Amandemen UUD Belum Disepakati
MAGELANGEKSPRES.COM,JAKARTA - Upaya mengamandemen Undang Udang Dasar (UUD) 1945 belum disepakati. Masih ada sejumlah fraksi di Mejelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang belum menyetujui. Wakil Ketua MPR Syarif Hasan mengatakan hingga saat ini ada tiga fraksi yang belum menyetujui amendemen terbatas UUD 1945 untuk menghadirkan kembali Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN). "Fraksi yang belum (setuju) adalah Golkar, PKS, dan Demokrat," kata Syarif di Jakarta, Minggu (16/2). Sementara fraksi sisanya, telah menyetujui untuk dilakukan amendemen terbatas terhadap UUD 1945. Politisi Demokrat ini mengatakan yang menjadi persoalan saat ini adalah bukan hanya tentang wacana menghidupkan kembali GBHN melalui amendemen UUD 1945. Tapi juga terkait kesediaan presiden berikutnya mematuhi GBHN yang telah ditetapkan nantinya. "Bahwa sebenarnya bukan persoalan menyangkut masalah GBHN, tetapi masalah orang yang ditunjuk, yang dipilih oleh rakyat, mau ikut tidak? Mau dilanjutkan tidak dengan apa yang sudah dilakukan oleh pemerintah sebelumnya?," kata Wakil Ketua Umum DPP Partai Demokrat itu. Menurutnya, hal itulah yang menjadi salah satu penyebab beberapa fraksi, termasuk Demokrat yang belum menentukan sikap terkait wacana amendemen. "Jadi sekali lagi kami beberapa fraksi di MPR, termasuk di dalamnya Demokrat, belum dalam taraf menyetujui apakah melakukan amendemen atau tidak," kata dia. Meski demikian, dia mengatakan akan mengusahakan bisa ditentukan secepatnya minimal dalam lima tahun ke depan atau sebelum periode MPR saat ini berakhir. "Kita usahakan dalam periode ini akan ada keputusan, apakah kita setuju melakukan amendemen 1945 atau kita tidak setuju amendemen," ujarnya. Dikatakannya, saat ini pihaknya masih dalam tahapan menyerap aspirasi dari masyarakat. MPR sedang melakukan kunjungan ke berbagai universitas, pemerintah provinsi, dan pemerintah kota/kabupaten untuk meminta pandangan mereka mengenai wacana amendemen. "Kami memiliki kesimpulan bahwa mereka ini adalah bagian daripada representasi dari kaum intelektual yang akan memberikan saran dan pandangan yang objektif," terangnya. Menurut Syarif, masukan tersebut sangat diperlukan bagi MPR sebagai pertanggungjawaban atas keputusan yang akan diambil nanti. "Bagaimanapun kita harus jelaskan, mengapa GBHN perlu dan mengapa tidak, kalau perlu bagaimana, kalau tidak perlu bagaimana, harus ada solusi yang disampaikan kepada masyarakat," kata dia. Nanti, masukan yang diperoleh dari masyarakat akan disinergikan dengan alat kelengkapan tentang kajian yang saat ini sedang bekerja di MPR, yakni komisi kajian ketatanegaraan. "Nah semua serapan yang kami lakukan akan disinergikan di MPR untuk menjadi bahan di dalam melakukan rapat gabungan MPR dan untuk pengambilan keputusan," katanya. Sementara itu, Pendiri Lingkar Madani, Ray Rangkuti justru mencurigai MPR telah setuju melakukan amandemen. Ray menilai persentase keputusan pada pimpinan MPR ada pada angka 80 dan 20 persen. "Kita belum tahu persis seluruhnya karena bertemu dengan pimpinan MPR posisinya bisa beda-beda. Kalau Pak Syarief (Wakil Ketua MPR) kita tahu posisinya agak netral, artinya bisa lanjut (amandemen) bisa tidak. Tapi mungkin untuk unsur pimpinan yang lain ceritanya 80-20 persen, 80-nya itu harus amandemen, amandemennya itu GBHN. Sebesar 20-nya ya masukan-masukan terkait dengan bunyi dari amandemen ini," ujarnya dalam kesempatan yang sama pada diskusi 'Menghidupkan GBHN, Menghidupkan Orba'. Dia juga menyoroti sosialisasi amandemen UUD 1945 dan GBHN yang dilakukan pimpinan MPR hanya untuk meminta masukan pokok-pokok. "Jadi bukan pada apakah kita mau amandemen atau tidak. Ini tidak, harus amandemen dan GBHN. Cuma kalau kita mau amandemen GBHN mau diapakan sebetulnya? Bentuknya seperti apa? Itulah sebagian yang saya lihat dari unsur pimpinan MPR yang sedang melakukan sosialisasi," katanya. Ray menduga sosialisasi itu bukanlah untuk menampung aspirasi rakyat. Namun MPR sudah memiliki keputusan sendiri untuk melakukan amandemen UUD 1945. "Jadi bukan lagi sosialisasi dalam konteks menampung aspirasi. Ini kan tema besarnya amandemen atau tidak. Nah, kalau amandemen, apa poin-poinnya, itu pandangan Pak Syarief, tapi yang yang lain kelihatan bukan lagi amandemen atau tidak. Sudah diputuskan oleh MPR harus amandemen," tegas Ray. Dia menyebut apa yang diutarakannya bukanlah tanpa dasar. Dia kemudian menyinggung merapatnya Gerindra ke pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) dalam sebuah bentuk persetujuan untuk dikembalikannya GBHN. "Kita bisa cek kok di berbagai pernyataan mereka, misalnya kalau kita lihat apa alasan mendasar dari koalisi Jokowi dan Prabowo, salah satunya mereka kan titik temunya sama-sama ingin GBHN, sama-sama ingin amandemen," terangnya. Selain itu, sosialisasi yang dilakukan Ketua MPR Bambang Soesatyo sudah pada tahap sosialisasi amandemen akan dilakukan. Dengan poin utamanya adalah GBHN. "Beberapa road show yang dilakukan Pak Bambang Soesatyo sudah pada tahap amandemen sudah harus dilakukan, tapi modelnya seperti apa, nah itulah yang dimintakan, tapi amandemennya harus terjadi. Amandemen apa? Amandemen GBHN-nya. Amandemen yang lain tidak," jelasnya. Ray juga mendukung adanya amandemen UUD 1945. Namun amandemen itu harus berpihak kepada rakyat. Namun, dia menduga amandemen untuk kepentingan masyarakat bukanlah menjadi poin penting.(gw/fin)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: