Belajar Daring Banyak Dikeluhkan

Belajar Daring Banyak Dikeluhkan

MAGELANGEKSPRES.COM,JAKARTA - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menerima 213 pengaduan terkait pelaksanaan pembelajaran jarak jauh (PJJ) dari para siswa do seluruh Indonesia selama pandemi corona (Covid-19). Pengaduan terbanyak, sekitar 60 persen berasal dari Provinsi DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur. Adapun wilayahnya meliputi 14 provinsi dengan 45 kabupaten/kota. Pengaduan dari sekolah-sekolah yang berada di bawah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (KEMDIKBUD) maupun Kementerian Agama (Kemenag). Komisi KPAI Bidang Pendidikan, Retno Listyarti mengatakan, bahwa pihaknya mendapatkan pengaduan dari para siswa di berbagai daerah terkait penugasan sekolah yang mereka harus kerjakan di rumah. Aduan tersebut terhitung sejak Senin (16/3) sampai Kamis (9/4). \"Pengaduan kebanyakan berasal dari para siswa terkait penugasan yang dinilai berat dan menguras energi dan kuota internet,\" kata Retno, Selasa (14/4). Retno menuturkan, terdapat beberapa jenis aduan bidang pendidikan. Pertama adalah penugasan yang berat dan waktu pengerjaan yang pendek. Seperti contoh, siswa SMA/SMK banyak yang ditugaskan menulis esai hampir di semua pelajaran. Ada pengaduan siswa SMP yang pada hari kedua PJJ sudah mengerjakan 250 soal dari gurunya. \"Hampir 70 persen pengadu menyampaikan betapa beratnya penugasan yang diberikan setiap harinya oleh para guru,\" ujarnya. Jenis aduan kedua, lanjut Retno, adanya banyak tugas merangkum dan menyalin soal di buku. Diantaranya, ada tugas siswa SD menyalin 83 halaman buku cetak sebagai bentuk penugasan dari gurunya. \"Terkadang ada juga tugas yang meminta siswa menulis bacaan sholat yang semuanya sudah ada di buku cetak,\" imbuhnya. Selanjutnya pengaduan yang berkaitan dengan jam belajar kaku. Menurut Retno, harusnya proses pembelajaran di sekolah tidak disamakan dengan jam belajar di rumah, tidak kaku menerapkan jam pertama sampai jam terakhir. \"Masalah terakhir yakni terkait kuota. Banyak pengadu khususnya dari keluarga kurang mampu kewalahan membeli kuota internet. Termasuk juga di yang memiliki masalah keterbatasan gawai sehingga harus bergantian dengan orang tuanya,\" ungkapnya. Sementara itu, Ikatan Guru Indonesia (IGI) menilai, bahwa dengan adanya moment virus COVID-19 ini secara tidak langsung membuka mata, bagaimana sesungguhnya kualitas guru-guru di Indonesia. Artinya, sebagian besar guru masih gagap dengan pembelajaran daring yang diberlakukan di sejumlah daerah. \"Saya setengah tidak percaya saat seorang guru di Jakarta mengaku bingung harus bikin apa dan menganggap libur itu tidak efektif untuk pembelajaran. Bahkan, beberapa daerah mengarahkan guru dan siswa belajar daring dengan mengirimkan penugasan seperti memberikan PR kepada anak didik,\" kata Ketua IGI, Muhammad Ramli Rahim. Ramli menjelaskan, bahwa pembelajaran daring bukan hanya guru mengerjakan tugas di rumah. Melainkan, benar-benar seperti di kelas namun menggunakan teknologi. IGI mengklaim, bahwa sejak 10 tahun terakhir pihaknya terus melakukan upaya digitalisasi sekolah dan sangat intens dalam tiga tahun belakangan. \"Segala hal sudah diberikan kepada guru termasuk bagaimana mereka mengelola kelas dari jauh. Hal itu bermanfaat pada saat ini. Kami berharap guru terus mengasah kompetensinya, sehingga tidak gagap begitu pembelajaran daring diterapkan,\" tuturnya. Ramli menambahkan, sejak diberlakukannya belajar di rumah di beberapa provinsi, sejumlah guru mulai kebingungan bagaimana mengajar siswanya yang ada di rumah. \"Bahkan lucunya lagi siswanya diliburkan, namun gurunya disuruh tetap masuk sekolah tapi tak tahu harus bikin apa di sekolah,\" pungkasnya. (der/fin)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: