BOROBUDUR

BOROBUDUR

KEBERADAAN Candi Borobudur di wilayah Kabupaten Magelang, Jawa Tengah tetap saja seksi sebagai salah satu kunjungan wisatawan yang ingin menikmati liburan. Tak hanya wisatawan nusantara, wisatawan mancanegara pun menjadikan bangunan candi peninggalan agama Budha itu sebagai salah satu destinasi wisata yang wajib dikunjungi. Tercatat setiap tahun tak kurang 4,6 juta wisatawan mengunjungi candi peninggalan Dinasti Syailendra itu. Angka tersebut tentu saja melebihi beban maksimal yang diperbolehkan menaikkan candi tersebut, yakni hanya 128 orang saja. Namun kenyataanya jumlah kunjungan mencapai ribuan, terutama pada musim liburan. Pihak-pihak terkait pun sebenarnya sudah sejak lama mengingatkan hal itu. Dan pihak pengelola juga sudah mengetahuinya. Namun demi mengejar target kunjungan atau pemasukan, pengelola seringkali mengabaikan hal itu. Memang perawatan rutin terhadap bebatuan candi tersebut terus dilakukan, bahkan UNESCO pun ikut peduli dengan mengeluarkan anggaran untuk pelestarian pusaka warisan dunia tersebut. Kekhawatiran terhadap keberadaan Candi Borobudur yang setiap hari harus menanggung beban manusia yang semakin berat, sementara umurnya semakin tua kembali mencuat dalam acara diskusi Media Gathering di Omah Mbudur, Kecamatan Borobudur, Kabupaten Magelang, Senin malam (19/8). Direktur Pemasaran Badan Otorita Borobudur (BOB), Dr Agus Rochiyardi mengungkapkan kekhawatiranya terhadap nasib Borobudur di masa mendatang.“Kalau lama-lama dibiarkan, bisa dibayangkan bagaimana jadinya, lantai menjadi rentan rusak. Belum lagi bahaya vandalisme. Candi Borobudur juga tidak memiliki pondasi sehingga ada unsur ketakutan kalau warisan wisata dunia ini akan bermasalah,” ucapnya dalam diskusi yang tak hanya diikuti oleh para jurnalis tapi juga dihadiri oleh Wagub Jateng Tay Yasin Maimoen, Kepala Kepala Dinas Pemuda, Olahraga dan Pariwisata (Disporapar) Jawa Tengah, Sinung Nugroho Rachmadi serta  Ketua PWI Jateng, Amir Machmud. Banyak wacana yang disampaikan oleh sejumlah narasumber dalam menyikapi persoalan tersebut. Hanya saja diskusi malam itu fokus pada peran media memberitakan terkait sektor wisata. Media juga harus mengambil peran dalam Indonesia incorporated, yang sedang dikembangkan oleh pemerintah. Menurut Ketua PWI Jateng Amir Machmud, ada berbagai segmen yang dikembangkan dari definisi media partisipatif berdasar aspek-aspek kebutuhan. Jurnalisme ramah pariwisata, jurnalisme berperspektif gender, jurnalisme damai dan masih banyak lagi perspektif lain. Perspektif jurnalisme sering disalahpahami dan dibenturkan dengan makna independensi dan netralitas yang seolah-olah menjauhi tujuan bermedia dan berjurnalistik. Kalau pers tak mau bergerak, akan kalah dengan media sosial. Namun determinasi pengambil kebijakan tidak bisa dimiliki oleh medsos. Kalau sinergisitas itu bisa dibangun sejak awal dan masing-masing bisa mengambil peran sesuai kewenangan yang dimiliki sebenarnya bisa tetap menjaga Candi Borobudur sebagai salah satu tujuan wisata yang seksi tanpa rasa khawatir terhadap kerusakan. Yang terpenting masing-masing harus bisa menjaga diri, menguasai diri dan tidak serakah untuk mengejar kepentingan tertentu. (*)  

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: