Empat Kebijakan Merdeka Belajar di Kampus

Empat Kebijakan Merdeka Belajar di Kampus

MAGELANGEKSPRES.COM,JAKARTA - Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) kembali mengeluarkan kebijakan Merdeka Belajar jilid II khusus untuk pendidikan tinggi. Kebijakan yang dinamai Kampus Merdeka, memiliki empat penyesuaian kebijakan di lingkup pendidikan tinggi. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Anwar Makarim menjelaskan, bahwa kebijakan Kampus Merdeka jilid II ini merupakan kelanjutan dari konsep Merdeka Belajar. Menurutnya, kebijakan ini hanya mengubah peraturan menteri, tidak sampai mengubah Peraturan Pemerintah ataupun Undang-Undang. Kebijakan pertama adalah otonomi bagi Perguruan Tinggi Negeri (PTN) dan Swasta (PTS) untuk melakukan pembukaan atau pendirian program studi (prodi) baru. \"Otonomi ini diberikan jika PTN dan PTS tersebut memiliki akreditasi A dan B, dan telah melakukan kerja sama dengan organisasi dan/atau universitas yang masuk dalam QS Top 100 World Universities,\" kata Nadiem, Sabtu (25/1). Selain itu, Kemendikbud akan bekerja sama dengan organisasi untuk mencakup penyusunan kurikulum, praktik kerja atau magang, dan penempatan kerja bagi para mahasiswa. Terlebih Nadiem menekankan, Tracer study wajib dilakukan setiap tahun. \"Kemendikbud akan bekerja sama dengan perguruan tinggi dan mitra prodi untuk melakukan pengawasan. Sebab, perguruan tinggi wajib memastikan hal ini diterapkan,\" tegasnya. Kebijakan Kampus Merdeka yang kedua adalah, program re-akreditasi yang bersifat otomatis untuk seluruh peringkat dan bersifat sukarela bagi perguruan tinggi dan prodi yang sudah siap naik peringkat. \"Kedepan, akreditasi yang sudah ditetapkan Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT) tetap berlaku selama 5 tahun namun akan diperbaharui secara otomatis,\" jelasnya. Selain itu, kata lanjut Nadiem, pengajuan re-akreditasi PT dan prodi dibatasi paling cepat dua tahun setelah mendapatkan akreditasi yang terakhir kali. Dengan demikian, perguruan tinggi yang berakreditasi B dan C bisa mengajukan peningkatan akreditasi kapanpun. \"Akreditasi A juga akan diberikan kepada perguruan tinggi yang berhasil mendapatkan akreditasi internasional. Daftar akreditasi internasional yang diakui akan ditetapkan dengan Keputusan Menteri,\" ujarnya. Dijelaskan juga, evaluasi akreditasi akan dilakukan BAN-PT jika ditemukan penurunan kualitas yang meliputi pengaduan masyarakat dengan disertai bukti yang konkret. \"Penurunan tajam jumlah mahasiswa baru yang mendaftar dan lulus dari prodi ataupun perguruan tinggi juga akan menjadi pertimbangan evaluasi akreditas,\" imbuhnya. Kemudian, kebijakan Kampus Merdeka yang ketiga, akan memberikan hak kepada mahasiswa untuk mengambil mata kuliah di luar prodi dan melakukan perubahan definisi Satuan Kredit Semester (SKS). Di dalam kebijakan ini, mahasiswa boleh mengambil ataupun tidak SKS di luar kampusnya sebanyak dua semester atau setara dengan 40 SKS. \"Ditambah, mahasiswa juga dapat mengambil SKS di prodi lain di dalam kampusnya sebanyak satu semester dari total semester yang harus ditempuh. Ini tidak berlaku untuk prodi kesehatan,\" terangnya. Kebijakan Kampus Merdeka yang keempat, terkait kebebasan bagi PTN Badan Layanan Umum (BLU) dan Satuan Kerja (Satker) untuk menjadi PTN Badan Hukum (PTN BH). Kemendikbud akan mempermudah persyaratan PTN BLU dan Satker untuk menjadi PTN BH tanpa terikat status akreditasi. Ketua Forum Rektor Indonesia Prof Arif Satria menambahakan, bahwa peningkatan status PTN akan meningkatkan mutu pendidikan tinggi. Namun, ia juga membantah jika peningkatan status itu akan berkorelasi dengan naiknya Uang Kuliah Tunggal (UKT). \"Di kampus Institut Pertanian Bogor (IPB), yang bisa membayar UKT tertinggi hanya delapan persen. Sisanya lebih banyak UKT menengah hingga minimum,\" katanya. \"Ini menjadi poin penting, karena UKT itu bukan memberatkan. Akan banyak diskon untuk UKT nantinya,\" sambungnya. Sementara itu, Ketua umum Ikatan Guru Indonesia (IGI) Muhamamd Ramli Rahim menilai, Apa yang diluncurkan Mendikbud (Nadiem Makariem) dalam kebijakan Merdeka Belajar itu belum memiliki nilai aktualisasi. \"Enggak ada aktualisasinya. Kampus merdeka tidak membumi untuk dirasakan mahasiswa,\" kata Ramli. Menurut Ramli, kebijakan ini dinilai mengambang, karena belum berkenaan langsung dengan mahasiswa. Untuk itu dia menilai, perubahan pendidikan ke arah yang lebih baik dirasa masih jauh dari harapan. \"Yang dibahas Mas Nadiem enggak ada yang membumi, kalau tadi bisa dibilang ya slogan saja ya. Saya melihat tidak akan ada perubahan,\" pungkasnya. (der/fin)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: