Ekonom: Kebijakan PEN Bahayakan Ekonomi Nasional

Ekonom: Kebijakan PEN Bahayakan Ekonomi Nasional

MAGELANGEKSPRES.COM,JAKARTA - Kebijakan pemerintah Indonesia memulihkan perekonomian melalui program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) dianggap berpotensi merugikan perekonomian nasional. Program PEN merupakan salah satu strategi pemerintah untuk menjaga ekonomi dalam negeri. Khususnya bagi dunia usaha seperti Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) yang terdampak akibat adanya kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Kebijakan tersebut dikeluarkan untuk memutus rantai penyebaran virus corona atau Covid-19. Regulasi itu tertuang dalam Pasal 11 Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan Untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease (Covid-19). Terkait skema PEN, pengamat koperasi dan Ketua Umum Asosiasi Kader Sosio-Ekonomi Strategis (Akses) Indonesia Suroto menilai kebijakan tersebut akan menambah terpuruk perekonomian nasional. \"Skema kebijakan PEN sepertinya bukan akan segera memperbaiki daya beli masyarakat yang sudah terpuruk tapi justru bahayakan ekonomi nasional,\" ujar dia kepada Faja Indonesia Network (FIN) kemarin (17/5). \"Ironi tersebut dapat dilihat dari skema yang dibuat oleh pemerintah yang dipayungi dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23/ 2020 sebagai pelaksanaan program,\" tambah dia. Diketahui, PP Nomor 23/3020 tentang Program PEN untik Penanganan Pandemi Covid-19 ditandatangi oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada 9 Mei 2020 kemarin. Aturan tersebut dirancang untuk menyelamatkan badan usaha negara, perbankan, dan dunia usaha. Dalam PP itu juga mengatur mengenai siapa saja yang turut terlibat dalam pengambilan keputusan, yakni mulai dari Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Menteri, Gubernur Bank Indonesia, Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan, dan Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan. Menurut dia, pandemi Covid-19 telah menghantam langsung jantung ekonomi rakyat. Kasus ini tak seperti krisis moneter tahun 1998 atau 2008. \"Sebab menghantam sektor hulu dan hilir ekonomi UMKM dan Koperasi yang meliputi 99,3 persen dari pelaku usaha kita dan memberikan pekerjaan riil dan kontribusi PDB (Produk Domestik Bruto) hingga 57 persen,\" papar dia. Namun, lanjut dia, dalam skema penyelamatanya ternyata tetap sama, melalui korporasi besar semacam BUMN yang sebetulnya manajemennya buruk dari sejak sebelum wabah corona. Seharusnya, diberikan kepada sektor UMKM dan koperasi. \"Dari total rencana alokasi dana sebesar Rp318,09 triliun, ternyata UMKM dan Koperasi itu hanya diberikan tidak lebih dari 34 triliun dan inipun hanya dalam bentuk subsidi bunga. Ini jelas jauh dari keberpihakan dan rasa keadilan,\" tutur dia. Karenanya kebijakan tersebut ia mensinyalir ada ketidakberesan melibatkan adanya kepentingan yang ikut bermain. \"Sepertinya ada kerja-kerja mafia yang menyusup melalui kebijakan ini. Mereka menyusupkan kepentinganya melalui loby kebijakan. Saya melihatnya sudah sejak mereka melobi untuk ciptakan rompi pengaman dalam bentuk Perppu Nomor 1/2020 sebagai payung besar hukumnya,\" kata dia. Agar roda ekonomi domestik bergairah, ia mengusulkan pemerintah memberikan alokasi dana yang lebih besar kepada UMKM dan Koperasi dari program PEN. \"Mekanismenya bisa dalam bentuk yakni penangguhan pokok utang, subsidi bunga, hibah modal kerja, relaksasi pajak, dan selain skema bantuan sosial untuk masa emergensi,\" ucapnya. Pemulihan ekonomi melalui UMKM dan Koperasi dianggap akan berhasil menyelamatkan ekonomi nasional sebab selama ini kebijakan ekonomi yang dikeluarkan pemerintah sudah semakin menjauh dari prinsip gotong royong, rasa keadilan, dan perintah konstitusi. Sementara itu, ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) mengatakan, agar PEN bisa berjalan optimal sebagaimana yang diharapkan pemerintah dan semua pihak yang utama dengan memperkuat Lembaga/Kementerian (K/L) terlebih dahulu. \"Iya, agar PEN tidak berbahaya maka aspek kelembagaan harus diperhatikan, seperti, pengawasan, transparansi dan akuntabilitas. Untuk itu kelompok masyarakat harus dilibatkan,\" pungkasnya. Seperti diketahui, sejauh ini pemerintah sudah memberikan relaksasi dan restrukturisasi kredit UMKM melalui berbagai program. Di antaranya dalam bentuk penundaan angsuran dan subsidi bunga penerima Kredit Usaha Rakyat (KUR), kredit ultra mikro (UMi), Permodalan Nasional Madani (PNM) Mekaar yang jumlahnya 6,4 juta. Selain itu, untuk nasabah di Pegadaian yang berjumlah 10,6 juta debitur.(din/fin)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: