MAGELANGEKSPRES.ID – Nama R Soeprodjo Projowidagdo tercatat sebagai Walikota Magelang yang pertama pada masa revolusi, 1945 hingga 1948.
Di tengah ketegangan pasca-Proklamasi, ia memilih jalur perlawanan sipil untuk mempertahankan Republik Indonesia.
Kisahnya dimulai pada 28 Oktober 1945, Kota Magelang bersiap menghadapi pasukan Inggris yang datang dengan alasan melucuti tentara Jepang.
BACA JUGA:Wakil Walikota Magelang dr Sri Harso Dorong Pemuda Jadi Motor Persatuan dan Inovasi Daerah
Namun menurut catatan Sejarah Perlawanan terhadap Kolonialisme dan Imperialisme di Jawa Tengah (1982), mereka justru mempersenjatai kembali bekas tawanan Belanda maka situasi pun memanas.
Soeprodjo bersama Badan Keamanan Rakyat (BKR) dan Komite Nasional Indonesia (KNI) bersikukuh, setiap urusan di Magelang harus melalui pemerintah Republik Indonesia bukan melalui Jepang yang sudah menyerah.
Ketegangan kian meningkat saat pasukan Jepang Kidobutai dari Semarang datang atas bujukan Inggris.
BACA JUGA:Walikota Magelang Damar Prasetyono Minta Parpol Kelola Keuangan Secara Transparan
Mereka menuduh para pemuda Magelang membunuh serdadu Jepang, lalu melakukan penggeledahan brutal di Badaan, Potrobangsan, dan Botton.
Beberapa warga tewas, dan Soeprodjo memerintahkan seluruh pos rakyat bersiaga penuh.
Menjelang dini hari 29 Oktober 1945, pertempuran pecah Inggris menempatkan mortir di Zusteran.
BACA JUGA:Hari Santri Nasional 2025, Walikota Magelang Ajak Santri Cakap dan Tangguh Hadapi Zaman
Sementara Tentara Keamanan Rakyat (TKR) di bawah komando Letkol Sarbini dan Ahmad Yani bertahan di sekitar Water Toren dan Pasar Gotong Royong.
Warga menjadikan rumah-rumah sebagai markas kecil pejuang, sementara dapur umum berdiri di Tulung dan Dukuh.
Dukungan datang dari berbagai penjuru mulai rakyat Mungkid, Secang, dan Muntilan membantu logistik, sementara satu kompi BKR Kebumen di bawah Shodancho Soedarmin tiba di Tempuran memperkuat posisi Republik.