Fakta Kolaborasi Jahat Para Aparat

Fakta Kolaborasi Jahat Para Aparat

MAGELANGEKSPRES.COM,JAKARTA - Nama Joko Tjandra tenar dengan sederet kasus yang menyertainya. Terakhir, dua perwira di tubuh Polri juga ikut tersangkut lingkaran kolaborasi jahat, atas kaburnya buronan kasus korupsi cessie Bank Bali, uang ditengarai dikeluarkan oleh Bareskrim Polri. Aktivis 98 Maruly Hendra Utama berpendapat, pemerintah lagi-lagi terkesan kecolongan dengan kasus ini. Dan Polri pun ternyata rapuh dalam memaksimalkan fungsi aparat penegak hukum (APH). Apalagi bicara penangkapan buronan pelaku korupsi. ”Lalu muncul ide dan gagasan yang disampaikan Mahfud MD dengan pengaktifan kembali Tim Pemburu Koruptor. Saya jadi tanda-tanda, apa tidak cukup di negeri kita ini dengan kelengkapan personel Kejagung, KPK, Polri sampai Kemenkum HAM. Saya kok melihat, kekuatan lembaga itu rapuh,” ungkap Maruly kepada Fajar Indonesia Network (FIN), Kamis (16/7). Soal urgen atau tidak, lanjut Maruly, bagi publik semua hal yang menyangkut korupsi adalah kejahatan. ”Ada jenderal, ada aparatur sipil negara, mungkin ada lagi oknum-oknum yang bermain, untuk menyelamatkan Joko Tjandra. Bagi publik, ambil saja orang-orang itu. Mereka yang terlibat dengan Joko Tjandra. Mintai keterangan dan adili, jika terbukti sengaja menyembunyikan buronan itu,” terang Dosen Sosiologi Universitas Lampung itu. Ditambahkan Maruly, keberadaan Tim Pemburu Koruptor justru akan memperlambat kinerja pemerintah dalam memburu buronan pelaku rasuah, karena masing-masing perwakilan dari aparat penegak hukum di tim itu akan lebih banyak berdiskusi dan menyamakan persepsi, ketimbang langsung beraksi melakukan pemburuan.”Kalau berlomba-lomba mencari koruptor bagus. Tapi kalau berlomba-lomba untuk berdiskusi, ah sudahlah. Negara ini sudah banyak aturan,” timpalnya. Ditambahkan Maruly, peran Tim Pemburu Koruptor pernah dibentuk pada 2004 silam. Alhasil juga tidak membuahkan hasil maksimal. ”Kami menyarankan pemerintah lebih mengoptimalkan peran tugas pokok dan fungsi aparat penegak hukum. Dengan target, tenggat waktu dan reward ketika berhasil. Ini akan beres hasilnya,” tandasnya. Terpisah, Indonesia Police Watch (IPW) memberi apresiasi pada Mabes Polri yang telah mencopot Brigjenpol Prasetyo Utomo. Meski demikian IPW berharap, sanksi berat juga harus diberikan kepada Brigjenpol. Nugroho Wibowo atas dugaan-dugaan suap-menyuap. ”Diduga ada persekongkolan jahat melindungi buronan kakap Joko Tjandra. Jelas ini harus diusut tuntas. Dan Brigjen Nugroho Wibowo harus dicopot dari jabatannya sebagai Sekretaris NCB Interpol Indonesia. Karena diduga telah menghapus red notice Joko Tjandra,” ungkap Ketua Presidium IPW, Neta S Pane, kepada Fajar Indonesia Network, Kamis (16/7). Dari penelusuran IPW dosa Brigjen Nugroho Wibowo sesungguhnya lebih berat ketimbang dosa Brigjen Prasetyo. Sebab melalui surat No: B/186/V/2020/NCB.Div.HI tertanggal 5 Mei 2020, Brigjen Nugroho mengeluarkan surat penyampaian penghapusan Interpol Red Notice Joko Tjandra kepada Dirjen Imigrasi. ”Tragisnya, salah satu dasar pencabutan red notice itu adalah adanya surat Anna Boentaran tanggal16 April 2020 kepada NCB Interpol Indonesia yang meminta pencabutan red notice atas nama Joko Tjandra,” jelas Neta. Surat itu, sambung dia, dikirim Anna Boentaran 12 hari setelah Brigjen Nugroho duduk sebagai Sekretaris NCB Interpol Indonesia. Begitu mudahnya, Brigjen Nugroho membuka red notice terhadap buronan kakap yang belasan tahun diburu Bangsa Indonesia itu. Melihat fakta ini IPW meyakini ada persekongkolan jahat dari sejumlah oknum pejabat untuk melindungi Joko Tjandra. Jika Mabes Polri mengatakan pemberian Surat Jalan pada Joko Tjandra itu adalah inisiatif individu Brigjen Prasetyo, IPW meragukannya. Sebab dua institusi besar di Polri terlibat “memberikan karpet merah” pada sang buronan, yakni Bareskrim dan Interpol. Kedua lembaga itu nyata nyata melindungi Joko Tjandra. ”Apa mungkin ada gerakan-gerakan individu dari masing masing jenderal yang berinsiatif melindungi Joko Tjandra. Jika hal itu benar terjadi, betapa kacaunya institusi Polri,” timpal Neta. Lalu apa mungkin kedua Brigjen tersebut begitu bodoh berinisiatif pribadi “memberikan karpet merah” pada Joko Tjandra. Kenapa Brigjen Nugroho yang baru duduk sebagai Sekretaris NCB Interpol begitu lancang menghapus red notice Joko Tjandra. Apakah dia begitu digdaya bekerja atas inisiatif sendiri seperti Brigjen Prasetyo? Lalu, kenapa Dirjen Imigrasi tidak bersuara ketika Brigjen Nugroho melaporkan bahwa red notice Joko Tjandra sudah dihapus? Jelas saja aksi diam para pejabat tinggi ini tentu menjadi misteri. ”Semua ini hanya bisa dibuka jika Presiden Jokowi turun tangan untuk membersihkan Polri, dengan cara membentuk Tim Pencari Fakta Joko Tjandra. Tanpa itu semua, kasus Joko Tjandra akan tertutup gelap karena tidak mungkin jeruk makan jeruk,” urainya. Akibat ulah para jenderal itu, kasus Joko Tjandra menjadi catatan hitam bagi Polri. Lembaga kepolisian yang seharusnya wajib menangkap buronan malah melindungi sang buronan kakap, bahkan memberinya karpet merah. ”Bagaimana pun sebagai pimpinan, kapolri idham azis dan kabareskrim sigit harus bertanggungjawab terhadap kekacauan ini,” tandas Neta. Jika Mabes Polri mengatakan kasus ini adalah inisiatif jenderal pelaku, bisa disimpulkan betapa tidak berwibawanya Kapolri dan Kabareskrim sehingga jenderalnya bisa bertindak ngawur seperti itu. ”Institusi Polri harus diselamatkan dari ulah para jenderal yang bermental bobrok. Setelah Brigjen Prasetyo, kini Brigjen Nugroho Wibowo juga harus dicopot dari jabatannya,” pungkas Neta yang dipertegas dalam keterangan resminya. Sebelumnya, Menko Polhukam Mahfud MD menyebutkan akan mengaktifkan lagi Tim Pemburu Koruptor. Mahfud MD di Jakarta, Rabu (8/7), menjelaskan Indonesia sebelumnya sudah mempunyai Tim Pemburu Koruptor, dan tim yang akan diaktifkan kembali tersebut beranggotakan pimpinan Polri, Kejaksaan Agung, dan Kemenkumham. ”Nanti dikoordinir kantor Kemenko Polhukam, tim pemburu koruptor ini sudah ada beberapa waktu dulu, berhasil. Nanti mungkin dalam waktu yang tidak lama tim pemburu koruptor ini akan membawa orang juga pada saat memburu Joko Tjandra,” kata Mahfud. (fin/ful)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: