Bentuk TGPF Usut Ulang Kasus Novel
MAGELANGEKSPRES.COM,JAKARTA - Vonis rendah terhadap dua penyerang penyidik senior KPK menjadi preseden buruk bagi tim pemberantasan korupsi. Ini jelas sangat mengecewakan korban dan masyarakat. Tentunya akan sangat baik bila kasus ini diusut ulang oleh tim gabungan pencari fakta (TGPF) yang independen. Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri mengatakan sebagai korban penyerangan yang berakibat luka berat, KPK memahami kekecewaan Novel dan juga publik. Ini jelas menjadi preseden buruk dari penegakan hukum. \"Hal tersebut karena menjadi preseden buruk bagi korban kejahatan ke depan. Terlebih bagi aparat penegak hukum yang menjalankan tugas pemberantasan tindak pidana korupsi,\" ucapnya dalam keterangananya, Jumat (17/7). Dijelaskannya, kasus penyerangan Novel menjadi pengingat pentingnya jaminan perlindungan terhadap penegak hukum, khususnya para pejuang antikorupsi. \"Kami berharap isu ini menjadi perhatian bersama dan ada upaya konkret dari negara untuk memberikan perlindungan kepada penegak hukum utamanya yang sedang menjalankan tugas pemberantasan korupsi,\" kata dia. Sementara Anggota Tim Advokasi Novel Baswedan, Muhammad Isnur meminta agar Presiden Joko Widodo membentuk TGPF untuk menyelidiki ulang kasus penyiraman air keras terhadap Novel. \"Pasca putusan hakim ini Presiden Joko Widodo harus segera membentuk Tim Gabungan Pencari Fakta untuk menyelidiki ulang kasus penyiraman air keras yang menimpa Novel Baswedan sebab penanganan perkara yang dilakukan oleh Kepolisian terbukti gagal untuk mengungkap skenario dan aktor intelektual kejahatan ini,\" katanya. \"Kami Tim Advokasi Novel Baswedan menuntut pertanggungjawaban dari Presiden Joko Widodo selaku Kepala Negara karena selama ini mendiamkan citra penegakan hukum dirusak oleh kelompok tertentu,\" tambahnya. Dikatakannya, TGPF yang baru harus langsung bertanggung jawab ke Presiden. \"Proses persidangan ini juga menunjukkan bahwa potret penegakan hukum di Indonesia tidak pernah berpihak pada korban kejahatan. Terlebih lagi korban kejahatan dalam perkara ini adalah penegak hukum,\" kata Isnur. Senada diungkapkan Ketua Wadah Pegawai (WP) KPK, Yudi Purnomo Harahap. Dia menilai vonis terhadap dua penyerang Novel menunjukkan urgensinya pembentukan TGPF. \"Kami Wadah Pegawai KPK memandang bahwa putusan ini semakin mengukuhkan urgensi agar Presiden segera membentuk TGPF untuk menunjukkan komitmen serius atas pemberantasan korupsi,\" ujarnya. TGPF, nantinya harus independen serta bebas kepentingan dan langsung bertanggung jawab ke Presiden. TGPF independen tersebut menjadi kunci dalam pengungkapan kasus penyerangan Novel tersebut. Terkait vonis dua penyerang Novel, ada beberapa poin yang disorot Yudi. \"Pertama, putusan hanya membenarkan tuntutan penuntut umum dan belum mengungkap pelaku intelektual. Putusan terhadap terdakwa yang diduga penyerang Novel Baswedan tidak lah mengejutkan WP KPK,\" katanya. Sebab fakta yang disajikan jaksa penuntut umum didasarkan hasil kerja penyidik Kepolisian yang lebih banyak didasarkan pada pengakuan dari terdakwa dan seakan tidak mengelaborasi alat bukti lainnya. \"Termasuk \"amicus curiae\" yang dikirimkan organisasi masyarakat sipil, keterangan saksi korban maupun Tim Pencari Fakta Komisi Nasional Hak Asasi Manusia,\" tuturnya. Kedua, putusan persidangan tidak dapat menjadi akhir dari pengungkapan kasus penyerangan Novel. Berdasarkan fakta yang ada, kata yudi, putusan pengadilan masih menyisakan lubang didasarkan fakta yang terjadi, termasuk dari keterangan saksi-saksi maupun temuan dugaan maladministrasi terkait prosedur penanganan kasus Novel. \"Termasuk jenis cairan yang digunakan sampai penanganan alat bukti. Hal tersebut membuat WP KPK akan secara terus menerus mendorong pengungkapan kasus penyerangan ini sampai terbongkarnya serangan yang terjadi secara sistematis dan terencana ini sampai level pelaku intelektual,\" kata Yudi. Ketiga, rasa keadilan bagi korban dan jaminan keberpihakan terhadap pemberantasan korupsi belum terpenuhi. \"Berulangkali berbagai peringatan baik nasional maupun internasional dilakukan untuk mendorong pengungkapan kasus ini. Akan tetapi, pada akhirnya proses penegakan hukum yang ada masih belum dapat memberikan keadilan bagi korban karena memungkinkan pelaku sesungguhnya berpotensi masih belum dimintakan pertanggungjawaban,\" katanya. Hal tersebut, tidak hanya berpengaruh terhadap keadilan bagi korban tetapi juga jaminan pemberantasan korupsi ke depan yang independen. Sebab pemberantasan korupsi membutuhkan jaminan rasa aman atas upaya nyata membunuh kerja pemberantasan korupsi. \"Hal tersebut sesuai \"Jakarta Principles\" yang merupakan pelaksanaan komitmen negara atas ratifikasi UNCAC (Konvensi PBB Antikorupsi). Untuk itu, dibutuhkan adanya pencarian fakta yang bersifat independen dan bebas dari potensi \"conflict of interest\" dengan pembentukan tim gabungan pencari fakta,\" tuturnya. Sebelumnya, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Kamis (16/7) menjatuhkan vonis selama 2 tahun penjara kepada Rahmat Kadir Mahulette dan 1,5 tahun penjara kepada Ronny Bugis karena terbukti melakukan penganiayaan yang menyebabkan luka berat terhadap Novel. Keduanya dinilai terbukti melakukan perbuatan berdasarkan dakwaan subsider pasal 353 ayat (2) KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Putusan itu lebih berat dibanding tuntutan Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Jakarta Utara yang menuntut Ronny Bugis dan rekannya Rahmat Kadir Mahulette selama 1 tahun penjara.(gw/fin)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: