Dengan ‘Kopi Darat,’ Semua Hoaks Bisa Klir

Dengan ‘Kopi Darat,’ Semua Hoaks Bisa Klir

Cara Ampuh Jamaah Kopdariyah Magelang Raya Menangkal Hoaks Kerukunan antarumat beragama di wilayah Magelang Raya yang sejak dulu dirintis oleh para pemuka agama masih terjaga dengan baik. Beragam agama dan aliran kepercayaan bisa berkembang bebas, demikian pula penganutnya bisa melaksanakan ibadah sesuai ajaran masing-masing tanpa ada yang menghalang-halangi. Namun, ancaman hoaks yang beredar di media sosial (medsos) mengancam kerukunan, juga bisa mengakibatkan perpecahan di kalangan umat. Jamaah Kopdariyah Magelang Raya pun mempunyai kontribusi yang cukup besar dalam menangkal hoaks, diantaranya dengan ‘kopi darat’. Dengan cara itu, beragam persoalan  yang muncul akibat hoaks bisa klir. JOKO SUROSO, Magelang ANCAMAN hoaks di Magelang Raya memang tidak separah kota-kota lain, yang berakibat kericuhan, bahkan pertumpahan darah. Namun, munculnya hoaks yang beredar di masyarakat tetap harus disikapi secara bijak, jangan sampai menimbulkan perpecahaan dan permusuhan di kalangan umat beragama. Dalam beberapa dekade, Jamaah Kopdariyah mencatat sejumlah hoaks yang berpotensi memecahkan belah persatuan umat di wilayah Magelang Raya. Sebab, hoaks yang muncul di sejumlah medsos itu, diantaranya, berisi ujaran kebencian, mendiskreditkan ajaran agama tertentu, termasuk provokasi-provokasi yang menjurus pada tindakan anarkis. Hoaks yang muncul berasal dari peristiwa sebelumnya. Ada pihak-pihak yang sengaja ‘menggoreng’ sebuah kejadian dengan dibumbuhi isu-isu negatif untuk tujuan tertentu. Awal tahun 2019, publik Magelang dihebohkan berita perusakan sejumlah nisan di 4 lokasi pemakaman di Kota Magelang dalam waktu berurutan, yakni di TPU Giriloyo, TPU Kiringan, TPU Malangan dan TPU Nambangan. Jumlah nisan yang dirusak sebanyak 23, terdiri 20 nisan nonmuslim dan 3 nisan muslim. Tak lama setelah muncul berita itu, ada pihak-pihak yang sengaja ‘menggoreng’ dengan dibumbui isu-isu provokasi yang bisa memancing keributan antarumat beragama. “Itu isu yang paling rawan yang terjadi di Kota Magelang, isu yang dgiring ke persoalan SARA seperti itu paling mudah memicu kericuhan antarumat beragama bila tak segera diantisipasi,” kata Adhang Legowo, Lurah Jamaah Kopdariyah Magelang Raya saat ditemui di Magelang akhir Oktober 2019. Agar persoalan itu, tidak semakin melebar, lanjut Adang, pihaknya berusaha menangkal berita hoaks yang bermunculan di medsos dengn menyajikan berita-berita yang benar, dengan cara memberikan link-link berita dari sumber yang bisa dipercaya. Selain itu, pihaknya juga menggelar ‘kopi darat’ dengan mengundang tokoh-tokoh dari berbagai agama di komplek GPP Gereja St Ignatius Kota Magelang. “Saat itu, kami membedah tentang Fiqih Kuburan, menurut pandangan umat Islam dan non Islam. Sejumlah narasumber yang dihadirkan menyampaikan argumentasi masing-masing, dari situ kami bisa memahami keyakinan masing-masing sehingga isu perpecahan antarumat beragama bisa dicegah. Mereka tak lagi terpancing oleh isu-isu yang sengaja digulirkan oleh pihak-pihak yang tak bertanggungjawab itu,” terang dia. Sebelumnya, pada Oktober 2018, masyarakat Magelang terusik dengan aksi teror perusakan gereja di wilayah Kabupaten Magelang. Yang pertama di Gereja Kristi Tyas Dalem Mandungan, Desa Bringan, Kecamatan Srumbung dan kedua di Gereja Santo Antonius Muntilan, Jalan Kartini No 3 Kecamatan Muntilan. Teror serupa juga terjadi di SMK Pangudi Luhur Muntilan. Awal April 2018, masyarakat Kota Magelang juga dihebohkan dengan terror penembakan misterius di kawasan Pecinan, Jalan Pemuda. Aksi pelaku dengan menggunakan senjata jenis softgun ini sasaranya para wanita. Setidaknya ada 6 orang yang telah menjadi korban. Aksi yang dilakukan pada sore hari, menjelang Maghrib itu cukup meresahkan masyarakat, terutama kaum wanita. “Sebelum pelakunya ditangkap polisi, memang muncul beragam hoaks yang menggiring pada sentiment agama, ini sangat rawan. Namun rupanya upaya mereka tak berhasil  dan  kami terus berupaya agar umat tak mudah terprovokasi. Dan ‘kopi darat’ menjadi cara yang cukup ampuh untuk meredam kemarahan, karena dengan bertemu, semuanya menjadi klir,” ungkapnya. Menurut Adhang, Jamaah Kopdariyah mempunyai dua strategi untuk memerangi hoaks yang beredar di medsos. Yang pertama dengan menangkal hoaks di medsos dengan meluruskan berita sehingga masyarakat memiliki pemahaman yang benar, tidak mudah terpancing isu-isu provokasi dan hasutan yang tak bertanggungjawab. Strategi ini menjadi tanggungjawab aktivis Masyarakat Antifitnah Indonesia (Mafindo), yang memiliki ilmunya. Jamaah Kopdariyah melahirkan Mafindo Magelang, yang dianggap perlu untuk menangkal hoaks melalui medsos. Yang terlibat dalam Mafindo memang anak-anak muda yang sudah lama berkecimpung di medsos. Mereka juga sudah mengikuti pelatihan sehingga memiliki strategi memerangi hoaks di medsos. Melalui akun media sosial yang dimiliki, mereka berusaha menangkal serta meluruskan berita hoaks, yang berpotensi menciptakan intoleransi dan disiteregasi. Mereka juga meminta masyarakat memanfaatkan media sosial secara sehat, menghindari pengunggahan bernada kebencian dan penyebaran berita bohong atau hoaks.“Jadi tugas mereka adalah menangkal hoaks di medsos, jangan sampai masyarakat terpengaruh dengan berita-berita bohong yang menyesatkan tersebut,” ujarnya. Strategi kedua, lanjutnya, dengan ‘kopi darat’, yang dianggap sebagai forum tertinggi bagi Jamaah Kopdariyah. Sebab, sejumlah pemuka agama, tokoh masyarakat, para aktivis, bahkan para pejabat publik pun menyempatkan hadir, untuk menyikapi isu-isu aktual, termasuk munculnya hoaks yang terjadi di negeri ini. “Biasanya kami mengundang pihak-pihak yang biasa berkomentar galak atau kadang nyir-nyir di medsos untuk hadir di ‘kopi darat’. Ternyata setelah bertemu di ‘kopi darat’ omongannya jadi lain, tak segalak seperti di medsos. Obrolan bisa menjadi cair. Sebenarnya, kalau sudah ketemu langsung, ada perasaan sungkan dan mereka tak lagi berkomentar negatif,” imbuh Danu Sang Bintang, salah satu inisiator lahirnya Jamaah Kopdariyah. Komunitas lintas agama yang awalnya digagas oleh 4 aktivis muda, yakni  Adhang Legowo, Danu "Sang Bintang" Wiratmoko, Paulus Agung Pramudyanto dan Abet Nugroho itu semakin banyak pengikutnya. Sejumlah tokoh lintas agama di wilayah Magelang Raya, seperti pengasuh Ponpes Asrama Perguruan Islam (API) Tegalrejo, Magelang, KH Muhammad Yusuf Chudroli (Gus Yusuf), pengasuh Ponpes Raudhatut Thullab Desa Wonosari, Tempuran, Magelang, KH Ahmad Labib Asrori, pengasuh Ponpes Irsyadul Mubtadi’ien Tempuran, Magelang, KH Said Ansori, pengasuh Ponpes Bawang, Salam, Magelang, KH Mansur, Kepala Gereja Kevikepan Kedu Romo FX Krisno Handoyo, Ketua Pemuda Katolik Komisariat Daerah Jateng Stefanus Boncu serta Rektor Sekolah Tinggi Teologi Magelang Dr Martin Balu siap menjadi ‘bemper’ komunitas tersebut. Komunitas yang tidak memiliki struktur kepengurusan resmi itu pada April 2020 nanti baru mamasuki usia 3 tahun. Namun kontribusinya sudah nyata, terutama dalam memerangi hoaks dan membangun kerukunan antarumat beragama di wilayah Magelang Raya. Komunitas ini lahir berawal dari kekhawatiran kasus penistaan agama yang dilakukan oleh Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaya Purnama alias Ahok pada 30 September 2016 telah melebar menjadi kasus SARA, semakin sulit dibendung. Meski subjek persoalan berada di Jakarta tapi imbasnya sampai daerah, termasuk di Magelang Raya. Kerukunan antarumat beragama yang selama ini terjaga baik, tiba-tiba terusik oleh kasus tersebut. Muncul provokasi dan berita hoaks yang bertebaran mengakibatkan hubungan antara umat Islam dengan Nasrani menjadi kurang harmonis. Di tengah situasi yang kurang menguntungkan itu, Jamaah Kopdariyah Magelang Raya hadir meredam kemarahan umat agar terhindar dari perpecahan. Komunitas lintas agama yang dibidani oleh para nitizen muda ini pun terus menyebar virus-virus kedamaian, kerukunan dan kebersamaan agar tercipta hubungan harmonis antarumat beragama, hingga saat ini. Paulus Agung Pramudyanto, inisiator lahirnya Jamaah Kopdariyah lainnya, menyebutkan tak cukup hanya kampanye di dunia maya, ‘kopi darat’  sebagai salah satu solusi yang cukup efektif bila terjadi perbedaan pendapat atau pandangan, termasuk munculnya hoaks yang mengancam kerukunan umat beragama. Forum tersebut disepakati digelar sebulam sekali, tempatnya berpindah-pindah. Seperti digelar di Ponpes Raudhatut Thullab, Tempuran, kemudian Ponpes Irsyadul Mubtadi’ien Tempuran dan Ponpes Entrepreneur Tempuran. Magelang juga pernah menjadi tuan rumah. Berikutnya, Gereja Paroki Santo Ignatius Kota Magelang, gereja Santo Antonius Muntilan, Sekolah Tinggi Teologi Magelang, Kampung Dolanan Nusantara Borobudur, hingga rumah sejumlah anggota Jamaah Kopdariyah pernah digunakan untuk ‘kopi darat.’ "Tidak cukup hanya berkomunikasi melalui dunia maya, tetapi juga penting memperkuat kebersamaan dan menjalin hubungan harmoni yang riil, dengan 'kopi darat’. Kalau ada hal penting dibicarakan dalam forum tersebut. Dengan ‘kopi darat’ semuanya jadi klir. Dengan ngobrol, makan dan tertawa bareng, semuanya selesai,” ungkap pria, yang kini masih aktif sebagai Sekretaris FKUB (Forum Kerukunan Umat Beragama) Kota Magelang. Tak hanya di Magelang Raya saja, Jamaah Kopdariyah kini sudah menyebarkan virus-virus positif  di berbagai wilayah Nusantara. Mereka terus menjalin komunikasi lewat dunia maya. Meski anggota komunitas ini cair, siapa saja bisa bergabung, tapi mereka telah terikat dengan komitmen bersama, yakni menjaga kebhinekaan di bawah payung Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Toleransi, menghargai perbedaan dalam keberagaman, menjaga kerukunan dan persatuan, menebar cinta kasih dan perdamaian antarumat beragama sudah menjadi komitmen bersama yang harus diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari. Kegiatan ‘kopi darat’ dianggap menjadi cara paling efektif untuk ‘tabayun’. Mencari kejelasan tentang suatu persoalan. Jangan sampai berita hoaks yang bertebaran itu bisa menimbulkan fitnah antarumat beragama. Pertemuan yang awalnya dikemas dalam bentuk ‘jagongan ringan’ itu semakin banyak melibatkan tokoh penting, sejumlah pejabat daerah, bahkan sejumlah tokoh nasional pun tertarik untuk hadir dan terlibat di dalamya. Seperti, Khatib Aam Syuriah PB Nahdlatul Ulama (NU) Cholil Yahya Staquf (Gus Yahya), Khatib Syuriyah PBNU Abdul Ghofur Maimun, cendekiawan muslim Ulil Abshar Abdalla, Romo Benny Susetya (aktivis kemanusiaan) dan masih banyak lagi. Bahkan peneliti dari USA yakni Ilan Berman (Washington DC) serta David Becker (California, USA) juga pernah menghadiri forum tersebut. Menurut Romo Benny, dalam beragama harus kreatif, sebab kreatif akan menghasilkan kreativitas. Jika kita tidak kreatif, maka kita akan tertinggal. Kreativitas nantinya akan melahirkan nilai tambah. Hoaks terjadi karena kita tidak mampu memberi nilai tambah dalam kehidupan. Oleh karena itu, untuk menghadapi ancaman hantu hoaks ini, kita perlu menggerakkan kreativitas dan nilai tambah dalam kehidupan. “Pelaku penyebar hoaks ini merupakan orang-orang yang tidak memiliki kreativitas dan nilai tambah yang kemudian menjadikan seseorang berinisiasi untuk membangun suatu "keisengan", dengan mencampurkan isu SARA di dalamnya untuk kepentingan ekonomi, bukan ideologi,” ungkapnya.. Gus Yahya mengajak semua umat bersinergi bersama melawan, menolak dan menyudahi pemanfaatan agama untuk kepentingan politik yang nantinya akan memunculkan suatu konflik. Rakyat Indonesia harus selalu menjunjung tinggi kebhinnekaan. Menurut Gus Yusuf, pertemuan Jamaah Kopdariyah telah memberi warna kesejukan, yang dikemas secara menarik berlandaskan kesadaran yang kuat umat lintas agama atas kebhinnekaan. Melalui forum tersebut, bisa terbangun dialog antarwarga bangsa yang berbeda-beda latar belakang namun saling memperkuat komitmen tentang nilai-nilai keindonesiaan. Keberagaman dinyatakan secara tegas sebagai sumber kekuatan Indonesia. Keberagaman juga sebagai warna-warni yang menjadikan Indonesia indah. Kehadiran umat lintas agama, suku dan ras, para pejuang kebhinekaan, pembela NKRI dalam setiap ‘kopi darat’, bisa menjadikan masa depan Indonesia semakin cerah. Sekaligus memupus anggapan kalau merah putih telah terkoyak, Indonesia penuh dengan kebencian, kedengkian, meski semua itu  tidak benar. “Semoga Jamaah Kopdariyah bisa terus menularkan virus-virus kedamaian, kebersamaan, demi terciptanya kedamaian, ketentraman bagi kita semua. Insyallah, dengan modal cinta, ketulusan dan kerukunan, kita tetap terus bersama-sama,” ungkapnya. (*)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: