Korporasi dan Krisis Etika Politik: Ketika Donasi Korporasi Jadi Senjata Pengendali Kebijakan
Aldi Jusril Mahendra Pello, Mahasiswa Magister Akuntansi UGM Yogyakarta-DOK-MAGELANG EKSPRES
Banyak perusahaan memahami corporate citizenship sebatas filantropi menanam pohon, memberi beasiswa, atau membangun sekolah.
Padahal, menjadi warga korporat yang bertanggung jawab berarti juga berperilaku etis dalam ruang politik. Sebagai citizen, demokrasi yang sehat adalah fondasi keberlanjutan bisnis jangka panjang.
BACA JUGA:Program Mudik dan Balik Rantau Gratis Jawa Tengah Kembali Raih Antusiasme Masyarakat
Ketika korporasi terlibat dalam praktik pembelian kebijakan, mereka sedang merusak ekosistem sosial yang menopang keberlangsungan bisnis.
Krisis kepercayaan publik terhadap dunia usaha menjadi konsekuensi logis, reputasi korporasi bisa hancur karena skandal moral, ketahuan membeli kekuasaan.
Bisnis harus berhenti menjadi “pemain belakang layar” dalam politik. Bisnis membutuhkan paradigma baru yaitu etika politik bagi korporasi. Transparansi donasi politik menjadi langkah awal untuk mencegah praktik money politics terselubung yang bersembunyi di balik kontrak bisnis dan lobi kekuasaan.
Audit etika politik diperlukan untuk menilai sejauh mana keterlibatan korporasi dalam politik masih berada dalam koridor integritas dan keadilan. Integrasi etika politik ke dalam CSR, tanggung jawab sosial perusahaan harus mencakup komitmen terhadap sistem politik yang bersih dari dominasi modal.
“Bisnis harus transparan tentang ke mana dan untuk apa uangnya mengalir.”
BACA JUGA:Wonosobo Diterjang Cuaca Ekstrem, Pohon Tumbang Timpa Rumah dan Tiang Listrik di Jaraksari
Kita sering menuntut politisi untuk bersih dari korupsi, tapi jarang menuntut korporasi bersih dari politik. Demokrasi yang sehat tidak hanya ditentukan oleh pemimpin yang jujur, tetapi juga oleh bisnis yang bermoral. (adv)
Artikel ini ditulis oleh Aldi Jusril Mahendra Pello, Mahasiswa Magister Akuntansi UGM Yogyakarta
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Sumber: