Influencer dan Endorsemenet: Ketika Uang Bicara Lebih Keras dari Kejujuran

Influencer dan Endorsemenet: Ketika Uang Bicara Lebih Keras dari Kejujuran

Mahasiswa Magister Akuntansi UGM Yogyakarta, Citra Ayu Nastiti Hangayomi-DOK-MAGELANG EKSPRES

Karena itu, setiap unggahan promosi sejatinya memikul tanggung jawab etis yang setara dengan jurnalis dalam menyampaikan kebenaran kepada publik. Ketika influencer berbicara, ribuan orang bisa langsung bertindak tanpa memeriksa kebenaran klaim yang disampaikan.

Namun, tanggung jawab moral tidak berhenti di tangan influencer saja. Platform digital dan industri periklanan juga turut memegang peranan penting.

Algoritma yang hanya mengejar engagement tanpa mempertimbangkan akurasi informasi justru melanggengkan konten sensasional.

Perusahaan juga perlu mengevaluasi kembali pola kerja samanya dengan para influencer, bukan hanya menjadikan mereka alat promosi, tetapi sebagai mitra yang turut menjaga kepercayaan dan integritas di mata publik.

BACA JUGA:Tim Dosen Untidar Tingkatkan Kapasitas Fita Farm Lewat Urban Farming

Masyarakat juga seharusnya lebih kritis dalam meningkatkan literasi digital. Budaya fandom dan obsesi terhadap popularitas sering kali membuat pengguna media sosial mudah percaya pada setiap rekomendasi.

Padahal, sikap kritis adalah benteng utama agar publik tidak mudah terjebak dalam promosi manipulatif yang dibungkus dengan bahasa persuasif.

Menjadi influencer sejatinya bukan hanya tentang seberapa banyak pengikut atau likes yang dikumpulkan, melainkan tentang seberapa besar integritas yang dijaga di balik layar.

Di tengah derasnya arus digital, pengaruh memang dapat menghasilkan uang namun hanya integritas yang dapat menjaga kepercayaan. Sebab reputasi yang dibangun dari kebohongan akan runtuh jauh lebih cepat daripada unggahan yang viral. (adv)

Artikel ini ditulis oleh Citra Ayu Nastiti Hangayomi, Mahasiswa Magister Akuntansi UGM Yogyakarta

Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News

Sumber: