Harga Kedelai Naik, Pengrajin Tahu di Temanggung Tak Berani Menaikan Harga Takut Ditinggal Pelanggan
TEMANGGUNG, MAGELANGEKSPRES.COM – Kendati harga bahan baku kedelai jenis impor asal Amerika terus mengalami kenaikan di pasaran, namun sejumlah pengrajin tahu selaku produsen mengaku belum berani ikut menaikkan harga tahu. Mereka khawatir apabila harga dinaikkan, jumlah pembelian akan menurun. Supriyadi (55), pemilik usaha pembuatan tahu di Lingkungan Brojolan, Kelurahan Temanggung I, Kecamatan Temanggung mengaku saat ini belum berani menaikkan harga jual tahu buatannya di pasaran meski bahan baku utama kedelai impor sudah terlebih dahulu melambung pada kisaran Rp 11.000 per kilogram. Ia berdalih, dipertahankannya harga ini karena pihak produsen tak mau ditinggal pelanggan mereka yang bisa saja mengeluh akibat kenaikan harga tahu. Ia berpendapat, berdasar hitung-hitungan angka, agar tidak timbul polemik dan masalah di pasaran, idealnya kedelai impor dijual seharga Rp 7.000 sampai Rp 8.000 per kilogram. “Memang tiap pabrik punya pertimbangan sendiri-sendiri. Kalau saya tetap di harga normal. Memang dulu pas harga kedelai naik dari Rp 8.000 menjadi Rp 10.000 per kilo kami naikkan harga tahu. Tapi kalau kenaikan kedelai yang sekarang dari Rp 10.000 menjadi Rp 11.000 per kilonya, kami bertahan menjual tahu di harga biasa. Takut konsumen lari,” jelasnya, Jumat (25/2). Saat ini, dalam sehari mereka hanya mampu memproduksi sekitar 50 sampai 60 blabak tahu dengan harga Rp 60.000 per blabak yang dapat dipotong menjadi 16 bagian oleh pedagang di pasar. Supriyadi menyebut, sejauh ini belum ada solusi khusus atas kenaikan harga kedelai impor tersebut. Ia mengaku akan tetap bertahan seperti ini sambil melihat perkembangan situasi di pasaran. “Mau mengecilkan ukuran juga percuma Mas. Malah susah jualnya. Mending bertahan dulu seperti ini,” imbuhnya. Pihaknya berharap agar harga kedelai stabil sehingga para pemilik pabrik seperti dirinya bisa terus menjalankan usaha produksi tahu. Pasalnya, biaya operasional mereka tak hanya dipengaruhi oleh bahan baku kedelai saja, tetapi juga variabel lain seperti harga bahan bakar, biaya listrik, hingga ongkos tenaga pengolahan. “Biaya operasional untuk produksi 20 atau 30 blabak misalnya. Sama saja. Jadi ya kita ingin ada kestabilan, khususnya bahan baku kedelai. Murah sekali juga gak baik, kemahalan juga repot,” harapnya. (riz)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: