Ia baru memegang senjata setelah berhasil merampasnya dari tangan penjajah.
Sebagai seorang pejuang kemerdekaan, kehidupan Sin Nio tergolong memprihatinkan.
Di masa tuanya Ia pergi meninggalkan Wonosobo ke Jakarta guna mencari pengakuan.
BACA JUGA: Sistem Arsip Desa Dianggap Kuno Tinggalan Penjajah, Empat Desa di Wonosobo Beralih Terapkan Protades
Tentu saja hal ini dilakuakan Sin Nio agar dia mendapatkan hak pensiun yang sudah semestinya didapat sebagai pejuang kemerdekaan.
Pada tahun 1973 Sin Nio yang sudah sampai Jakarta menumpang tinggal di Markas Besar Legiun Veteran Republik Indonesia di Jalan Gajah Mada selama 9 bulan.
Namun setelahnya Ia menjadi gelandangan tanpa tempat tinggal sebelum akhirnya menempati gubuk di dekat rel kereta.
Pada tanggal 29 Juli 1976 perjuangan Sin Nio akhirnya membuahkan hasil.
Ia diakui sebagai sebagai pejuang kemerdekaan, melalui surat keputusan oleh oleh Kapten CKH Soetikno SH dan Lettu CKH Drs Soehardjo, juga sebagai saksi mata ditandatangani ooeh Mayor TNI-AD Kadri Sriyono (Kastaf Kodim 0734 Diponegoro dan Dr R Brotoseno (dokter militer pada Resimen 18 Divisi III Dipinegoro).
Namun, sayangnya SK yang disematkan padanya tidak dibarengi dengan haknya sebagai veteran perang.
Pada akhirnya Sin Nio terpaksa harus kembali hidup menggelandang.
Di tahun 1981, Sin Nio baru mendapat uang pensiun sebesar Rp 28.000 per bulan.
Uang tersebut digunakan untuk memenuhi kebutuhannya dan Sebagian lagi dikirim untuk keluarga.
BACA JUGA:Pinjam Uang di Livin Mandiri Kini Semakin Mudah Bisa Tanpa Kartu Kredit
Tak lama berselang di usianya yang menginjak 70 tahun pada 1985 Sin Niopun menghebuskan nafas terakhirnya di Kawasan stasiun Jakarta.
Kisah Sin Nio yang sempat terlupakan, perlu untuk terus di sebar luaskan karena sarat akan nilai patriotisme, dan nasionalisma.