ICW Desak MA Tolak PK Koruptor

ICW Desak MA Tolak PK Koruptor

MAGELANGEKSPRES.COM,JAKARTA - Indonesia Corruption Watch (ICW) mendesak Mahkamah Agung (MA) menolak pengajuan peninjauan kembali (PK) terpidana kasus korupsi. Pengajuan upaya hukum luar biasa itu dinilai ICW dapat menjadi jalan pintas para koruptor untuk terbebas dari jeratan hukum atau mengurangi masa tahanan. \"Majelis hakim di Mahkamah Agung harus menolak seluruh permohonan Peninjauan Kembali dari para terpidana kasus korupsi,\" kata peneliti ICW Kurnia Ramadhana di Jakarta, Selasa (5/11). Menurut catatan ICW, saat ini terdapat sedikitnya 21 terpidana kasus korupsi yang ditangani KPK mengajukan PK ke MA. Sepuluh di antaranya telah diberikan pengurangan masa hukuman oleh MA. Terakhir, belum lama ini, MA menerima PK mantan Anggota DPRD DKI Jakarta Sanusi dan memangkas hukumannya dari semula 10 tahun penjara di tingkat pertama menjadi tujuh tahun pada 31 Oktober 2019 lalu. \"Publik khawatir ini dijadikan jalan pintas oleh pelaku korupsi untuk terbebas dari jerat hukum,\" ucap Kurnia. Kurnia menjelaskan, berdasarkan data yang dimiliki ICW, tren pemberian vonis terhadap pelaku korupsi selama kurun 2018 rata-rata hanya dua tahun lima bulan. Selain itu, sejak 2007 hingga 2018 terdapat 101 terpidana yang dibebaskan oleh MA di tingkat PK. Baca Juga IMF Koreksi Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi, Ancaman Resesi di Depan Mata Model pengurangan hukuman tersebut terbagi menjadi dua bagian, yakni pidana penjara dan pengurangan ataupun penghapusan uang pengganti. ICW pun menyesalkan sikap MA yang mengurangi masa hukuman terhadap terpidana kasus korupsi. \"Maka kesimpulan yang dapat ditarik adalah bahwa kerja keras penegak hukum menjadi sia-sia jika pada saat persidangan pelaku korupsi justru mendapat pengurangan hukuman oleh majelis hakim,\" ucap Kurnia. Kurnia menyatakan, Ketua MA Hatta Ali harus memberi perhatian lebih pada persoalan ini. Selain itu, kata Kurnia, Hatta Ali seharusnya lebih selektif dalam menentukan komposisi majelis hakim yang menangani PK para koruptor. Tiga hakim, yakni LL Hutagalung, Andi Samsan Nganro, dan Sri Murwahyuni, tercatat sebagai hakim yang kerap memberikan putusan ringan terhadap koruptor. Kurnia pun mengimbau Ketua MA Hatta Ali menaruh perhatian lebih pada persoalan ini. Jika fenomena pemberian keringanan hukuman bagi pelaku korupsi terus-menerus terjadi maka tingkat kepercayaan publik pada MA akan semakin menurun. \"Ini terbukti pada survei yang dilakukan oleh Lembaga Survei Indonesia dan ICW pada Oktober tahun lalu menunjukkan MA mendapatkan kurang dari 70 persen dari sisi kepercayaan publik,\" tutup Kurnia. Sementara itu, Juru Bicara KPK Febri Diansyah memandang pengajuan PK merupakan hak setiap terpidana. Termasuk bagi para pihak yang telah terbukti melakukan korupsi. Ia pun menyatakan, KPK meyakini segala alasan yang digunakan para terpidana korupsi untuk mengajukan PK telah terbukti pada putusan majelis hakim. \"KPK memastikan seluruh proses pembuktian dan termasuk alasan-alasan dari terpidana untuk mengajukan PK itu kami pastikan pada putusan sebelumnya sudah sesuai ya,\" kata Febri. Jika dibedah kasus per kasus, sejatinya KPK memandang PK yang diajukan tidak disertai adanya bukti baru. \"Jadi syarat adanya novum itu tidak terpenuhi,\" ucap Febri.(riz/gw/fin)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: