DI tengah derasnya arus globalisasi dan laju pertumbuhan ekonomi dunia yang begitu cepat, jutaan pekerja migran menjadi penggerak utama roda ekonomi modern. Mereka rela meninggalkan keluarga, kampung halaman, serta kenyamanan hidup demi mencari pendapatan untuk hidup yang lebih baik di tempat yang jauh dari rumah.
Kehadiran mereka menyentuh berbagai bidang pekerjaan mulai dari konstruksi, pabrik, hingga sektor rumah tangga. Namun, di balik kerja keras dan pengorbanan yang besar, kehidupan para pekerja ini sering kali di warnai dengan ketidakadilan dan perlakuan yang jauh dari kata manusiawi.
BACA JUGA:Barista: Upah yang Tak Seindah Senyumnya
Banyak di antara mereka bekerja tanpa kepastian untuk mendapatkan upah yang layak, waktu kerja yang wajar, maupun lingkungan kerja yang aman.
Sebagian dari mereka bahkan harus tinggal di tempat yang tidak layak huni, dengan keterbatasan akses terhadap layanan kesehatan dan hak-hak dasar sebagai manusia. Mereka di juluki “pahlawan ekonomi” karena kontribusi mereka nyata, tangan mereka membangun kota, menghasilkan barang, dan menggerakkan sektor-sektor penting dalam kehidupan.
Namun, mereka juga sering menjadi “yang terlupakan”, karena suara mereka jarang terdengar dan hak mereka kerap diabaikan demi alasan efisiensi serta keuntungan semata.
BACA JUGA:Korporasi dan Krisis Etika Politik: Ketika Donasi Korporasi Jadi Senjata Pengendali Kebijakan
Kenyataan ini memperlihatkan sisi lain dari globalisasi. Di satu sisi, globalisasi membuka peluang kerja lintas negara, tetapi di sisi lain melahirkan bentuk-bentuk baru ketimpangan sosial dan ekonomi.
Banyak perusahaan besar dan sistem ekonomi modern memanfaatkan situasi ini dengan mempekerjakan tenaga kerja murah tanpa memastikan perlindungan yang memadai. Akibatnya, pekerja migran berada di posisi paling lemah, mudah digantikan, sulit menyuarakan nasibnya, dan kerap terjebak dalam sistem kerja yang tidak adil.
Dalam konteks etika bisnis, seharusnya perusahaan tidak hanya fokus terhadap keuntungan (profit) semata, tetapi juga harus mengutamakan nilai-nilai kemanusiaan.
Siapapun dan dari manapun asalnya, setiap pekerja berhak atas perlakuan yang adil, aman, dan bermartabat. Karena itu, perusahaan perlu memastikan bahwa seluruh rantai pasoknya terbebas dari praktik-praktik eksploitatif.
BACA JUGA:Influencer dan Endorsemenet: Ketika Uang Bicara Lebih Keras dari Kejujuran
Di sisi lain, ada pemerintah juga yang memiliki peran penting untuk memperkuat perlindungan hukum bagi para pekerja lintas batas agar mereka mendapatkan keadilan dan keamanan yang layak
Pekerja migran adalah cerminan nyata dari keteguhan hati dan kerja keras manusia.
Mereka mungkin tidak memiliki jabatan tinggi atau kekuasaan yang besar, tetapi dari merekalah roda ekonomi berputar dan kemajuan tercipta.
Sudah saatnya dunia berhenti memandang mereka hanya sebagai tenaga kerja, dan mulai menghargai mereka sebagaimana mestinya. Pahlawan ekonomi yang sering kali dilupakan. (*/adv)