Bawaslu Ngotot Revisi UU Pilkada

Bawaslu Ngotot Revisi UU Pilkada

JAKARTA - Polemik wacana larangan koruptor untuk ikut dalam Pilkada 2020 mendatang terus bergulir. Kini giliran Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) yang minta untuk dilakukan revisi Undang-undang. Ketua Bawaslu Abhan mengungkapkan, perlu ada revisi UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang pemilihan gubernur, bupati, dan wali kota untuk membentuk pemerintah daerah yang bersih. Menurutnya, revisi tersebut juga bakal mencantumkan larangan eks narapidana koruptor mencalonkan diri sebagai kepala daerah. Harus ada ikhtiar merevisi UU 10 ini. Terutama menyangkut eks napi koruptor yang harus ada larangannya untuk ikut kontestasi dalam Pilkada. DPR harus satu suara dengan penyelenggara pemilu (Bawaslu dan KPU) terkait kelemahan dan kekurangan dalam UU Pilkada ini, kata Abhan di Jakarta, Senin (26/8). Dia menyatakan, lantaran tidak adanya larangan eks napi koruptor yang tertuang dalam UU 10 Tahun 2016 mengakibatkan banyaknya celah mantan napi koruptor mengikuti kontestasi pilkada. Hal ini baginya memungkinkan budaya korupsi terulang kembali pasca terpilih. \"Harus ada kepastian hukum yang memayungi,\" tegasnya. Abhan menjabarkan, bukan tanpa alasan Bawaslu ikut mengusulkan revisi UU 10/2016. Selain masih banyak kelemahannya terkait UU 10 Tahun 2016 tersebut, Bawaslu ingin pemda bebas dari korupsi yang mungkin dilakukan oleh kepala daerah usai terpilih. Bawaslu, lanjutnya, akan satu visi dan satu prinsip untuk tidak menginginkan pelaksanaan pilkada di 270 wilayah pada 2020 diisi oleh calon yang menyandang status mantan napi koruptor. Bawaslu ingin pemerintahan di daerah bebas dari korupsi. Dan pemerataan pembangunan daerah berjalan sesuai harapan rakyat, tuturnya. Terpisah, Akademisi Universitas Pelita Harapan Emrus Sihombing menilai jika larangan mantan koruptor untuk ijut dalam pemilu harus berdasar hukum yang kuat. Alasannya, akan menjadi celah hukum untuk menggugat di kemudian hari jika dasar yang digunakan tidak tepat. Emrus mengatakan, partai politik yang seharusnya memberikan pendidikan politik kepada masyarakat memiliki andil yang paling besar. Jika parpol tidak mengusung eks koruptor, bisa dipastikan tidak ada bekas koruptor yang maju dalam pemilu. Jika dilihat ada kegagalan partai dalam regenerasi kader. Padahal mereka lebih tau siapa saja yang memiliki track record baik dan buruk. Seharusnya yang terbaiklah yang diusung untuk maju, terangnya kepada Fajar Indonesia Network (FIN) di Jakarta, Senin (26/8). Direktur Eksekutif Emrus Corner ini menambahkan, perlu ada integritas semua pihak untuk mewujudkan pemerintahan yang bebas korupsi. Bukan hanya penyelenggara pemilu yang ngotot untuk melarang. Partai politik juga harus mendukung dengan tidak mencalonkan bekas koruptor untuk maju pada Pilkada 2020 mendatang. (khf/fin/rh)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: