Aparat Pemerintah Diminta Hindari Gratifikasi, Masyarakat Jangan Biasakan Beri Imbalan
MAGELANGEKSPRES.COM,PURWOREJO- Aparatur pemerintah di Kabupaten Purworejo harus dapat memberi teladan dalam penerapan pengendalian gratifikasi di lingkungan kerjanya masing-masing secara berkesinambungan. Dengan memahami makna gratifikasi diharapkan dapat terhindar dari gratifikasi yang mengarah kepada suap. Hal itu ditegaskan oleh Penjabat Sementara (Pjs) Bupati Purworejo, Ir Yuni Astuti MA, saat membuka Sosialisasi Pengendalian Gratifikasi di Lingkungan Pemkab Purworejo di Ruang Arahiwang Setda Purworejo, Senin (9/11). \"Jangan sampai karena kita tidak tahu atau pemahaman yang tidak tepat, tetapi masuk gratifikasi. Kan tidak lucu kita kepeleset karena gratifikasi. Kita harus benar-benar memahami filosofi gratifikasi yang dimaksudkan undang-undang,\" tegas Yuni Astuti. Pjs Bupati menambahkan, informasi mengenai gratifikasi tidak hanya diperlukan bagi aparatur pemerintah, melainkan juga masyarakat. Dengan demikian diharapkan masyarakat tidak membiasakan memberikan imbalan kepada aparatur pemerintah. Menurut Yuni, praktik memberi dan menerima hadiah sesungguhnya merupakan hal yang wajar dalam hubungan kemasyarakatan. Apalagi bagi warga Indonesia yang hidup dengan keberagaman suku bangsa dengan segala adat-istiadatnya. Namun, yang perlu dihindari adanya muatan-muatan tertentu pada saat pemberian tersebut, sehingga dapat menimbulkan benturan kepentingan yang menjadikan pemberian itu diindikasikan sebagai gratifikasi. Pihaknya berharap kegiatan ini mampu mendukung pembangunan SDM Pemkab Purworejo bersih yang bebas dari praktek korupsi, kolusi dan nepotisme serta untuk mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik (good governance) khususnya melalui implementasi program pengendalian gratifikasi. Baca Juga 48 Anggota Polres Temanggung Dites Swab “Mudah-mudahan melalui sosialisasi ini bisa meningkatkan pemahaman dan pengetahuan tentang gratifikasi, sekaligus sebagai upaya preventif terhadap kemungkinan pelaku tindak pidana korupsi,” ungkapnya. Koordinator PPG Direktorat Gratifikasi KPK Penyusun Antikorupsi Utama LSP-KPK, Sugiarto, menjelaskan bahwa gratifikasi merupakan akar dari korupsi. Hal itu karena orang yang menerima gratifikasi biasanya menghalalkan segala cara agar dapat memuaskan dirinya sendiri atau orang lain (korporasi), meskipun harus menyalahgunakan wewenang dan melanggar hukum. “Menurut survei partisipasi publik tahun 2019, hanya 37% responden segmen masyarakat yang mengetahui istilah gratifikasi. Hanya 13% responden segmen pemerintah yang pernah lapor gratifikasi,” terang Sugiarto. Menurut Peraturan Mahkamah Agung nomor 13 tahun 2016 pasal 4 ayat 2, korporasi juga dapat dipidana bila memperoleh keuntungan atau manfaat, melakukan pembiaran dan tidak melakukan langkah-langkah pencegahan terjadinya tindak pidana. “Jika masyarakat umum disebut hadiah, jika penerima pegawai negeri atau penyelenggara negara disebut gratifikasi. Gratifikasi diperbolehkan jika pemberian dalam arti luas dan tidak bertentangan dengan UU. Gratifikasi dilarang jika berhubungan dengan jabatan dan berlawanan dengan tugas dan kewajiban,” kata Sugiarto. Sugiarto menambahkan, terdapat pengecualian sanksi hukum bagi penerima gratifikasi sesuai diatur dalam pasal 12 C Undang-Undang nomor 20 tahun 2001. Gratifikasi tidak dianggap suap jika penerima gratifikasi lapor kepada KPK sebelum 30 hari kerja sejak gratifikasi diterima. “Tolak gratifikasi jika diterima langsung dan terindikasi suap. Jika tidak dapat menolak atau mungkin karena ragu, segera laporkan,” tandasnya. (top)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: