4 Pegawai Pajak Diduga Terlibat Suap
JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan lima tersangka terkait kasus dugaan suap restitusi pajak PT WAE (Wahana Auto Ekamarga). Perkara ini menjerat mantan Komisaris Utama sekaligus Komisaris PT WAE Darwin Maspolim sebagai pemberi suap. Wakil Ketua KPK Saut Situmorang mengatakan, penerima suap dalam perkara ini yakni empat pegawai Direktorat Jenderal (Ditjen Pajak) masing-masing Kepala Kantor Pelayanan Pajak Penanaman Modal Asing (PMA) Tiga Kanwil Jakarta Khusus/Penyidik PNS Yul Dirga, Supervisor Tim Pemeriksa Pajak Hadi Sutrisno, Ketua Tim Pemeriksa Pajak Jumari, dan Anggota Tim Pemeriksa Pajak M Naim Fahmi. Suap yang diberikan sekitar sekitar Rp9,53 miliar. Agar, keempat pegawai pajak tersebut menyetujui restitusi pajak PT WAE tahun 2015 dan 2016 masing-masing sebesar Rp5,03 miliar serta Rp2,7 miliar. "Setelah menemukan bukti permulaan yang cukup, KPK melakukan penyidikan dan menetapkan lima tersangka," ujar Saut dalam jumpa pers di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta, Kamis (15/8). Saut menjelaskan, PT WAE merupakan perusahaan penanaman modal asing (PMA) yang menjalankan bisnis sebagai dealer dan pengelola layanan sales, services, spare part dan body paint untuk mobil pabrikan luar negeri. Jaguar, Bentley, Land Rover, dan Mazda merupakan beberapa merek yang dijual PT WAE di Indonesia. Terkait restitusi pajak tahun 2015, PT WAE mulanya menyampaikan SPT Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan dengan mengajukan restitusi sebesar Rp5,03 miliar. Kantor Pelayanan Pajak PMA Tiga mengutus tim untuk melakukan pemeriksaan lapangan. Dalam tim tersebut, Hadi Sutrisno ditugaskan sebagai supervisor, Jumari sebagai ketua tim, dan M Naim Fahmi sebagai anggota tim. Berdasarkan hasil pemeriksaan tim, Hadi Sutrisno menyampaikan kepada PT WAE bahwa perusahaan tidak melakukan kelebihan bayar, melainkan kurang. Hadi Sutrisno kemudian menawarkan bantuan untuk menyetujui pengajuan restitusi dengan imbalan di atas Rp1 miliar. Saut membeberkan, Darwin Maspolim sebagai petinggi PT WAE pun menyetujui hal itu. Pihak PT WAE lalu mencairkan uang dalam dua tahap dan menukarkannya ke dollar Amerika Serikat (USD). Pada April 2017, terbit Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB) Pajak Penghasilan yang menyetujui restitusi sebesar Rp4,59 Milyar. SKPLB tersebut ditandatangani oleh Yul Dirga selaku Kepala KPP PMA Tiga. Berikutnya, sekitar awal Mei 2017, salah satu staf PT WAE menyerahkan uang pada Hadi Sutrisno di parkiran sebuah pusat perbelanjaan di Jakarta Barat sebesar USD73.700 yang dikemas dalam sebuah kantong plastik hitam. Uang tersebut kemudian dibagi Hadi pada Yul Dirga, Jumadi, dan M Naim Fahmi. "Pembagian sekitar USD18.425 per orang," kata Saut. Saut menambahkan, praktik suap pun berlanjut untuk pengajuan restitusi pajak tahun 2016. PT WAE kembali menyampaikan SPT Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan dengan mengajukan restitusi sebesar Rp2,7 miliar. Sebagai tindak lanjut, Tersangka Yul Dirga menandatangani surat pemeriksaan lapangan dengan Hadi Sutrisno sebagai salah satu tim pemeriksa. Saat proses klarifikasi, Hadi Sutrisno memberitahukan pihak PT WAE bahwa terdapat banyak koreksi sehingga yang seharusnya lebih bayar menjadi kurang bayar. "Dalam pertemuan berikutnya tersangka HS (Hadi Sutrisno) kembali menawarkan bantuan dan meminta uang Rp1 miliar," ucap Saut. Kali ini, PT WAE menolak. Sehingga, Hadi Sutrisno bernegosiasi dengan Yul Dirga. Kemudian disepakati komitmen fee Rp800 juta. Pihak PT WAE kembali menggunakan sarana money changer untuk menukar uang rupiah menjadi USD. Pada Juni 2018, terbit Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB) Pajak Penghasilan yang ditandatangani oleh Yul Dirga. Surat tersebut menyetujui restitusi sebesar Rp2,77 miliar. Dua hari kemudian, pihak PT WAE menyerahkan uang USD57.500 pada Hadi Sutrisnodi toilet pusat perbelanjaan di Jakarta Selatan. "Uang tersebut kemudian dibagi dengan tim pemeriksa sekitar USD13.700 untuk setiap orang. Sedangkan Yul Dirga, Kepala KPP PMA Tiga mendapatkan USD14.400," jelas Saut. Atas perbuatannya, Darwin Maspolim sebagai pemberi suap disangkakan melanggar pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 65 ayat (1) KUHP. Sedangkan Yuk Dirga, Hadi Sutrisno, Jumari, dan M Naim Fahmi sebagai penerima suap disangkakan melanggar pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b subsider Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 65 ayat (1) KUHP. Saut menyatakan, penanganan perkara ini dilakukan KPK yang bekerja sama dengan Inspektorat Bidang Investigasi (IBI) Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Ia pun berharap kerja sama seperti ini dapat berkontribusi positif untuk meminimalisir penyimpangan pada sektor pajak dan penerimaan negara. Berkat WiSe Kemenkeu Sementara itu, Inspektur Jenderal Kemenkeu Sumiyati menyampaikan, kasus ini dapat terendus berdasarkan pengaduan di aplikasi Whistleblowing System (WiSe) Inspektorat Jenderal (Itjen) Kemenkeu pada September 2018. Dua bulan kemudian, Itjen Kemenkeu menerima surat dari KPK mengenai informasi pengaduan kasus ini. Lembaga antirasuah, kata Sumiyati, juga meminta menindaklanjuti kasus ini serta menginformasikan perkembangan penanganannya. "Atas informasi-informasi tersebut, tim Itjen melakukan investigasi dan mendapatkan bukti-bukti kebenaran adanya fraud (penyimpangan)," kata Sumiyati. Berdasarkan hasil investigasi tersebut, sambung Sumiyati, para pegawai yang terlibat telah diberikan rekomendasi hukuman disiplin. Penindakan ini pun lalu diinformasikan pada KPK. Sumiyati pun mengakui, atas hal ini pihaknya lantas melakukan pembenahan dengan menjaga integritas pegawai pada tataran strategis mau pun teknis. Hal strategis yang selalu dijaga adalah memastikan jabatan di Kemenkeu diisi oleh pegawai yang berintegritas serta disiplin. "Mekanisme standar yang dilakukan adalah melalui screening ketat clearance integritas pegawai dan manajemen talenta meliputi analisa catatan hukum disiplin, informasi transaksi keuangan mencurigakan, laporan harta kekayaan, perilaku dan gaya hidup, catatan pengaduan, serta informasi digital footprint pegawai," paparnya. Sedangkan hal teknis yang dijaga yakni meminta setiap atasan untuk melakukan program know your employee. Sumiyati menambahkan, mereka juga diminta menjaga tone at the top dan walk the talk ke masing-masing bawahan langsungnya. "Lini Unit Kepatuhan Internal di masing-masing unit juga ditugaskan untuk memantau tingkat kepatuhan pelaksanaan pekerjaan, perilaku pegawai, dan membuat fraud risk skenario untuk kegiatan yang berisiko tinggi," tegasnya. Sumiyati mengungkapkan, sejak kasus tersebut tidak ada kejadian serupa sampai saat ini. "Dan kami meminta seluruh jajaran kementerian untuk menjaga hal ini jangan sampai terulang," pungkasnya. (riz/ful/fin)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: