123 Medis di Ujung Maut

123 Medis di Ujung Maut

MAGELANGEKSPRES.COM,JAKARTA - Indonesia melaporkan 3.509 kasus baru Covid-19 pada Senin (28/9). Parahnya, tim medis yang terpapar virus mematikan asal Wuhan, Cina ini terus meluas. Data yang masuk, jumlahnya menembus 123 tim medis dari berbagai daerah. Ya, dari akumulatif total kasus, menjadi 278.722 orang. Kementerian Kesehatan mencatat kasus sembuh bertambah 3.856 orang, sedangkan 87 pasien Covid-19 meninggal dalam 24 jam terakhir. Dari data yang diterima Fajar Indonesia Network (FIN) total kasus sembuh menjadi 206.870 orang dan kasus kematian berjumlah 10.473 orang. Indonesia saat ini memiliki 61.379 kasus aktif yang masih dirawat atau menjalani isolasi mandiri. Selain itu, 131.361 orang berstatus sebagai suspect dan masih menunggu hasil tes. Jakarta tetap menjadi episentrum terbesar menjadi sebaran Covid-19. Dari hasil laporan penambahan kasus terbanyak dalam 24 jam terakhir, yakni 898 kasus baru sehingga total kasusnya menjadi 71.339 orang. Jawa Barat melaporkan 489 kasus baru, Jawa Tengah melaporkan 304 kasus baru, dan Jawa Timur melaporkan 284 kasus baru. Kasus kematian terbanyak dalam 24 jam terakhir dilaporkan oleh Jawa Timur, yakni 20 pasien. Jawa Timur juga menjadi provinsi dengan angka kematian kumulatif tertinggi 3.138 orang. Juru bicara IDI Halik Malik menuturkan dokter yang meninggal terdiri dari 65 dokter umum, 56 dokter spesialis, dua dokter residen, dan delapan orang guru besar.”Kematian dokter tertinggi terjadi di Jawa Timur yakni 30 orang,” kata Halik melalui pesan tertulis yang diterma. Selain itu, sebanyak 21 dokter meninggal di Sumatra Utara dan 16 dokter meninggal di Jakarta. IDI juga mencatat kenaikan signifikan pada jumlah dokter yang meninggal dalam dua bulan terakhir. Pada akhir Agustus lalu, IDI melaporkan 100 dokter meninggal dunia dan saat ini jumlahnya telah bertambah 23 orang. Menurut IDI, pasien Covid-19 yang tidak terkontrol dapat memicu tenaga kesehatan kelelahan hingga lebih rentan terpapar Covid-19. Dampak lainnya adalah fasilitas kesehatan menjadi kewalahan dan angka kematian pada pasien Covid-19 maupun pasien non Covid-19 bisa meningkat. Halik mengatakan IDI telah menerbitkan pedoman standar perlindungan dokter untuk menekan angka kematian sesuai tingkat risiko yang dialami oleh dokter. Standar perlindungan itu mencakup penggunaan alat pelindung diri (APD) sesuai risiko penanganan pasien, durasi kerja, pembagian zonasi ruangan bagi pasien Covid-19 dan non Covid-19, hingga persoalan teknis seperti ventilasi ruangan. Sebelumnya IDI wilayah Sulawesi Tenggara (Sultra) menyampaikan dokter anggota organisasi tersebut yang dinyatakan positif terkonfirmasi terkena virus corona jenis baru atau Covid-19 sebanyak 52 orang per 25 September 2020. Ketua IDI Sultra, dr. La Ode Rabiul mengatakan rincian ke-52 anggota IDI yang dinyatakan terkonfirmasi positif Covid-19, yakni dokter spesialis 15 orang dan dokter umum 37 orang. ”Kasus konfirmasi Covid-19 untuk anggota IDI se-Sultra kasus baru (25/09) enam orang, satu orang reinfeksi. Total keseluruhan 52 orang, semua anggota IDI Kota Kendari,” jelas Rabiul. Sementara itu, IDI Provinsi Kalimantan Timur menilai pelaksanaan pilkada serentak tahun 2020 berpotensi menimbulkan kluster baru penyebaran Covid-19, sehingga organisasi para dokter tersebut menyarankan Pilkada ditunda pelaksanaannya. ”Perkembangan kasus Covid-19 di Kaltim dalam kurun terakhir cukup tinggi, dan jumlah pasien meninggal dunia juga mengalami penambahan, sehingga melihat dari sisi tersebut memang sebaiknya Pilkada ditunda hingga kasus pandemi ini berakhir,” kata Ketua IDI Kaltim, dr Nataniel Tandirogang. Menurut dr Natan sapaan akrabnya saat ini kalangan medis cukup mengkhawatirkan pelaksanaan pilkada akan berdampak pada timbulnya kasus baru Covid-19. Terlebih memasuki massa kampanye, dengan kegiatan yang besar dan berpotensi menghadirkan banyak orang. ”Tentunya kondisi seperti ini harus menjadi perhatian, khususnya penyelenggara Pilkada agar menggunakan pola kampanye yang lebih aman semisal kampanye virtual,” beber dr Natan. Selain itu lanjut dr Natan, saat ini sudah banyak kasus positif tanpa gejala, sehingga pada saat Pilkada cukup berpotensi menyebar secara luas kepada masyarakat lainnya. ”Pasien tanpa gejala ini bisa dengan leluasa datang ke TPS karena terinfeksi Covid-19 namun tak bergejala. Ketika pelaksanaannya pun tanpa disiplin protokol kesehatan, risiko penularan dan terbentuknya klaster pilkada, benar-benar terbuka lebar,” kata dr Natan. (fin/ful)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: