Kelil bersama dua orang karyawannya. Produksi juga dikirim ke beberapa wilayah luar daerah seperti Semarang, Banjarnegara, Gresik, dan wilayah lainnya.
Ia menyebutkan, batik Soemirah dijual mulai dari Rp300 ribu tergantung dari lama pengerjaan dan kerumitan proses membatik itu sendiri.
"Mengapa batik dengan pewarna alami itu mahal, karena untuk mendapatkan satu warna itu perlu 10 kali pencelupan, jadi untuk kombinasi 2 warna 20 kali pencelupan, 3 warna 30 kali pencelupan,” jelasnya.