Fintech Ilegal Marak di Tengah Corona

Fintech Ilegal Marak di Tengah Corona

MAGELANGEKSPRES.COM,JAKARTA - Tawaran pinjaman dari fintech lending ilegal banyak bermunculan di masyarakat di tengah pandemi Covid-19. Perusahaan abal-abal memanfaatkan kondisi kesulitan keuangan yang dihadapi masyarakat kurang mampu. Mengenai hal itu, Ketua Satgas Waspada Investasi Tongam L Tobing meminta masyarakat mewaspadai tawaran investasi ilegal. \"Saat ini masih marak penawaran fintech lending ilegal yang sengaja memanfaatkan kesulitan keuangan sebagian masyarakat untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Sasaran mereka adalah masyarakat yang membutuhkan uang cepat untuk memenuhi kebutuhan pokok atau konsumtif,\" katanya dalam keterangannya, kemarin, (29/4). Fintech lending tak berizin ini tentu saja akan merugikan masyarakat. Sebab, layanan jasa keuangan itu mengenakan bunga yang sangat tinggi dan jangka waktu pinjaman pendek, mereka juga akan meminta akses semua data kontak di handphone. \"Ini sangat berbahaya, karena data ini bisa disebarkan dan digunakan untuk alat mengintimidasi saat penagihan,\" ujarnya. Catatan Satgas Waspada Investasi, sepanjang April ditemukan 81 fintech peer to peer lending ilegal. Adapun total yang telah ditangani pihaknya sejak 2018 hingga April 2020 sebanyak 2.486 entitas. Ia juga juga meminta bagi masyarakat yang memanfaatkan pinjaman fintech lending menggunakan dananya untuk kepentingan yang produktif dan bertanggungjawab. Sehingga nantinya bisa mengembalikan pinjaman tersebut sesuai waktu perjanjian. Di bulan April juga, pihaknya telah menghentikan 18 kegiatan usaha yang diduga melakukan kegiatan usaha tanpa izin dari otoritas yang berwenang dan berpotensi merugikan masyarakat. Mereka melakukan beragam penawaran yang berbeda dengan memanfaatkan ketidakpahaman masyarakat untuk menipu dengan cara iming-iming pemberian imbal hasil yang sangat tinggi dan tidak wajar. Selain itu, lanjutnya, banyak juga kegiatan yang menduplikasi laman entitas yang memiliki izin sehingga seolah-olah laman tersebut resmi milik entitas yang memiliki izin. Dari 18 entitas tersebut di antaranya melakukan kegiatan yakni 12 penawaran investasi uang tanpa izin, 2 Multi Level Marketing tanpa izin, 1 Perdagangan Forex tanpa izin, dan 1 Kegiatan Undian berhadiah tanpa izin. Sementara itu, Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Galuh Octania menilai, maraknya fintech lending ilegal lantaran saat ini adanya transformasi ke arah pemanfaatan teknologi yang masif. Selian itu, kehadiran fintech berperan penting dalam mempercepat tercapainya keuangan inklusif. \"Konsumen perlu diberikan rasa aman melalui regulasi yang menjadi payung hukum transaksi keuangan di lembaga fintech sekaligus regulasi perlindungan. Sinergi keduanya diharapkan bisa mendukung peningkatan akses keuangan di masyarakat sekaligus tumbuhnya industri keuangan ini,\" ujar Galuh. Berdasarkan data Bank Indonesia, dari 2017 hingga 2018 telah terjadi peningkatan transaksi online dan elektronik di Indonesia sebesar 281 persen, dari semula bernilai Rp12,4 miliar di 2017 dan naik menjadi Rp47,2 miliar di tahun berikutnya. Peningkatan ini tentu juga menunjukkan adanya kemajuan pesat pada ekonomi digital dalam negeri. Kebanyakan fintech memanfaatkan jasa di sektor pembayaran (e-payment) dan pinjaman (peer-to-peer lending), sektor yang sangat erat kaitannya dengan kegiatan sehari-hari masyarakat. Pada model bisnis P2P lending, yang juga terdiri dari beberapa sektor pinjaman, tercatat bahwa payday loan merupakan sektor yang paling banyak muncul dan diminati. Payday loan merupakan bisnis model yang memberikan sejumlah pinjaman uang dalam jangka waktu yang pendek.(din/fin)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: