Antisipasi Krisis Pangan Lewat Intensifikasi Lahan
MAGELANGEKSPRES.COM,JAKARTA - Pemerintah melalui Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) melakukan upaya dalam mengantisipasi krisis pangan melalui intensifikasi lahan pertanian seluas 1,8 juta hektare (ha). Diketahui, badan pangan dunia (FAO) memperkirakan akan terjadi krisis pangan secara global karena adanya pandemi corona atau Covid-19 di seluruh dunia. Oleh karena itu, Kemendes PDTT menyikapi kondisi itu dengan melakukan intensifikasi lahan 1,8 juta ha yang tersebar di 3,2 juta ha kawasan transmgrasi. Lahan tersebut sudah termasuk 45 ribu ha lahan gambut transmigrasi di Dadahup Lamunti Kapuas, Kalimantan Tengah. Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Mendes PDTT) Abdul Halim Iskandar mengatakan, program intensifikasi lahan ini akan melibatkan pemerintah dan swasta, serta swadata transmigrasi sendiri. \"Krisis pangan akan terjadi sesuai prediksi FAO. Di Indonesia pasti akan terjadi karena covid-19, kita harus berupaya berdikari makanya sektor pertanian di genjot,\" kata Abdul Halim dalam video daring, Kamis (14/5). Intensifikasi lahan transmigrasi akan dilakukan pada masa musim kemarau bulan Mei 2020. Lahan tersebut akan ditanami padi gogo yang tahan dengan sedikit air. Ia menjelaskan, intensifikasi produksi padi mencakup peningkatan mekanisasi pertanian, perbaikan irigasi terutama pintu-pintu air yang kurang berfungsi, perbaikan pemupukan dan penggunaan benih unggul padi, serta pengolahan pasca panen. Untuk sentra-sentra produksi padi tersebut, pihaknya telah menyediakan rice milling unit (RMU) dan rice milling plant (RMP) dengan kapasitas giling 1,5 ton sampai 3 ton gabah perjam. Intensifikasi lahan ini, selain didukung dari kementerian lain, juga mendapat sokongan internal melalui dana desa. Setidaknya terdapat 1.430 desa di kawasan produktif itu dengan total anggaran Rp538 miliar dapat digunakan untuk pembiayaan program tersebut dengan pengelolaan tenaga kerja secara padat karya. \"Nantinya, 1 juta Ha lahan sawah di kawasan transmigrasi dapat menghasilkan produksi 10 juta ton padi dalam setahun. Karena masih baru ditanam, maka satu sampai tiga tahun akan dikembangkan teknik tumpang sari,\" tutur dia. Terpisah, ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Ariyo Irhamna menilai, program intensifikasi lahan yang dilakukan pemerintah tak akan efektif mengantisipasi krisis pangan yang sudah di depan mata. \"Intensifikasi lahan itu akan sia-sia jika alih fungsi lahan pertanian tetap tinggi,\" ujar dia kepada Fajar Indonesia Network (FIN), kemarin (14/5). Sebagai solusi yang tepat menurutnya, pemerintah harus melakukan moratorium pengalihan fungsi lahan di mana setiap tahunnya cukup besar terjadi alih fungsi lahan. Hal itu untuk menjaga kebutuhan pangan masyarakat 267 juta jiwa. \"Maka, pemerintah perlu melakukan moratorium alih fungsi lahan pertanian,\" ucapnya. Terkait alih fungsi lahan, pemerintah telah mengeluarkan UU 41/2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan. Adapun bagi pihak yang melakukan alih fungsi lahan sesuai dengan UU nomor 51 tahun 2009, dikenakan sanksi penjara 5 tahun.(din/fin)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: