Harga Jual Rendah, Petani Sulit Kembalikan Modal

Harga Jual Rendah, Petani Sulit Kembalikan Modal

MAGELANGEKSPRES.COM,MAGELANG – Pandemi covid-19 yang melanda hampir di seluruh negara di dunia telah menyisakan duka bagi banyak orang. Dampaknya pun dapat dirasakan semua kasta. Seperti halnya yang dialami petani di Magelang, Jawa Tengah. Supardi (62) dan Semi (31) di antaranya. Petani asal Gardu, Pogalan, Pakis, Magelang ini merasa di ujung tanduk. Hasil pertaniannya sawi tidak laku. Bila terjual dengan harga murah. “Bisa terjual saja dengan harga Rp200. Harga cabai rawit saja perkilo cuma Rp7.000,” kata Semi saat ditemui di ladang, Senin (3/8/2020). Mereka merasakan perbedaan yang sangat signifikan dengan adanya covid-19. Untuk mengembalikan modal saja sangat sulit bagi mereka. Apalagi mengambil untung dari hasil panennya. “Sulit sekali bagi kami mengembalikan modal awal bertani, untuk mencari keuntungan saja susah. Belum juga untuk biaya membeli obat tanaman seharga seratus ribu per botol,” tambah Supardi. Untuk penyiraman dilakukan lima hari sekali pada bulan pertama, untuk bulan selanjutnya disiram 3 hari sekali selama 2 bulan atau sampai panen. Untuk mengatasi situasi seperti ini, dengan cara bersabar dan berhemat dalam segala hal. Mereka berharap agar pandemi ini segera berakhir, supaya dapat bertani dengan lancar. Disisi lain dari pihak pedagang di Pasar Kaponan juga merasakan penurunan harga jual terhadap sayuran. Dengan menurunnya angka konsumen yang datang untuk membeli sayuran karena himbauan dari pemerintah untuk tidak mendatangi tempat ramai seperti pasar. “Berkurang, untuk konsumen yang membeli sayuran, karena pada takut untuk datang ke pasar untuk berbelanja,” ujar Yu Yah (60). Baca juga Polres Kota Ungkap 8 Kasus Pencurian, Amankan 11 Tesangka Pedagang sayuran lainnya, Niyati (48) merasakan hal sama. Ia terpaksa harus memperjual barang dagangannya dengan harga rendah. Sebab menurutnya tinggi rendahnya harga tergantung oleh konsumen. \"Harga sayuran sekarang pada anjlok. Konsumennya menurun, ya harganya ikut turun. Kalau harga dari kita turun, ya pasti sayuran dari petani yang kami beli juga ikut turun. Jadi konsumen yang menentukan harga,\" ucap Niyati. Selain karena pandemi, harga juga ditentukan dari kualitas sayuran tersebut. Selain masalah pandemi juga dihadapkan dengan masalah lain. Contohnya sayuran - sayuran seperti kubis yang sebagian membusuk sehingga harus dibuang beberapa bagian tertentu. \"Sayuran kami juga ada bagian yang busuk sedikit, yang itu harus dibuang. Nah karena sudah tidak dalam kondisi yang hampir sempurna maka pasti juga tidak mungkin dijual dengan harga tinggi,\" ujarnya. Sementara itu, seorang pedagang sayur di Kecamatan Candimolyo, Warni mendapat kerugian akibat dampak covid-19. Penjualan sayuran agak berkurang karena konsumen banyak yang tidak belanja ke pasar. “Sejak adanya pandemi ini harga sayuran sangat-sangat murah sekali dan banyak sayuran yang tidak laku akhirnya dibuang begitu saja. Apalagi dalam pandemi, masyarakat pun tidak ada yang mengadakan acara seperti syukuran, hajatan atau pernikahan. Jadi menambah tidak lakunya sayuran,” terangnya. Sementara itu, salah seorang ibu rumah tangga, Tika (29) mengaku tidak begitu terpengaruh dengan naik turunnya harga hasil pertanian. Karena butuh maka tetap dibeli. “Harga yang tidak stabil ini tidak berpengaruh bagi saya mas, karena kalau harganya mahal ya saya beli, kalau murah ya saya beli,” terangnya. (pkl2/pkl1/pkl4)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: