Ada yang Salah dari Konsep Pendidikan Vokasi

Ada yang Salah dari Konsep Pendidikan Vokasi

MAGELANGEKSPRES.COM,JAKARTA - Pemerintah diminta memperbaiki konsep link and match antara dunia sekolah dengan dunia usaha dan industri. Sebab, faktannya lulusan SMK yang memiliki pola pendidikan vokasi justru menyumbang angka pengangguran tertinggi. Padahal, lulusan yang memiliki link and match dengan dunia kerja menjadi fokus pengembangan pendidikan vokasi dalam tiga tahun terakhir. Dengan menumpukan kegiatan pendidikan 70 persen di lapangan dan 30 persen di kelas diharapkan mampu menelurkan lulusan pendidikan vokasi yang lebih terampil di dunia kerja. Anggota Komisi X DPR RI, Ledia Hanifa Amaliah mengatakan, bahwa fakta ini menunjukkan masih ada ketimpangan dalam konsep link and match antara dunia sekolah dengan dunia usaha dan industri. "Artinya masih ada yang tidak klop dengan konsep link and match ini, bisa dari soal kerja lapangannya, tenaga kependidikannya maupun dari kurikulumnya," kata Ledia, Jumat (20/12). Ledia mengungkapkan, meski 70 persen waktu siswa digiatkan dalam kerja praktik lapangan namun pada kenyataannya masih banyak perusahaan mitra yang memperlakukan siswa hanya sebagai helper, bukan sebagai siswa magang yang tengah memenuhi target kerja sesuai kurikulum. "Dari berbagai masukan dan serap aspirasi terungkap kalau Dunia Usaha dan Dunia Industri (DUDI) yang menjadi mitra sekolah kerap hanya menjadikan anak-anak magang sebagai helper, tenaga bantu-bantu di beberapa unit. Kadang, tidak berkesuaian dengan rencana ajar, yang penting magang," ungkapnya. "Padahal siswa magang seharusnya memiliki rencana, target dan evaluasi pencapaian yang ditentukan dan terukur, serta sebelum magang antara sekolah dengan mitra DUDI sudah ada kesepahaman akan rencana, target dan evaluasi pencapaian praktek lapangan dari siswa tersebut," imbuhnya. Ledia juga mengingatkan tentang kompetensi guru. Menurutnya, guru yang mengajar pada sekolah vokasi perlu ditingkatkan keahliannya, di antaranya dengan memastikan mereka memperoleh pelatihan yang tepat sampai memiliki sertifikat kompetensi yang sesuai dengan bidang ajar. "Padahal logikanya kalau siswa didorong untuk menjadi terampil dan ahli tenaga pengajarnya harus lebih terampil dan ahli dong. Salah satunya ya dibuktikan dengan sertifikat kompetensi yang dimiliki," katanya Terlebih lagi, Ledia meminta implementasi kurikulum sekolah vokasi juga perlu pula diawasi dan dievaluasi secara berkala. "Kalau kurikulumnya sudah menitikberatkan pada soal ketrampilan, keahlian, link and match, maka pencapaian ketrampilan minimal dan kompetensi minimal dari setiap siswa dapat harus dilihat secara terukur," tuturnya. Menanggapi pernyataan itu, Direktur Pembinaan SMK Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), Bakrun mengatakan, bahwa pemerintah saat ini telah merancang kurikulum yang sesuai dengan keinginan industri. "Kemendikbud saat ini juga terus menjalin kerja sama dengan industri guna meningkatkan peluang kerja bagi lulusan SMK," ujarnya. Kendati data dan fakta menyebut demian, Bakhrun tidak menampik bahwa lulusan SMK saat ini cenderung lebih ingin diakui sehingga ekspektasinya kepada lapangan kerja pun semakin tinggi. Oleh karena itu, lulusan SMK menjadi kian selektif dalam urusan mencari kerja ketimbang mereka yang lulusan SD maupun SMP. "Kalau dikatakan adanya mismatch, sebenarnya sudah sejak dulu untuk perguruan tinggi juga tidak ada yang match kecuali untuk yang memang [menempuh pendidikan] profesi," terangnya. Bakhrun juga mengatakan, bahwa kurikulum SMK sudah mengadaptasi kurikulum yang lebih modern ketimbang level pendidikan lain. Selain itu, ia juga mengklaim peminat untuk pendidikan SMK relatif meningkat dalam kurun waktu lima tahun terakhir. "Rata-rata kenaikannya setiap tahun mencapai 250 ribu siswa di seluruh Indonesia," ujarnya. Pengamat pendidikan, Doni Koesoema menyatakan perlunya perbaikan pada kurikulum di tingkat SMK. Menurutnya, kurikulum tersebut seharusnya tidak dibuat oleh pemerintah semata, melainkan dominasi dari dunia industri sehingga lulusannya bisa relevan dengan kebutuhan industri dan masyarakat penggunanya. "Perbaikan SMK, kan, baru-baru ini saja. Sehingga SMK yang diperbaiki ini pun belum menghasilkan lulusan yang signifikan" katanya. Selain itu, Doni juga mengimbau agar lulusan SMK juga dapat meningkatkan kualitas pada sisi keterampilan dan pengetahuannya. "Karena kualitas pada dua hal itu yang masih dianggap rendah, Doni mengatakan dunia industri lebih condong memilih lulusan SMA ketimbang SMK," pungkasnya. (der/fin)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: