Gagal Panen Jadi Motivasi Petani

Gagal Panen Jadi Motivasi Petani

MAGELANGEKSPRES.COM, TEMANGGUNG - Kegagalan saat panen raya, tidak membuat nyali petani tembakau di lereng gunung Sindoro menjadi ciut. Akan tetapi kegagalan panen raya menjadi motivasi dan pengalaman terbaik bagi petani untuk meningkatkan kualitas tembakau. Kendati demikian petani tetap berharap harga pada panen raya 2019 ini bisa lebih baik dari tahun sebelumnya. Hujan masih sering mengguyur lereng Gunung Sindoro tepatnya di Desa Tlahab Kecamatan Kledung, cuaca ini tidak menjadi halangan bagi petani tembakau di antara perbatasan Kabupaten Temanggung dan Wonosobo ini untuk terus membudidayakan tanaman tembakau warisan moyang leluhur. Tanpa menghiraukan isu-isu yang semakin mendesak nasib tembakau, petani tembakau di lembah Gunung Sindoro dan Sumbing ini sudah mulai menyemai benih tembakau. Yang mana benih ini nantinya akan ditanam di lahan pertanian yang lokasinya berada di ketinggian antara 1.200 hingga 2.100 meter di atas permukaan laut (Mdpl). Hawa sejuk bercampur dingin seolah menjadi teman sejati bagi petani di Desa Tlahab yang berada di ketinggian kurang lebih 1.100 Mdpl ini. Meski masih berselimu kabut tebal mereka sudah mulai beraktivitas menyiapkan lahan untuk menyemai biji tembakau. “Ini sudah mulai menyemai biji tembakau, bahkan sudah ada yang berumur 25 hari,” ungkap Nur Buat (52) petani tembakau asal Desa Tlahab, Minggu (7/2). Menurutnya, menanam tembakau sudah menjadi tradisi turun temurun, sejak dirinya lahir 50 tahun lalu sudah dikenalkan dengan tembakau. Bahkan seumur hidupnya kebutuhan ekonomi dipenuhi dari hasil tembakau. “Dari bapak saya, kakek dan nenek saya, bahkan dari eyang buyut saya tanamnya juga tembakau,” ujarnya. Dulu lanjutnya, pada zaman bapak, kakek dan kakek buyutnya, harga tembakau bisa dibilang selalu bagus, meskipun cuaca kurang mendukung namun harga tembakau masih di atas harga tanam, sehingga petani tidak mengalami kerugian yang banyak. “Tidak seperti belasan tahun terakhir ini, petani selalu kalah. Harga tembakau seperti menjadi permainan para tengkulak dan pedagang besar saja,” tuturnya. Senada juga diungkapkan Rajiman (41) petani tembakau lainnya. Meskipun harga tembakau tidak ada kepastian, namun petani tetap menanam tanaman yang dikenal dengan emas hijau ini. Sebab saat musim kemarau tiba lahan pertanian tidak bisa ditanami tanaman lainnya. “Kalau sudah memasuki musim kemarau, tidak ada tanaman yang hidup selain tembakau. Jadi mau tidak mau tetap harus menanam tembakau,” ujarnya. Ia mengaku sudah berusaha menanam tanaman lainnya selain tembakau. Namun saat memasuki musim kemarau semua tanaman mati, padahal tanaman itu sudah ditanam sejak pertengahan musim hujan. Dari pengalaman ini lanjutnya, sampai saat ini dirinya tidak lagi menanam tanaman lain selain tembakau. Sebab kerugian yang ditanggung semakin besar. “Kan jadi gagal panen, sama sekali tidak ada pemasukan. Kalau selain tembakau itu biasanya kami tanam setelah panen raya tembakau usai hingga awal musim tanam tembakau saja,” tuturnya. Menurutnya, harga  tembakau dalam kurun waktu kurang lebih lima tahun terakhir ini memang kurang menguntungkan petani. Harga tembakau hanya berkisar antara Rp40 ribu hingga Rp100 ribu per kilogram. Itupun tidak dinikmati oleh semua petani tembakau, bahkan di tahun 2015 dan tahun 2017 hampir semua petani tembakau mengalami gagal panen, karena terpengaruh cuaca yang ekstrim. “Harapan kami ditahun 2019 ini harga tembakau bisa lebih baik dari tahun-tahun sebelumnya, sehingga petani bisa semakin bergairah dalam membudidayakan tembakau asli Temanggung,” tandasnya. (*)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: