Guru SLB Paham Huruf Braile Terbatas
MAGELANGEKSPRES.COM,JAKARTA - Persatuan Tunanetra Indonesia (Pertuni) menyebut, saat ini belum semua anak penyandang tunanetra mendapatkan akses pendidikan. Menurutnya, angka partisipasi tunanetra usia sekolah di bidang pendidikan masih 20 persen. Ketua Umum Pertuni, Aria Indrawati mengatakan, penyandang tunanetra memiliki hak yang sama untuk tetap belajar membaca dan menulis huruf Braille di fase awal usia sekolah mereka. \"Untuk itu, semua pihak keluarga, orang tua, pemerintah, terutama pemerintah daerah, agar membawa anak-anak tunanetra di seluruh penjuru negeri yang belum bersekolah agar sekolah,\" kata Aria, Senin (6/1) Ari juga menilai salah, terkait munculnya pandangan bahwa anak tunanetra cukup belajar menggunakan teknologi adaptif, mulai dari buku audio digital dan buku e-pub dan ditambah penciptaan alat bantu untuk membaca kedua varian buku tersebut. \"Pandangan tersebut salah. Pasalnya, tidak semua bisa difasilitasi oleh teknologi adaptif,\" tegasnya. Aria mencontohkan. tunanetra yang beragama Islam, mereka tidak hanya mendengarkan Alquran versi audio tapi juga harus belajar membaca Alquran Braille. \"Karena nilai membaca Alquran dengan mendengarkan orang lain membaca Alquran itu berbeda,\" ujarnya. Menurut Aria, tantangan lain dalam mengajarkan anak-anak tunanetra membaca dan menulis Braille adalah guru-guru di sekolah luar biasa yang mengerti huruf Braille juga terbatas. \"Bagaimana sekolah akan mengajari anak tunanetra membaca dan menulis Braille jika di sekolah tersebut belum ada guru yang mengerti membaca dan menulis Braille? Kondisi ini terjadi bahkan di sekolah luar biasa, yang guru-guru pengajarnya berlatarbelakang pendidikan luar biasa,\" tuturnya. Kemendikbud, kata Aria, harus memberikan perhatian khusus, terhadap kondisi yang terjadi saat ini. Selain itu juga Ia mendorong orang tua yang mempunyai anak tunanetra untuk menyekolahkan anaknya ke sekolah. \"Pemangku peran dunia pendidikan, ayo, kita fasilitasi agar anak-anak Indonesia yang menyandang tunanetra dapat bersekolah dengan baik,\" terangnya. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim meminta, semua guru memiliki kepedulian untuk memahami prinsip-prinsip dasar pendidikan kebutuhan khusus. Menurutnya, pendidikan khusus menjadi salah satu isu penting yang perlu diperhatikan. \"Menurut saya secara pribadi, hampir semua guru harus mengetahui prinsip-prinsip dasar pendidikan yang untuk kebutuhan khusus,\" kata Nadiem Menurut Nadiem, guru-guru di sekolah mana pun akan bisa menangani murid berkebutuhan khusus bila guru-guru mengetahui prinsip-prinsip dasar pendidikan kebutuhan khusus. \"Ini yang harus jadi bagian kurikulum. Di semua kurikulum guru, keluar (prinsip pendidikan khusus,\" ujarnya. Selain itu, Kemendikbud juga telah meluncurkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) untuk para penyandang tunanetra, saat ini total ada 10 versi KBBI yang sudah bisa diakses seluruh masyarakat. \"Kami telah luncurkan 10 Produk KBBI. Produk KBBI saat ini sudah bisa di akses oleh kawan kita penyandang disabilitas netra,\" kata Kepala Badan Pengembangan Bahasa dan Perbukuan Kemendikbud, Dadang Sunendar. Dadang menyebutkan, KBBI yang sudah ada di antaranya KBBI cetak, daring, luring android, luring iOS, Braille Cetak dan Luring Disnetra. \"Semua KBBI ini sudah bisa digunakan sesuai dengan keperluan masing-masing. Nanti KBBI luring. Jadi nanti tinggal sistemnya sudah ada dan diambil dan bisa langsung digunakan,\" terangnya. Ungtuk itu Dadang berharap, dengan KBBI khusus penyandang tunanetra ini dapat membuka kases literasi yang bisa dirasakan oleh suma lapisan masyarakat tanpa adanya kendala atau suatu keterbataan, utamanya bagi para penyandang tuna netra. \"Ini merupakan amanah dari Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Layanan Disabilitas. Untuk itu diharapkan, KBBI ini bisa berguna bagi seluruh lapisan masyarakat,\" pungkasnya. (der/fin)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: