Hak Setnov Ajukan PK
JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menanggapi upaya peninjauan kembali (PK) yang diajukan terpidana kasus korupsi Kartu Tanda Penduduk Elektronik (e-KTP) Setya Novanto. Mereka menganggap pengajuan tersebut sah-sah saja lantaran telah menjadi hak setiap orang. \"Tadi kami (pimpinan) sudah bicara, bagaimana sikap kita. Belum bisa disampaikan. Apa yang dilakukan orang untuk menegakkan (keadilan) itu haknya dia. Kita enggak boleh menafikan,\" ujar Wakil Ketua KPK Saut Situmorang di Gedung Penunjang KPK, Kuningan, Jakarta, Rabu (28/8). Kendati mengajukan PK, Novanto diketahui masih belum melunasi uang pengganti sebesar USD7,3 juta dikurangi Rp5 miliar yang telah dititipkan kepada penyidik. Jika menggunakan kurs rupiah tahun 2010, totalnya sekitar Rp66 miliar. Menanggapi hal ini, Saut menyatakan Novanto tetap harus melunasi kewajibannya tersebut lantaran vonis yang dijatuhkan majelis hakim telah berkekuatan hukum tetap alias inkracht. Apabila tidak dibayar, harta bendanya akan disita atau dilelang. \"(PK) itu haknya dia. Tetapi lagi sesuatu yang sudah pasti, beliau sudah inkracht dan ada kewajiban tentu harus dilaksanakan,\" ucapnya. Dalam novum PK, tim kuasa hukum Novanto menyebut kliennya tidak terbukti menerima uang senilai USD7,3 juta terkait proyek e-KTP. \"Kan sudah diputuskan dan kita anggap inkracht. Memang ada novum baru. Ya silakan saja,\" tandas Saut. Sebelumnya, Setya Novanto mengajukan upaya PK atas kasus yang menjeratnya. Penasihat Hukum Setya Novanto, Maqdir Ismail mengatakan PK diajukan karena telah ditemukan novum (bukti atau keadaan baru), kekhilafan hakim, dan putusan yang memuat pertentangan antara satu dengan lain. \"PK (Peninjauan Kembali) ini selain ada novum, juga ada kami lihat kekhilafan hakimnya,\" ujar Maqdir di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (28/8). Maqdir melanjutkan, pokok dari novum itu terkait ketidakbenaran penerimaan uang oleh Novanto baik secara langsung maupun melalui money changer. Ada pun perantara pemberi uang dalam berkas PK tersebut ialah Direktur PT Murakabi Sejahtera Irvanto Hendra Pambudi Cahyo, Direktur Utama PT Quadra Solution Anang Sugiana Sudiharjo, hingga pengusaha Made Oka Masagung. \"Ini yang akan kita buktikan bahwa uang yang US$7,3 juta itu tidak pernah ada diterima oleh Setya Novanto,\" ujarnya. Maqdir juga mempersoalkan putusan hakim yang mengandung kekhilafan dalam mempertimbangkan surat dakwaan. Dia menyebut putusan hakim yang menyatakan Novanto terbukti menerima uang seharusnya dijerat dengan pasal gratifikasi. \"Seharusnya bukan perbuatan melawan hukum atau menyalahgunakan kewenangan, ada pasal sendiri menerima hadiah atau janji (gratifikasi),\" terang Maqdir. Berdasarkan dasar bukti yang diajukan, Maqdir berharap majelis hakim PK dapat memutus bebas kliennya dari segala jeratan hukum. \"Saya berharap bahwa hakim melihat ini secara baik, karena bagaimana pun juga sekali lagi kalau semua perkara harus orang didakwa melanggar pasal 2 ayat 1 atau pasal 3 (terkait suap), padahal orang ini tidak punya kewenangan,\" jelas Maqdir. Dalam perkara ini, Novanto dijatuhi vonis 5 tahun penjara dan denda Rp500 juta subsider tiga bulan kurungan penjara oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta. Selain itu, ia juga dihukum membayar uang pengganti sebesar US$7,3 juta dikurangi sebesar Rp5 miliar yang telah diberikan terdakwa kepada penyidik KPK dengan ketentuan subsider 2 tahun kurungan penjara. Hakim juga menjatuhkan pidana tambahan berupa mencabut hak terdakwa untuk menduduki jabatan publik selama 5 tahun terhitung sejak terpidana menjalani masa pemidanaan. Novanto dinilai terbukti melanggar Pasal 3 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (riz/gw/fin)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: