40 Triliun Dana FLPP Dialihkan ke Tapera

40 Triliun Dana FLPP Dialihkan ke Tapera

MAGELANGEKSPRES.COM,JAKARTA - Kementerian PUPR menyatakan, bahwa pemerintah akan mengalihkan outstanding Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) ke dalam program Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) sebesar Rp 40 triliun. Dirjen Pembiayaan Infrastruktur Pekerjaan Umum dan Perumahan Kementerian PUPR Eko Djoeli Heripoerwanto menjelaskan, bahwa pelimpahan dana itu sesuai dengan amanat PP Nomor 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tapera. "Selama ini outstanding FLPP Rp40 triliun dan itu uang pemerintah yang pernah ditanam di Lembaga Pengelolaan Dana Pembiayaan Perumahan (LPDPP) dan itu melalui pengembalian pokok secara diangsur bulanan dan seterusnya diterima kembali oleh pemerintah," kata Eko dalam video conference, seperti ditulis Sabtu (6/6). Kendati demikian, Eko mengatakan bahwa LPDPP masih akan beroperasi selama BP Tapera belum bisa menjalankan operasionalnya secara penuh. BP Tapera sendiri, baru akan melakukan pemungkutan kepada pekerja kelompok PNS pada awal tahun depan. Untuk pengalihan dana FLPP secara keseluruhan, paling lambat dilakukan hingga tujuh tahun ke depan atau tahun 2027. "Selama BP Tapera belum berfungsi dan beroperasional penuh, sampai dengan 7 tahun ke depan, maka kita siapkan dan pastikan bahwa LPDPP dan FLPP masih menjalankan tugas," ujarnya. Eko menambahkan, bahwa selama masa transisi ini pemerintah akan berupaya menjaga agar layanan kepada masyarakat pada tingkat berpenghasilan rendah tidak terputus atau terhenti. "Kita akan siapkan serta pastikan Pusat Pengelolaan Dana Pembiayaan Perumahan (PPDPP) dan FLPP masih menjalankan tugas," imbuhnya. Mengenai kapan pengalihan outstanding FLPP ke Tapera tersebut akan dilakukan, kata Eko, bahwa pemerintah akan terlebih dahulu melihat momen yang tepat. Tetapi pada intinya, selama BP Tapera belum bisa melayani MBR secara keseluruhan maka FLPP ini tentunya tetap akan berjalan. "Kita akan melihat seiring berjalannya waktu, momen yang tepat untuk pengalihan outstanding tersebut kapan. Meskipun dari sisi peraturan perundangan ini harus dilakukan pada tahun 2021, " tuturnya. Dalam proses pengalihan tersebut, BP Tapera juga akan fokus mengurus kepesertaan dari berbagai kelompok pekerja mulai dari pegawai negeri sipil (PNS) hingga warga negara asing (WNA). Namun, BP Tapera akan lebih dulu fokus pada peserta PNS. Komisioner BP Tapera, Adi Setianto menjelaskan, bahwa pada 2020 dan 2021 ini pihaknya akan fokus pada peserta kelompok kerja PNS. Menurutnya, ini lebih mudah karena PNS sebelumnya sudah mengikuti program tabungan untuk PNS. "Hanya saja, prosesnya nanti akan diatur oleh BP Tapera. Kami belum menjelaskan rinci terkait pengalihan kepesertaan PNS di Tapera," kata Adi. Setelah itu, BP Tapera akan mulai fokus pada kepesertaan karyawan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) pada 2022 mendatang. Setelah itu, baru TNI dan Polri. "Tak sampai di situ, pegawai swasta hingga WNA juga diwajibkan ikut program Tapera. Dalam hal ini, ada masa transisi tujuh tahun bagi pegawai swasta, pekerja mandiri, dan WNA untuk masuk sebagai peserta di program Tapera," terangnya. Terkait WNA, Adi menjelaskan bahwa WNA yang diwajibkan menjadi peserta Tapera adalah mereka yang sudah bekerja selama enam bulan di Indonesia. "Di sini, Warga asing diwajibkan ikut bergotong-royong bersama pemerintah dalam menyediakan program perumahan bagi masyarakat," imbuhnya. Secara teknisnya, penerima manfaat Tapera akan mendapatkan fasilitas kredit pemilikan rumah (KPR) dengan bunga kredit sebesar 5 persen. Angka itu sama seperti yang diberikan dari program Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP). "Kami sengaja memberikan bunga rendah kepada penerima manfaat program Tapera demi meringankan beban masyarakat. Suku bunga yang ditawarkan program Tapera lebih rendah dari rata-rata suku bunga bank komersial sekitar 5,5 persen," jelasnya. Namun dalam peraturannya, tak semua peserta bisa mendapatkan manfaat dari program Tapera. Adi memaparkan dana Tapera hanya bisa dimanfaatkan bagi mereka yang belum memiliki rumah. "Ada tiga layanan yang diberikan BP Tapera kepada yang berhak menerima manfaat yakni MBR dengan gaji Rp4 juta sampai Rp8 juta. Sementara MBR yang sudah memiliki rumah dapat digunakan untuk renovasi. Untuk itu, Adi menyatakan pihaknya akan bekerja sama dengan Kementerian PUPR untuk menentukan batas golongan MBR. Dengan begitu, tak ada kesalahan dalam menyalurkan dana Tapera. Selain itu, penerima manfaat juga harus mempunyai masa kepesertaan minimal 12 bulan. Adi bilang aturan lebih detail nantinya akan diatur oleh BP Tapera. "Peserta yang tidak masuk kategori penerima manfaat bisa mencairkan dana yang selama ini dibayar setiap bulan kepada BP Tapera. Pencairan bisa dilakukan pada akhir kepesertaannya," . Diketahui, peserta Tapera wajib membayar iuran sebesar 3 persen dari total gaji. Namun, pekerja hanya menanggung sebesar 2,5 persen dan sisanya sebesar 0,5 persen dibayarkan oleh pemberi kerja. Di samping itu, Adi menjelaskan pihaknya akan bekerja sama dengan manajer investasi untuk mengelola iuran dana yang dibayarkan peserta. Sejauh ini, BP Tapera telah menunjuk lima perusahaan manajer investasi untuk melakukan hal tersebut. "Untuk sementara MI ada lima, itu kombinasi swasta dan afiliasi dengan Badan Usaha Milik Negara (BUMN)," tuturnya. Adi menyatakan, bahwa iuran tersebut akan ditempatkan dalam investasi yang cukup aman. Terlebih, BP Tapera juga akan diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). "Saham pun akan diputar, harapannya dengan aturan yang jelas dan transparan maka keuntungannya lebih baik daripada menabung di perbankan," jelasnya. Selain itu, BP Tapera juga sudah menunjuk PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk atau BRI untuk menjadi bank kustodian. Artinya, BP Tapera akan menempatkan dana iuran peserta di BRI. "Dari masukan dan diskusi akhirnya kami menunjuk BRI, ada komitmen," ujarnya. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengingatkan, agar program Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) dijalankan dengan tata kelola yang baik sesuai aturan main yang dibuat pemerintah. Dengan begitu, Tapera tak mengundang masalah di kemudian hari. Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso mengatakan, bahwa program Tapera agar tak mengulang kejadian gagal bayar seperti yang dialami PT Asuransi Jiwasraya (Persero). "Tapera sama prinsipnya, harus menggunakan kaidah dan tata kelola sesuai ketetapan pemerintah," ujar Wimboh. Menurut Wimboh, pemerintah sudah memberikan keringanan masyarakat untuk membeli rumah dengan program tabungan di Tapera. Untuk itu, ia mengingatkan agar tata kelola lembaga keuangan juga diterapkan karena menyangkut tabungan masyarakat. "Kaidah tata kelola lembaga keuangan harus dipenuhi, harus dilakukan di Tapera dan lembaga keuangan lainnya," terangnya. Dapat disampaikan, bahwa konsep tabungan perumahan di Tapera sama dengan salah satu produk milik Jiwasraya yang menawarkan tabungan investasi atau saving plan. "Maka itu, program Tapera perlu menjunjung tinggi tata kelola yang baik agar tak terjadi masalah pada waktu mendatang," imbuhnya. Sementara itu, kalangan pengusaha menilai, bahwa dengan diterbitkannya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2020 tentang Tabungan Perumahan Rakyat (PP Tapera) malah menambah beban pengusaha dan pekerja di tengah kondisi ekonomi dan bisnis yang tak pasti seperti saat ini. "PP Tapera akan membebani pengusaha dan pekerja karena dalam aturan itu disebutkan besaran iuran Tapera sebesar tiga persen dengan komposisi 2,5 persen dipotong dari gaji pekerja dan 0,5 persen ditanggung pengusaha," kata Ketua Umum DPD Himpunan Pengusaha Pribumi Indonesia (Hippi) DKI Jakarta Sarman Simanjorang. "Pengusaha saat ini sedang meradang, cash flow-nya sudah sangat berat akibat berhentinya berbagai aktivitas usaha. Sudah banyak pekerja terkena PHK dan dirumahkan," imbuhnya. Menurut Sarman, jangankan untuk memikirkan iuran Tapera, iuran wajib seperti BPJS Ketenagakerjaan dan BPJS Kesehatan saja para pengusaha sudah meminta agar pembayarannya bisa ditunda. "Hal itu dilakukan lantaran ketidakmampuan pengusaha dalam kondisi saat ini," ujarnya. Wakil Ketua Dewan Pertimbangan Kadin DKI Jakarta itu juga berharap, pemerintah bisa mengevaluasi pemberlakuan PP Tapera sampai kondisi ekonomi kita membaik, arus kas pengusaha memungkinkan dan pendapatan pekerja juga telah normal. "Daripada dipaksakan hasilnya tidak maksimal dan kesannya pemerintah tidak peka terhadap yang kondisi yang dihadapi pengusaha saat ini," pungkasnya. (der/fin)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: