Forum Petani Multikultur Dukung Penolakan RUU Omnibus Kesehatan

Minggu 09-07-2023,17:31 WIB
Reporter : Heni Agusningtiyas
Editor : Nur Imron Rosadi

MAGELANG, MAGELANGEKSPRES.DISWAY.ID - Forum Petani Multikultur Indonesia (FPMI) memberikan dukungan agar RUU Omnibus Kesehatan untuk direvisi.

Pasalnya dalam RUU ini di dalam pasalnya tidak menguntungkan RUU no 36 tahun 2009 tentang pengendalian tembakau.

Hal ini jelas akan merugikan petani khususnya petani tembakau yang sudah beralih tanam ke tanaman lain.

Kesejahteraan petani khususnya petani tembakau makin turun dari tahun ke tahun. FPMI membuktikan peralihan ke tanaman pangan daripada tembakau, menjadikan kesejahteraan mereka semakin meningkat, kesehatan semakin membaik dan kontribusi petani pada perwujudan ketahanan pangan semakin kuat.

BACA JUGA:KONI Bentuk Mental Juang ‘Character Building’ Atlet Porprov Jateng di Kodim Magelang

Jika selama ini beberapa pihak selalu menjadikan petani  sebagai alasan penolakan kebijakan pengendalian tembakau, maka sekarang petani memiliki kesadaran penuh bahwa petani harus berperan bagi upaya untuk membangun manusia unggul dan berdaya saing, mewujudkan visi Indonesia Emas tahun 2045.

Istanto Ketua FPMI menuturkan pengesahan RUU Omnibus ini menghilangkan RUU sebelumnya yang membuat kebingungan masyarakat.

"Masyarakat jadi terombang ambing dengan kebijakan yang dibuat sekarang. Kami berharap RUU ini direvisi lagi sehingga tidak menimbulkan masalah baru," katanya.

Berdasar data BPS tahun 2021, pengeluaran konsumsi untuk rokok adalah sebesar 11,30 persen per kapita untuk masyarakat perkotaan, dan 10,78 persen untuk masyarakat pedesaan.

Selanjutnya pengeluaran untuk rokok 3 kali lipat lebih tinggi daripada pengeluaran untuk protein. Ditambah lagi, hasil Global Adults Tobacco Survey (GATS) tahun 2021 yang menunjukkan kenaikan angka perokok, dalam kurun 10 tahun, jumlah perokok bertambah setidaknya 8 juta orang.

BACA JUGA:Keistimewaan Drumband Akmil yang Selalu Disaksikan Ribuan Masyarakat Magelang

Sekitar 75 persen pemuda usia produktif (25-40 tahun) adalah perokok aktif dan yang memprihatinkan, lebih dari 10% pelajar mengaku pertama kali merokok pada usia di bawah 10 tahun (survei IISD).

Selanjutnya, prediksi Bappenas tahun 2030 Indonesia akan mengalami peningkatan jumlah prevalensi perokok anak sebanyak 6,5 juta atau 15,95 persen.

Fakta ini menggugah kesadaran petani  bahwa setiap rupiah yang dialokasikan untuk belanja rokok pada keluarga miskin, merampas hak anak untuk mendapat gizi yang memadai, mengaburkan semua upaya untuk mewujudkan bonus demografi menuju Indonesia Emas.

"Kami sebagai mantan petani tembakau sadar jika tembakau itu dikonsumsi masyarakat akan membahayakan, oleh karenanya kami meminta kepada pemerintah untuk membatasi penjualan rokok, sehingga tidak merugikan generasi muda nantinya," kata Istanto.

Kategori :