Demokrat Sodorkan AHY Jadi Menterinya Jokowi
JAKARTA - Partai Demokrat sudah terang-terangan siap bergabung dalam pemerintahan Jokowi-Ma\\\'ruf Amin. Bahkan partai besutan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) ini sudah mengajukan 14 program prioritas partai kepada Presiden Joko Widodo. Sedangkan calon menteri yang disodorkan adalah Agus Hartimurti Yudhoyono (AHY). \"Sebanyak 14 program yang diserahkan kepada presiden merupakan hasil interaksi dengan masyarakat. Program tersebut untuk 5 tahun ke depan. Ini sudah kami komunikasikan dengan pemerintah,\" kata Wakil Ketua Umum Partai Demokrat Syarief Hasan di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (9/10). Dia berharap program prioritas itu dapat diterima. Menurut Syarief, Jokowi memberikan respons positif terhadap konsep tersebut. Program prioritas yang diajukan di antaranya pengentasan kemiskinan, ekonomi rakyat, dan kebijakan di bidang energi. \"Pertama, menyangkut masalah ekonomi. Daya beli rakyat. Kedua, tentang kemiskinan. Ketiga, tentang pengangguran, lapangan pekerjaan, kebijakan luar negeri. Juga soal kebijakan energi,\" paparnya. Sementara terkait calon yang disodorkan kepada Jokowi, Syarief menyebut ada sejumlah kader terbaik. Salah satunya AHY. Putra sulung SBY itu dinilai paling menonjol di antara yang lain. \"Kader-kadernya sudah terbentuk. Kalau diminta tentu Demokrat siap memberikan yang terbaik. Mas AHY saya pikir salah satu yang paling menonjol saat ini. Dia sebagai representasi dari generasi milenial Indonesia yang dipersiapkan sebagai pemimpin ke depan. Tentu saya meyakini mas AHY siap,\" imbuhnya. Sementara itu, Sekjen DPP PDIP Hasto Kristiyanto mengatakan Jokowi akan memprioritaskan kursi menteri bagi kalangan parpol koalisi. Soal itu adanya tiga kursi menteri bagi Partai Gerindra, menurut Hasto, itu menjadi hak prerogratif Presiden. \"Tapi tentu dalam demokrasi yang sehat, koalisi sebelum pilpres dan pasca pilpres di dalam kabinet itu seharusnya senafas dan sebangun,\" tegas Hasto. Dia mengatakan jika dalam perjalanannya dipandang perlu melakukan konsolidasi nasional untuk memperkokoh semangat gotong-royong, maka hal itu akan dibicarakan. \"Dalam penyusunan kabinet setelah bapak Jokowi-Ma\\\'ruf dilantik, tentu basis pendukungnya dari Koalisi Indonesia Kerja. Dinamika boleh saja. Tetapi konstruksi demokrasi yang sehat, koalisi sebelum pilpres dan pasca pilpres adalah sebangun,\" paparnya. Format kerja sama dengan partai di luar koalisi yang terjadi saat ini adalah di DPR dan MPR RI. Hubungan baik antara Ibu Megawati dengan Bapak Prabowo dijabarkan di dalam kerja sama di dua lembaga tersebut. Hasto memastikan partainya tidak berlebihan dalam hal jatah menteri. \"Ibu Mega memang ingin menteri sebanyak-banyaknya. Tetapi kita juga tahu bahwa PDIPtidak kemaruk. kami memahami Indonesia harus dibangun dengan kerjasama seluruh kekuatan elemen bangsa,\" ucapnya. Soal kabinet, lanjutnya, sudah beberapa kali dilakukan pembicaraan antara Jokowi dengan para ketua umum dan calon kandidat menteri dari partai koalisi secara terpisah. Itu dilakukan agar Presiden dapat memastikan nama-nama yang diusulkan atau dipilih berasal dari kalangan fungsional ataupun dari kepala daerah yang memiliki prestasi sesuai bidangnya. Terpisah akademisi dari Universitas Muhammadiyah Kupang, Ahmad Atang mengatakan sikap Partai Gerindra yang meminta jatah menteri mencoreng wajah oposan. Dalam politik, semua hal memang bisa saja terjadi. \"Langkah ini menurut saya, telah mencoreng wajah oposan yang semestinya berada di luar untuk menjadi penyeimbang terhadap kekuasaan,\" kata Ahmad Atang. Kabar Partai Gerindra meminta jatah posisi menteri dalam pemerintahan Jokowi, menjadi sorotan menjelang pelantikan presiden dan wakil presiden pada 20 Oktober 2019. Sebelumnya, Sekjen DPP Partai Gerindra Ahmad Muzani juga mengakui adanya pembicaraan antara utusan Partai Gerindra dan Presiden Jokowi, terkait tawaran posisi menteri dalam pemerintahan periode 2019-2024. Sementara PAN dan PKS tetap konsisten dan berkomitmen berada di luar kekuasaan. Kedua parpol itu dinilai lebih bermartabat.(rh/fin)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: