Gaya Hidup Baru
MAGELANGEKSPRES.COM,JAKARTA - Adaptasi kebiasan baru (AKB) dengan penerapan protokol kesehatan harus dijadikan gaya hidup atau tren. Untuk itu diperlukan sebuah aturan hukum agar penerapan bisa berjalan. Hal tersebut diutarakan Sosiolog Universitas Airlangga, Surabaya Bagong Suyanto. Dia mengatakan sosialisasi adaptasi kebiasaan baru di tengah pandemi COVID-19 harus menggunakan kombinasi aturan hukum dan pendekatan berbasis gaya hidup. \"Yang diinginkan pemerintah kan kebiasaan baru dilakukan bukan karena paksaan melainkan kesadaran dan tumbuh tanggung jawab di masyarakat,\" katanya, dalam acara talk show Satuan Tugas Penanganan COVID-19 melalui akun Youtube BNPB Indonesia, Jumat (24/7). Dikatakannya, upaya yang telah dilakukan pemerintah sudah tepat, yaitu mengombinasikan aturan-aturan hukum dengan upaya pendekatan gaya hidup, dalam menyosialisasikan protokol kesehatan. Selain itu, langkah Presiden Joko Widodo mengundang sejumlah selebriti dan pekerja seni ke Istana dalam rangka mengedukasi masyarakat juga sangat baik. \"Masing-masing kelompok masyarakat dan komunitas memerlukan pendekatan yang berbeda. Ada yang ketika pimpinan atau ulamanya berbicara A akan mengikuti. Kelompok anak muda, mungkin memerlukan pendekatan yang berbeda,\" tuturnya. Terkait seberapa lama waktu yang dibutuhkan membangun kebiasaan baru, Bagong mengatakan tergantung pendekatan. Dengan pendekatan yang tepat, pasti akan lebih cepat terlaksana. \"Orang bisa berubah hanya dalam beberapa jam. Orang yang baru menonton film \\\'Rambo\\\' selama dua jam, jadi ingin berkelahi. Anak muda yang menonton film \\\'Ada Apa Dengan Cinta?\\\', jadi ikut-ikutan membaca buku filsafat seperti karakter Rangga. Kalau pendekatannya tepat, dampaknya akan lebih cepat,\" katanya. Menurutnya, idiom-idiom yang berbeda antara kelompok satu dengan kelompok lainnya, antara komunitas satu dengan komunitas lainnya, harus dikonstruksikan menjadi sebuah gaya hidup baru. \"Agar orang-orang mau mengikuti secara sukarela,\" ujarnya. Pada kesempatan yang sama, budayawan dan pegiat Teater Koma Sari Madjid menilai AKB sudah terlihat menjadi gaya hidup baru. \"Kita sudah melihat itu terjadi. Masker misalnya, saat ini sudah menjadi bagian dari fashion dan tren di masyarakat,\" katanya. Dia mencontohkan, saat Lebaran lalu, orang-orang mulai memadupadankan masker dengan busana yang akan dikenakan saat bersilaturahmi. Begitu pula dalam kehidupan sehari-hari, kini orang-orang mulai memadupadankan masker, warna botol hand sanitizer, hingga wadah tisu basah yang senada dengan busana yang sedang dipakai. \"Di kalangan seniman juga sudah terjadi. Seniman sudah mulai bergaya dengan maskernya. Itu sudah mulai masuk dalam proses adaptasi kebiasaan baru,\" tuturnya. Diungkapkannya, padu padan masker dan pelindung wajah juga mulai dilakukan para pelaku seni dalam kostum yang akan digunakan untuk pertunjukan. Beberapa seniman tari mulai merancang kostum yang juga mengenakan masker atau pelindung wajah. \"Beberapa sudah merancang itu. Penonton juga berikutnya harus diatur. Protokol kesehatan bisa menjadi ritual baru dalam pertunjukan kesenian,\" katanya. Namun di sisi lain, di masyarakat umum masih banyak yang belum melaksanakan AKB. \"Kalau sudah banyak yang melaksanakan protokol kesehatan, seharusnya jumlah kasusnya sudah bisa direm. Buktinya kasus masih terus naik,\" kata Juru Bicara Satuan Tugas Penanganan COVID-19 Wiku Adisasmito. Ketua Tim Pakar Satgas Penanganan COVID-19 itu mengatakan sudah tidak ada yang baru dari pandemi COVID-19 karena virus yang menulari masih tetap sama, yaitu SARS-CoV2, dengan cara penularan yang masih tetap sama. Yang membedakan, adalah sudah ada perubahan perilaku di masyarakat yang sudah mulai menjalankan protokol kesehatan, yaitu rajin mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir, mengenakan masker, dan menjaga jarak. \"Masyarakat sudah mulai paham, tetapi belum semua. Peningkatan kasus membuktikan perubahan perilaku di masyarakat belum maksimal,\" tuturnya. Menurut Wiku, ada tahapan bagi seseorang dalam memandang protokol kesehatan yang terus disosialisasikan, yaitu tahu, paham, kemudian melakukan. \"Yang kita perlukan adalah masyarakat yang melakukannya, bukan hanya tahu dan paham. Kalau kita sudah melakukan yang kita tahu dan paham, berikutnya adalah membangun solidaritas dan gotong royong untuk melawan COVID-19,\" katanya. Wiku mengatakan untuk melawan COVID-19 tidak cukup hanya sebagian masyarakat saja yang melakukan protokol kesehatan. Karena itu, penting bagi masyarakat untuk terus waspada. \"Mungkin karena sudah lama, juga sudah mulai lengah. Virus ini mencari yang lengah, yaitu yang tidak menjalankan protokol kesehatan. Virus ini pintar dan berbahaya,\" jelasnya. Alasan Wiku sangat masuk akal. Sebab, kasus positif COVID-19 terus bertambah banyak. Hari ini Jumat (24/7) kasus positif COVID-19 bertambah 1.781 orang. Berdasarkan laporan harian COVID-19 yang dirilis Satgas Penanganan COVID-19 hingga Jumat pukul 12.00 WIB penambahan konfirmasi positif mencapai 1.761 kasus, sedangkan kasus sembuh juga bertambah 1.781 orang. Dengan penambahan itu, maka total konfirmasi positif COVID-19 di Indonesia menjadi 95.416 kasus dan kasus sembuh menjadi 53.945 orang. Sementara itu, kasus meninggal dunia bertambah 89 orang sehingga total kasus meninggal akibat COVID-19 menjadi 4.665 orang. Provinsi dengan penambahan konfirmasi positif tertinggi adalah Jawa Timur (496 kasus), DKI Jakarta (297), Jawa Tengah (124), Jawa Barat (91), dan Kalimantan Selatan (90). Sementara itu, provinsi dengan penambahan pasien sembuh terbanyak adalah Jawa Timur (421 orang), Sulawesi Selatan (331), Kalimantan Selatan (272), DKI Jakarta (269), dan Jawa Tengah (100).(gw/fin)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: