Seperti diberitakan, polemik Kantor Walikota Magelang sudah terjadi sejak awal 2010-an lalu.
BACA JUGA:Dosen UNIMMA Raih Penghargaan AKRP Jawa Tengah 2025 Berkat Biogas
Perselisihan muncul soal status lahan dan bangunan di kompleks Kantor Walikota Magelang di Jalan Sarwo Edhie Wibowo.
Akademi TNI mengklaim hak atas sertifikat hak pakai atas nama Mako AKABRI yang menyebut luas sekitar 40.000 meter persegi.
Sementara Pemkot Magelang menempati lokasi tersebut sebagai kantor pemerintahan, berdasarkan dokumen tahun 1985.
Ketegangan meningkat pada 3 Juli 2020, ketika sejumlah prajurit Akademi TNI datang ke lokasi kantor walikota dan DPRD membawa truk serta memasang plang bertuliskan bahwa tanah dan bangunan tersebut milik Mako AKABRI.
BACA JUGA:PMI Kota Magelang Bentuk Warga Tangguh Bencana Lewat Kompetisi Antarkelurahan
Peristiwa itu sempat menimbulkan keresahan di lingkungan birokrasi Kota Magelang.
Pemkot Magelang kemudian menempuh jalur administratif, berkirim surat ke Sekretariat Negara serta menawarkan skema pertukaran aset agar kedua belah pihak sama-sama mendapat kepastian hukum.
Sebagai bagian dari solusi sementara, muncul wacana pemindahan Kantor Walikota Magelang ke Balai Kota baru di kawasan Alun-alun.
Kementerian Keuangan bahkan telah menghibahkan gedung eks Balai Diklat di sisi barat alun-alun kepada Pemkot Magelang pada Februari 2025.
BACA JUGA:Kota Magelang Diibaratkan Singapuranya Jawa Tengah
Gedung tersebut sempat disiapkan sebagai pusat pemerintahan baru dengan revitalisasi besar, mencakup gedung vertikal lengkap dengan pembangunan area parkir, ruang rapat terpadu, dan ruang pelayanan publik.
Namun, setelah evaluasi dilakukan, opsi pemindahan itu dinilai kurang efisien.
Selain terkendala anggaran dan infrastruktur, sebagian besar aparatur menilai lokasi lama di Jalan Sarwo Edhie Wibowo lebih strategis dan representatif.
Walikota Magelang Damar Prasetyono kemudian mengajukan usulan alternatif kepada Kementerian Pertahanan agar Pemkot tetap menempati kantor eksisting.